RAGAM

Maluku #BETA, Maluku Bebas Kusta!

"Pengetahuan publik yang minim serta kurangnya minat mahasiswa kesehatan tentang penyakit kusta membuat penularan kusta masih terus terjadi."

Daryl Arshaq Isbani

Maluku #BETA, Maluku Bebas Kusta!
Webinar Campus to Campus di Universitas Pattimura, Ambon.

KBR, Jakarta – Indonesia masih menempati peringkat ketiga dunia dalam jumlah kasus kusta tahunan antara 15.000 hingga 17.000 kasus selama lebih dari satu dekade, setelah India dan Brazil. Selain pengetahuan publik yang minim tentang penyakit menular ini, minat terhadap penyakit kusta di kalangan mahasiswa ilmu kesehatan tidak setinggi minat terhadap penyakit lainnya.

Kondisi ini membutuhkan perhatian serius mengingat penularan kusta masih terus terjadi. Dan apabila kusta tidak dideteksi lebih dini, penderita berisiko mengalami disabilitas yang sering kali berdampak pada kehidupan sosial, ekonomi dan kesehatan mentalnya.

Menanggapi kondisi ini, NLR Indonesia bersama KBR dan Universitas Pattimura di Kota Ambon menunjukkan komitmen atas penanggulangan kusta melalui Webinar Kampus hybrid yang bertema “Peran Kampus dan Mahasiswa sebagai Agent of Change dalam Upaya Indonesia Bebas Kusta: Yang Muda Yang Berkarya.”

NLR adalah sebuah organisasi non-pemerintah yang didirikan di Belanda pada 1967 untuk menanggulangi kusta dan konsekuensinya di seluruh dunia dengan tiga pendekatan yaitu zero transmission (nihil penularan), zero disability (nihil disabilitas) dan zero exclusion (nihil eksklusi). Pada 2018 NLR bertransformasi menjadi entitas nasional dengan maksud untuk membuat kerja-kerja organisasi menjadi lebih efektif dan efisien menuju Indonesia bebas dari kusta. Sama dengan Aliansi NLR Internasional, tagline NLR Indonesia adalah: Hingga kita bebas dari kusta.

Dalam webinar yang diselenggarakan 30 Agustus 2022 tersebut menghadirkan beberapa pembicara yang memiliki pengalaman dalam hal penyakit kusta, yaitu Angga Yanuar - Project Manager Inclusion and Disability NLR Indonesia, dr. Amanda G. Manuputty Sp. Dv., M.Ked.Klin staff pengajar fakultas kedokteran Universitas Pattimura dan dr. Rosdiana Perau M.Kes kepala Bidang Pengendalian Penyakit Dinkes Prov. Maluku.

“Diharapkan mahasiswa sebagai agent of change, cendikiawan dan lokomotif penggerak perubahan kearah yang lebih baik dapat meningkatkan motivasi dalam memberikan sumbangsih pada penanganan kusta di Indonesia melalui pengetahuan, penelitian, pengabdian dan pengembangan pada isu kusta yang komprehensif dan inovatif di era digital,” ujar Direktur Eksekutif NLR Indonesia Asken Sinaga yang hadir secara tatap muka di acara Webinar Campus to Campus ini.

Kegiatan Webinar Campus to Campus ini disiarkan melalui Youtube oleh NLR Indonesia dan KBR sehingga memberi kesempatan sebanyak mungkin peserta untuk terlibat.

Kegiatan webinar campus to campus ini merupakan rangkaian proyek SUKA (Suara untuk Indonesia Bebas dari Kusta) yang diinisiasi NLR Indonesia sejak 2021 untuk mengedukasi publik secara kontinyu tentang kusta dan konsekwensinya. Proyek ini menggandeng media, komunitas blogger, universitas, sektor swasta, organisasi profesi dan organisasi penyandang disabilitas.

Dalam acara ini membahas seputar mitos-fakta tentang kusta, dan peran kampus dan inisiatif kampus dalam penanganan kusta, serta pengalaman konkrit penanganan kusta yang dilakukan individu maupun organisasi.

Webinar ini diikuti oleh lebih dari 100 mahasiswa. Diharapkan mereka dapat berpartisipasi aktif dalam menyebarluaskan informasi yang benar seputar kusta dan stigma. Mahasiswa juga makin termotivasi untuk berpartisipasi aktif sebagai agen perubahan dalam penanganan kusta melalui cara-cara yang kreatif dan berkesinambungan di era digital ini. Dan juga makin banyak mahasiswa ilmu kesehatan yang berminat bekerja untuk penyakit tropis terabaikan terutama kusta.

Baca juga: Hapus Stigma Kusta Lewat Informasi Tepercaya - kbr.id

  • nativead
  • adv
  • kusta
  • stigma
  • kampus

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!