Article Image

SAGA

Berkah Karbon Komunitas Penjaga Hutan Bujang Raba

Pemandangan kawasan hutan lindung Bukit Panjang Rantau Bayur (Bujang Raba). (Foto:dok KKI Warsi).

Pengantar:

Kesepakatan mengurangi emisi karbon dan menahan laju deforestasi kembali menjadi janji para pemimpin dunia di Konferensi Iklim COP26 di Skotlandia, November 2021 lalu. Salah satu program yang sudah berjalan adalah melalui perdagangan karbon. Skema ini memberikan insentif keuangan kepada para penjaga hutan. Di Jambi, ada komunitas lima desa yang secara turun temurun melindungi hutan lindung Bukit Panjang Rantau Bayur atau Bujang Raba. Jerih payah ini diapresiasi lewat kucuran dana hibah dengan total Rp2,4 miliar melalui skema perdagangan karbon selama kurun 2015-2021. Jurnalis KBR Elvidayanty Darkasih berbincang dengan para penjaga hutan Bujang Raba tentang perjuangan mereka menahan laju deforestasi. Laporannya dibacakan Astri Yuana Sari.

KBR, Jambi - Jelang sore di Desa Lubuk Beringin, Kabupaten Bungo, Jambi. Sungai Batang Buat tampak bening. Airnya mengalir deras di antara bebatuan.

Hulunya ada di kawasan hutan lindung Bukit Panjang Rantau Bayur, yang biasa disingkat Bujang Raba. Ekosistem sungai dijaga warga setempat secara turun temurun.

"Ditinggalkan hutan di sana, ditanam pohon-pohon durian terlalu rapat. Karena ada sungai-sungai yang vital untuk pengairan sawah, ada kayu-kayu besar," kata tokoh masyarakat Desa Lubuk Beringin, Bakiyan.

Sungai itu menjadi sumber irigasi, air bersih dan pembangkit listrik tenaga kincir air.

Baca juga: Kampung Liu Mulang, Teladan Hidup Selaras dengan Alam

Warga Kabupaten Bungo bermain di sungai. Tradisi lubuk larangan diberlakukan turun temurun untuk menjaga kelestarian sungai. (Foto:dok KKI Warsi).

Lubuk Beringin tercatat sebagai desa pertama yang memperoleh hak kelola hutan desa seluas 2 ribuan hektare pada 2009 silam.

Ini merupakan salah satu skema program perhutanan sosial. Damsir Chaniago, tokoh masyarakat setempat mengenang perjuangan kala itu.

"Perjuangannya dari 1997. Waktu itu memang belum ada aturan tentang hutan desa. Tapi, dengan adanya PP Nomor 6 dan Kepmen Nomor 49, desa langsung merespon dan mengajukan. Dari 1999 - 2003 kita menyusun kesepakatan konservasi desa. Itu merupakan nilai-nilai kearifan tradisional untuk menjaga lingkungan,” ujar Damsir.

Dua tahun berselang, jejak ini diikuti empat desa tetangga. Mereka lantas membentuk Forum Komunikasi Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat Bujang Raba.

"Diikuti Desa Senamat Ulu, Laman Panjang, Sangi Letung dan Sungai Telang. Total 5 hutan desa itu berjumlah 7.291 hektar. Zona lindung adalah yang belum tersentuh masyarakat dan memang harus dilindungi, itu totalnya 5.336 hektar,” kata Koordinator Program Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi Emmy Primadona.

Baca juga: Jernang, Emas Rimba yang Terancam Punah

Penyerahan santunan untuk lansia di Desa Senamat Ulu. Dana berasal dari hasil perdagangan karbon. (Foto:dok KKI Warsi).

KKI Warsi mendampingi penduduk yang tinggal di kawasan hutan lindung Bujang Raba.

Menurut Emmy, warga sepakat 75 persen areal hutan tidak boleh dialihfungsikan. Meski begitu, ancaman pembukaan lahan selalu mengintai.

“Tingkat keterancamannya cukup tinggi walaupun kondisinya saat ini sebagai hutan lindung. Dari atas konsesi sawit, dari pinggiran ada timber, juga ada hutan tanaman industri, juga tambang," kata Emmy.

Pada 2019, sekitar 90 hektare lahan terbakar dipicu puntung rokok yang dibuang wisatawan. Ogah kecolongan lagi, patroli hutan digencarkan.

“Pengamanan dan patroli kawasan hutan lebih penting, itu sampai 20 persen (anggaran). Karena itu penting untuk reboisasi ke depan," tutur Anggota Forum Komunikasi Pengelolaan Hutan Bujang Raba Mohammad Sofwan.

Baca juga: Menjaga Mangrove Pantai Bengkak

Daging kerbau hasil imbal jasa lingkungan. (Foto:dok KKI Warsi).

Sofwan menunjukkan beberapa foto pembagian daging kerbau ke warga saat momen Lebaran 2021 lalu.

Mereka dapat dana Rp1 miliar berkat jerih payah menjaga karbon di hutan. Hasil ini sangat membantu sekitar 1200-an warga lokal di krisis pandemi dan anjloknya harga karet.

“Ini kerbau kami sebut daging karbon. Kenapa? Karena hasil dari imbal jasa dari dana karbon. Terkait pandemi Covid-19, masyarakat memang terdampak ekonominya, sehingga kita bantu paket Ramadan. Ada beras, gula, kopi, mie, itu sudah diberikan kepada KK yang ada di tiap desa,” imbuh Sofwan.

Selain sembako, dana berkah jasa karbon juga disalurkan untuk beasiswa pendidikan, santunan lansia dan penyandang disabilitas, pembangunan sarana publik hingga operasional pengelolaan hutan.

Baca juga: Rawat Lingkungan sambil Rekreasi di Kampus Tabalong

Penyerahan paket Ramadan pada 2021 dari hasil dagang karbon. Bantuan datang saat ekonomi warga terdampak pandemi. (Foto:dok KKI Warsi).

Menurut Koordintor Program KKI Warsi Emmy Primadona, Bujang Raba sudah masuk pasar karbon dunia sejak 2018. Namun, baru mendapat pendanaan pada 2019 sebesar Rp1,4 miliar.

“Kita dapat dukungan dari TUI Foundation. Dia punya charity perlindungan rainforest di Indonesia. Dapat dukungan juga dari Swedia terkait perlindungan hutan tropis. Mereka melakukan exibition dengan meng-capture cerita tentang Bujang Raba. Mereka membuat film langsung di lokasi. Ada yang berdonasi mulai dari 1 Dolar, 2 Euro, sehingga itu jadi dana publik dan disalurkan kepada masyarakat langsung,” ungkap Emmy.

Skema perdagangan karbon merupakan insentif keuangan untuk mengurangi emisi karbon. Dana bisa berasal dari negara penghasil emisi karbon, lembaga maupun individu, kemudian disalurkan ke komunitas penjaga hutan seperti di Bujang Raba.

Baca juga: Kontribusi Berkelanjutan Selamatkan Terumbu Karang

Koordinator Program KKI Warsi Emmy Primadona. (Foto:dok KKI Warsi).

Komitmen pengelolaan hutan zero carbon di Bujang Raba mendapat apresiasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Direktur Penyiapan Kawasan Perhutanan Sosial KLHK Erna Rosdiana mengatakan, jika optimal dikelola, akan berkontribusi besar bagi mitigasi perubahan iklim.

“Ini sudah dievaluasi. Dan memang nilainya dari sisi ekologinya kerenlah, bagus banget. Terjaga hutannya, masyarakatnya juga semangat. Tentulah kalo masyarakat dapat support, diberi kepercayaan, pasti akan semangat," kata Erna.

Penulis: Elvidayanty Darkasih

Editor: Ninik Yuniati