HEADLINE

Vaksin Palsu, Presiden Berencana Rombak BPOM

""Segera melakukan restrukturisasi di BPOM dan akan ditugaskan seseorang untuk melakukan pembenahan di BPOM, dengan itu harapannya yang seperti ini tidak terulang lagi," "

Ninik Yuniati, Ria Apriyani

Vaksin Palsu,  Presiden Berencana Rombak BPOM
Sejumlah orang tua dan anaknya mendatangi Rumah Sakit Harapan Bunda untuk meminta kejelasan tentang anaknya yang diduga mendapat vaksin palsu dari rumah sakit tersebut di Jakarta Timur, Jumat (15/7).

KBR, Jakarta- Presiden Joko Widodo bakal merestrukturisasi Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) terkait kasus vaksin palsu. Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan, langkah tersebut diambil agar kasus tersebut tidak berulang kembali.

Pram enggan membeberkan mekanisme restrukturisasi yang akan dilakukan.

"Kemarin juga presiden telah memutuskan untuk segera melakukan restrukturisasi di BPOM dan akan ditugaskan seseorang untuk melakukan pembenahan di BPOM, dengan itu harapannya yang seperti ini tidak terulang lagi," kata Pramono di kantor Seskab, Jumat (15/7/2016).


Pramono Anung menambahkan, Presiden juga meminta penanganan kasus vaksin palsu dilakukan dengan serius. Ia meminta Kepolisian menindak tegas terhadap pelaku dan siapapun yang terlibat.


"Bagi siapapun yang terlibat dalam vaksin palsu ini, baik sebagai kreator, pengedar, tentunya pemerintah dalam hal ini kabareskrim harus mengambil tindakan tegas. Karena ini menyangkut masa depan bangsa dan ini sungguh sangat tidak manusiawi dilakukan kepada bayi," ujar dia.


Kata dia, Presiden juga meminta Kementerian Kesehatan untuk mendata dan memvaksin ulang para pasien.


"Ini harusnya segera didata dan Menkes segera mendata nama-nama  apakah betul mereka vaksinnya palsu atau asli. Kalau memang palsu, segera divaksin ulang," tutur Pram.


Kewenangan

Badan Pengawas Obat dan Makanan(BPOM) berdalih tidak berwenang menindak temuan kasus produk obat palsu. Pelaksana tugas Kepala BPOM, Teuku Bahdar, mengatakan peraturan yang ada masih menyerahkan wewenang itu ke Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. Sementara, BPOM  sebenarnya adalah badan hasil transformasi direktorat tersebut pada 2001 silam.

"Sebenarnya dasar hukum dari Badan POM saja tidak kuat. Kami bergerak berdasarkan UU 36 dan PP 72. Malangnya, di PP 72 yang ada adalah tugas yang dibebankan ke dirjen POM. Jadi dirjen POM yang bisa menangkap, bisa menahan obat palsu, itu semua dirjen," kata Bahdar melalui sambungan telepon, Jumat(15/7).


Menurut Bahdar, ini yang menyebabkan BPOM tidak bisa bergerak jauh sekalipun pernah menemukan kasus vaksin palsu di 2013. Pun ketika kasus vaksin ini mencuat, mereka harus menunggu koordinasi dengan Bareskrim.


BPOM mengambil 72 sampel dan melakukan pengujian terhadap sampel-sampel tersebut. Dari situ, didapatlah 37 vaksin yang dibeli menggunakan jalur distribusi ilegal. Dari 37 vaksin itu, ada 4 vaksin dinyatakan palsu.


Data dari BPOM menunjukkan, vaksin-vaksin tersebut beredar di apotek dan rumah sakit kawasan Jabotabek dan Bandung.  Di antaranya vaksin pediacel di Mutiara Bunda Serang ditemukan keterangan pada label, leaflet, dan box vaksin tidak sesuai. Kemasan vialnya rubber, stopper, dan cap aluminiumnya diberi lem


Kemudian vaksin tripacel di RS Mutiara Bunda Serang keterangan pada label, leaflet, dan box vaksin tidak sesuai. Kemasan vialnya rubber, stopper, dan cap aluminiumnya diberi lem. Sedangkan serum anti tetanus di RS Bhinneka Bhakti Husada, kemasan kartonnya buram. Kemasan diselotip dengan bahan kertas bukan plastik. Lalu vaksin tripacel di Klinik Tridaya Medica Bandung ditemukan rubber stopper dan cap aluminium diberi lem

baca juga:

- Daftar Rumah Sakit dan Bidan Penerima Vaksin Palsu

- Vaksin Palsu, Begini Cara Penanganan Korban


Sebelumnya, Bareskrim telah menetapkan 18 tersangka. Enam orang ditetapkan sebagai tersangka karena berperan sebagai produsen, lima orang sebagai distributor, tiga orang sebagai penjual, dua orang pengumpul botol bekas vaksin, dan seorang lainnya adalah pencetak label serta bungkus vaksin. Selain itu, satu di antaranya juga berprofesi sebagai bidan  dan dua orang lainnya dokter. 


Bareskrim menggeledah toko milik CV Azka Medika, kantornya, serta rumah kontrakan di kawasan Bekasi. Dari penggeledahan tersebut, polisi menyita sejumlah barang bukti berupa vaksin yang diduga palsu yaitu hepatitis B, serum anti tetanus, pediacel, campak kering, polio oral, pentabio, BCG, bivalet oral polio, tripacel, serta faktur tanda terima dan dokumen penjualan.

Dari barang bukti yang disita polisi, diketahui beberapa vaksin kandungannya tidak sesuai. Temuan mereka, vaksin tripacel dan serum anti tetanus justru mengandung garam atau Natrium Chlorida. Serum anti bisa ular juga justru tidak mengandung anti bisa ular. Terakhir, vaksin tuberkulin dalam temuan itu berisi vaksin Hepatitis B.

Kata Kabareskrim Ari Dono Sukmanto, cara pembuatan vaksin dilakukan menggunakan botol vaksin bekas yang dicuci menggunakan aquadest. Menurut Ari, botol yang sudah dicuci kemudian dikeringkan, dan diisi menggunakan suntikan. Botol kemudian ditutup dengan tutup karet, dilem, disticker, dan diberi label. Setiap dusnya berisi lima vial.


Kata dia, data ini masih mungkin berkembang. Bareskrim baru mendalami perkara berdasarkan temuan awal. Sementara temuan Badan Pengawas Obat dan Makanan masih ada 37 fasilitas kesehatan yang membeli vaksin dari jalur ilegal.

"Yang baru kita buka baru di DKI. Bukan kita nggak mau membuka. Tapi masih kita dalami. Kalau kita buka, ini pasti hilang, lari. Mungkin saja masih bisa berkembang. Karena ini kan baru di DKI. DKI pun belum tuntas."


Editor: Rony Sitanggang    

  • vaksin palsu
  • Sekretaris Kabinet Pramono Anung
  • Pelaksana tugas Kepala BPOM
  • Teuku Bahdar

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!