Article Image

SAGA

Berhitung Plastik Pada Kopi Senja

Limbah dari kopi kemasan. (Foto: Jasmin Sessler/Unsplash)

Indonesia adalah salah satu negara dengan konsumsi kopi terbesar di dunia. Secara perekonomian, ini tentu baik. Tapi seperti pedang bermata dua, sisi lain industri kopi kekinian mulai mengintai. Podcast Climate Tales mengajak kamu menyesap kopi trendi sembari menimbang dampaknya pada bumi.

Ilustrasi Kopi (Foto: Mike Kenneally/Unsplash)

“Akhirnya berakhir menjadi sampah. Baik yang akhirnya terakhir sesuai ke TPA ataupun misalnya berakhir di lingkungan ke sungai-sungai ataupun ke laut.

Itu tadi Juru kampanye Urban Greenpeace Indonesia Muharram Atha Rasyadi.

Kata Atha, Indonesia menghasilkan 67 juta ton sampah pada 2019 lalu.

Dan 15 persennya adalah sampah plastik.

“Ini juga akan bicara masalah plastik yang mencemari laut gitu ya. Kita sudah lihat ya, bagaimana kalau misalnya tidak dikendalikan ini sangat mungkin akhirnya mengganggu keseimbangan ekosistem yang ada di laut ya. Kan kita juga bicara praktiknya tidak hanya ukuran besar, ada juga plastik-plastik ukuran kecil yang biasa disebut mikroplastik ya. Ini sangat mungkin juga akhirnya bisa terserap atau termakan oleh plankton-plankton, yang memang sebenarnya menjadi base kehidupan yang ada di laut. Dan kita tahu juga plankton salah satu sebenarnya yang cukup berperan tinggian dalam ekosistem laut dalam menyerap apa namanya gas rumah kaca, salah satunya CO2 gitu”

Plastik menghasilkan emisi karbon yang tinggi.

Artinya, berkontribusi juga terhadap perubahan iklim, karena membuat bumi makin panas.

Semakin tinggi emisi karbon, semakin tinggi juga konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer.

“Nah di tahun 2050 diperkirakan kalau misalnya plastik ini produksinya meningkat sampai tiga kali lipat, ini angkanya bisa jadi sama dengan 13% dari seluruh emisi yang dihasilkan secara global gitu dari sektor-sektor lain. Jadi seluruh sektor, kalau misalnya 2050 pulang segini terus diproduksi dan tidak dikendalikan, dia bisa jadi menyumbang sekitar 13% ya. Ini kita juga baru bicara dari sisi produksinya gitu”

Foto: Gema Saputra/Unsplash

Kesadaran itu juga dimiliki pengusaha Stuja Coffee.

Saya bertemu founder-nya, Adlii Dwiandiko Nandhiwardana Budiarto.

Kita itu concern sekali terhadap bahaya plastik yang berlebih. Kita juga concern sekali terhadap lingkungan sekitar, yang di mana di tempat kita mau buka itu kan banyak toko coffee shop tuh. Nah di situ juga mungkin belum pada concern dengan bahaya dengan pemakaian yang mereka gunakan.

Stuja sendiri akhirnya memilih konsep eco-friendly yang di mana kita bisa mungkin mengurangi pemakaian plastik.Selain untuk menekankan prinsip bahwa ini loh kita jual kopi, tapi kita juga cinta sama bumi. Nggak hanya jual doang, tapi kita nggakmikirin buminya

Inisiatif Stuja Coffee, misalnya, menjual kopi dalam kemasan botol kaca.

“Barista kita di sini juga mengedukasi customer. Barista kita juga turut andil langsung dalam menjalankan konsep eco-friendly seperti itu. Botol kaca pun kita mengharuskan mereka untuk bawa pulang, untuk dipakai lagi seperti itu. Karena konsep botol kaca itu ya kita mau kalian yang ngebeli ini, dipakai lagi botol kacanya, digunakan lagi. Entah itu buat sesuatu tanaman atau buat barang-barang pribadi kalian, perintilan kalian, atau bumbu dapur, seperti itu. Kita mengedepankan konsep reuse, recycle, seperti itu sih

Konsep eco-friendly business terus digaungkan Stuja Coffee kepada konsumennya. Meski tak selalu mendapat respon baik, namun Stuja tetap pada komitmen awal mengurangi sampah plastik.

Adlii mengatakan, selain menggunakan botol kaca, Stuja juga menggunakan kemasan Biodegradable plastic yang lebih mudah terurai daripada plastik biasa.

Yang di mana itu cepat mengurai lah. Lebih cepat mengurai dibandingkan bahan dasar plastik. Ya sebenarnya kita masih mencari terus, masih mengkaji terus dari tim Stuja-nya sendiri. Apa sih bahan yang bagus nih, bahan yang beneran ramah lingkungan nih, kayak gitu loh. Masih terus, kita masih terus nyari sampai sekarang yang bener-bener, oh dia ini. Karena sejujurnya memang masih belum ada yang sempurna dari semuanya

Jadi, minum kopi masih boleh?

Boleh, selama kita juga membangun kesadaran soal sampah plastik yang kita produksi dari kenikmatan minum kopi itu.

Gunakan sampah plastik semaksimal mungkin. Jangan akhirnya sampah plastik tersebut menjadikan bumerang bagi diri kita. Jadi kalau plastik itu masih bisa terpakai, dipakailah berulang kali.

Reporter: Siti Sadida

Editor : Friska Kalia