SAGA

Meruwat Ciliwung

"Kejernihan Sungai Ciliwung kini tinggal kenangan. Limbah dan sampah mencemari sungai yang membelah Kota Bogor, Depok dan Jakarta itu. Tapi segelintir orang masih menaruh harap: Ciliwung kembali bersih dan menghidupi penghuninya."

Indra Nasution

Meruwat Ciliwung
ciliwung, bojonggede

Kejernihan Sungai Ciliwung kini tinggal kenangan. Limbah dan sampah  mencemari sungai yang membelah Kota Bogor, Depok dan Jakarta itu. Tapi segelintir orang masih menaruh harap: Ciliwung kembali bersih dan menghidupi penghuninya.

Desa Kedung Waringin  Bojonggede Kabupaten Bogor, Jawa Barat  tampak   beda minggu pagi itu. Para pecinta lingkungan bersama warga sibuk membersihkan sampah yang ada di sekitar bantaran Sungai Ciliwung.

Anak-anak hingga orang dewasa menelusuri pinggiran sungai. Tangan mereka tangkas memungut sampah yang menumpuk di bibir sungai. Hasanuddin salah seorang warga mengatakan sampah yang mereka bersihkan sebagian berasal dari  limbah rumah tangga. “(Sampah-sampah dari mana?) Dari masyarakat kita, di Bogor juga dari masyrakat, dari pasar, tetapi dengan mengajak masyarakat itu lebih efektif, (masyarakat sudah sadar belum?). Alhamdulillah ada beberapa, di sini tadi ada pembuangan sampah tiga titik sampah, bahkan di sini sampe satu truk, tetapi sekarang sudah enggak,” terangnya.

Ia mengakui kesadaran sebagian warga akan kebersihan masih kurang. Situasi ini diperparah dengan terbatasnya tempat pembuangan sampah yang disediakan pemerintah setempat. “(Sama dinas kebersihan dikutip enggak?). enggak ada. (berarti sampah-sampah ini taruh di mana?). Kalau saya di sini masih sebatas karena kita belum punya fasilitas dibakar, walau pun itu enggak baik buat kesehatan tetapi kita enggak kirim sampah ke Jakarta. Kalau saya suvei hampir setiap kali saya jalan orang buang sampah bingung, bukan karena jahat, tetapi dia bingung buang kemana, yang paling mudah buat dia kali, tetapi dengan adanya kayak begini masyarakat punya kesadaran, minimal dia enggak buang, kadang Sabtu dia mulung,”  imbuhnya.

Konservasi Ciliwung

Kegiatan ini merupakan rangkaian hari peringatan Konservasi Sungai Ciliwung. Peringatan berdasarkan penemuan Bulus atau sejenis kura-kura  di aliran Sungai Ciliwung, Tanjung Barat, Jakarta Selatan pada 11 November 2011.  Nama ilmiah hewan air itu Chitra chitra javanensis. Warga sekitar menyebutnya Senggawangan. Pegiat lingkungan dari Ciliwung Institute Sudirman Asun menuturkan,“Ini kita gagas tahun ini dasarnya saat penemuan bulus itu. Kita konsepnya konservasi bagaimana konservasi dalam ala masyarakat. Kearifan-kearifan kultural orang jaman dulu tentang sungai itu, kita gali cerita-cerita yang enggak masuk akalnya tentang Senggawangan.”

Menurut Sudirman, paradigma yang ingin dibangun adalah sungai itu bukan tempat pembuangan limbah dan sampah. Ada sumber kehidupan di sungai.
“Kalau kita gali konsep dasar koservasi sudah ada sejak dulu, namun memang hilang secara perlahan. Ini spot di sini masih sangat ideal hutan bambu vegetasi. Memang yang seharusnya sebuah sepadan sungai sebuah DAS (Daerah Aliran Sungai) itu. Kita mau memberi contoh kepada publik ada loh yang ideal, seperti apa sungai yang bagus seperti apa, ya enggak bagus-bagus banget ya, namun bisa membuang bahwa pikiran masyarakat, bahwa Ciliwung sudah menjadi nasi telah menjadi bubur, sudah enggak bisa diperbaiki, itu yang harus kita buang,  kita coba kerjain sama-sama masyarakat dan pemerintah,” imbuhnya.

Selain membersihkan bantaran Sungai Cliwung, acara diramaikan pula dengan kegiatan mengambar dan mewarnai. Bagas salah satu anak berceloteh.
“Lagi gambar apa? Senggawangan. (Ikut acara ini seneng enggak?) seneng. (sama siapa kemari?) sama mama.”
Sekelompok anak lainnya tengah asik mengamati dan belajar tentang jenis-jenis ular. Mereka tak takut memegang dan mengalungkan satwa melata itu ke leher.

Seperti yang dilakukan Anis.“Enggak enggak galak, (enggak takut dililit) engak, tetapi sakit, sakit kenpa? Dililit, itu ular apa ular cobra, udah jinak,” katanya.
Ular tersebut didapat dari hasil laporan warga di sekitar Sungai Cliwung.Ular tersebut lantas diambil untuk dipelajari.  Peneliti dari lembaga studi ular Sioux, Andi menjelaskan, “Biasanya kalau dari tangkapan kalau memang belum ada kita pelihara, kan tujuannya buat edukasi gini kan, tetapi kalau yang udah ada kita pindahin aja, misalnya dari satu lokasi kita ambil entar kita pindahin dilokasi lain, yang masih jarang penduduk, ini rata-rata hasil laporan. yang berbisa cuma satu ini kobra.”
Warga sangat antusias mengikuti kegiatan ini. Salah satunya Muhammad Yusuf.   Warga asli Desa Kedung Waringin yang usianya  menginjak  70 Tahun  tersebut  mengenang kebersihan Ciliwung.

“Dulu kita minum juga berani, kalau sekarang kita kurang berani, dulu kita mandi, minum kali ciliwung enggak apa-apa, kalau sekarang airnya kurang bagus. ikan sudah banyak, tinggal nanggok aja, kalau mau makan tinggal nanggok aja jadi lauk, rusaknya kan pada ditubah diracunin.”

Ciliwung Dulu

Pada dekade 60-an Ciliwung juga jadi sarana transportasi bagi warga  Bogor  yang akan berpergian ke Jakarta, terang Yusuf. “Dulu ramai di sini, kita sering dulu sampai Kampung Melayu, di sana kan ada pasar getek, kayak kendaraan, bikin getek dari bambu, (itu tahun berapa?). itu tahun 60an, mulai enggak ada lagi, tahun 75, (kenapa enggak dilakukan lagi?) karena sudah ada kendaraan, ada mobil-mobil jadi diangkut sama truk, dulu mah di sini disambung, dulu kita berangkat habis subuh, sampai jam 7 kalau enggak ada halangan, kalau kecil bisa 2 hari.”

Alunan lagu Qosidah dari warga setempat menambah semarak acara Konservasi Ciliwung. Mereka menghibur peserta yang tengah rehat, usai bersihkan bantaran Ciliwung.Panitia acara lantas membentangkan kain putih berukuran 4 x 1 meter. Para peserta lantas melumuri tangannya dengan cat dan  membubuhkan ke kain. 
Aksi itu simbol kepedulian masyarakat terhadap pelestarian Sungai Ciliwung yang dimulai dengan tangan sendiri. Warga Kedung Waringin Hasanuddin menuturkan, “Bersihkan Ciliwung dengan tanganmu ya seperti ini gitu, Cuma harus ada kata-kata begitu, dengan tangan dengan uang dengan apa saja, mungkin salah satu dengan tangan kita, dari anak-anak, mungkin dari anak-anak kemudian ke orang tuanya mudah-mudahan efektif.”

Rusaknya lingkungan dan biota makhluk hidup akibat sampah dan limbah,  membuat Sungai Ciliwung perlu dikonservasi. Pemerhati Sungai Ciliwung Sudirman Asun mengatakan jika dirawat dan dikelola dengan benar Ciliwung dapat bermanfaat bagi kehidupan.  “Karena bukan Ciliwung aja ya, hampir seluruh sungai di Indoensia hampir mempunyai kerusakan yang sama, dan kita tahu Ciliwung ini membela tengah-tengah kota besar seperti Bogor Depok Jakarta, terutama di hilir yang menerima semua dan kita tahu sendiri persoalan di Jakarta sendiri adalahg air bersih, dimana 13 sungai hampir 95% tidak bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku air bersih, yang 95% air bahan bakunya masih dari Citarum dari Jati Luhur,” ungkapnya.

Tak hanya untuk kehidupan manusia, Ciliwung juga harus tetap dijaga untuk kelestarian hewan dan tumbuhan asli imbuh Sudirman Asun.
“Potensi-potensi ini terabaikan ada Hutan Bambu tanaman hayati, ikan lokal, dan memang itu terancam, kita tahu penelitian LIPI, jenis ikan lokal  habis hinggal 68 %, mungkin kita saatnya mengingat lagi bahwa ciliwung ini selain meghidupi manusia bahan baku buat PDAM ini rumah buat biota dan kita tahu sendiri sekarang ancaman bagi sungai selain limbah sampah adalah sepadan sungai, okupasi oleh komplek perumahan, kita tahun sendiri vegetasi sepadan itu sangat penting buat biotanya, penahan longsong mencegah erosi hanyut ke sungai yang menyebab kedangkalan,” bebernya.

Libatkan Warga

Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Jakarta menilai konservasi Sungai Ciliwung dapat dimulai dari warga. Caranya tidak membuang sampah mulai dari hulu sampai hilir sungai. Kepala Sub Bidang Edukasi Lingkungan  BPLHD Jakarta Rahmat Bayangkara mengungkapkan,“Kalau dari sisi budaya ya untuk orang membuang sampah itu, kalau dilihat perkembangannya itu untuk tidak buang sampah sembarangan itu memang belum sebagaimana kita harapkan, artinya lebih banyak warga masyarakat yang masih budayanya belum berubah tetapi disisi lain semangat atau keinginan komuntas masyarakat warga sebagian kecil warga terus berkembang itu yang membuat kami optimis bahwa Ciliwung ini kondisi ini akan menjadi lebih baik dari sebelumnya.”

“Hilir tentu sangat membantu dalam membersihkan Kali Ciliwung terutama bagi masyarakatnya, saya mengkhawatirkan kalau misalnya itu (buang sampah ke sungai-red) terjadi terus, sementara, penggiat-penggiat Ciliwung yang terus memotivasi secara berkelanjutan, melakukan upaya-upaya kegiatan seperti ini yang ada hanya putus asa, untuk itu kegiatan seperti ini sangat penting dilakukan baik hulu maupun di hilir,” imbuhnnya.

Apa yang diungkapkan Rahmat diamini pejabat dari Kementerian Lingkungan Hidup Panggung Supriyanto. “KLH sebetulnya di peningkatan peran bagaimana masyarakat mempunyai peran untuk menjaga mengelolah lingkungan, karena masyarakat sendiri juga kalau kita bilang ini rusak, ya masyarakat buang sampah sembarangan kan gitu, jadi masyarakat menjadi salah satu potensi juga sebagai perusak tetapi juga menjadi penting bagi pelestarian l.ingkungan.”
Warga dan pegiat lingkungan sudah menunjukan aksi kongkretnya memulihkan Sungai Ciliwung, bagaimana dengan pemerintah sendiri?

Ini kata pejabat BPLHD Jakarta,   Rahmat Bayangkara.“Jadi kegiatan seperti ini untuk bagimana kalau mau bersih hanya di sisi hulu dan hilirnya saja memang harus merata, untuk pemda sendiri kami punya program namanya stop nyampah di kali kegiatannya itu merata dari hulu sampai hilir fokus untuk meutup titik sampah yang ada dibantaran kali, nah ini suka tidak suka, titik sampah yang ada di bantaran kali harus ditutup dan dicarikan solusi supaya warga tidak membuang smapah dikali begitu pun dengan di hulu.”

Aksi kecil warga dan pegiat lingkungan memulihkan Sungai Ciliwung patut dihargai. Mengeluh tak akan menyelesaikan masalah. Penggiat lingkungan Sudirman Asun “Harapan timbul gairah kepedulian baru ketika bersama-sama kita perbaiki Ciliwung ini, memang tidak gampang butuh puluhan tahun tetapi jika tidak dimulai dari sekrang kapan lagi,” jelasnya.

Bukan hal muskil impian warga setempat Muhammad Yusuf  melihat Ciliwung kembali bersih dapat terwujud. “Dulu kita minum juga berani, kalau sekarang kita kurang berani, dulu kita mandi, minum kali ciliwung enggak apa-apa, kalau sekarang airnya kurang bagus. ikan sudah banyak, tinggal nanggok aja, kalau mau makan tinggal nanggok aja jadi lauk, rusaknya kan pada ditubah diracunin,” pungkasnya.

  • ciliwung
  • bojonggede

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!