RAGAM

Upaya Wujudkan Generasi Anak Sehat, Mari Periksakan Kesehatan 3 Bulan sebelum Menikah

"Indonesia masih memiliki angka prevalensi stunting yang tinggi, yaitu 24,4 % artinya 1 dari 4 anak di tanah air stunting dan masih di atas angka standar yang ditoleransi WHO, yaitu di bawah 20 %."

Daryl Arshaq

Upaya Wujudkan Generasi Anak Sehat, Periksakan Kesehatan 3 Bulan Pra Nikah
Launching Program Pendampingan, Konseling dan Pemeriksaan Kesehatan dalam Tiga Bulan Pra Nikah Yang di Selenggarakan Secara Hybrid

KBR, Jakarta – Dalam upaya menurunkan angka pravalensi stunting, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) bekerja sama dengan Kementerian Agama melakukan sinergitas dan kolaborasi dalam program pencegahan stunting mulai dari hulu. Upaya tersebut dilakukan agar pencegahan stunting dapat ditindaklanjuti dan diimplementasikan hingga level akar rumput.

Sinergitas dan kolaborasi tersebut diwujudkan dalam bentuk launching program Pendampingan, Konseling dan Pemeriksaan Kesehatan dalam Tiga Bulan Pra Nikah sebagai Upaya Pencegahan Stunting dari Hulu kepada Calon Pengantin. Acara tersebut dilaksanakan secara hybrid, luring di Pendopo Parasamsya Kabupaten Bantul Provinsi DIY dan daring melalui Live Zoom dan Live Streaming Youtube BKKBN.

Indonesia masih memiliki angka prevalensi stunting yang tinggi, yaitu 24,4 persen artinya 1 dari 4 anak di tanah air stunting dan masih di atas angka standar yang ditoleransi WHO, yaitu di bawah 20 persen. Stunting merupakan sebuah kondisi gagal pertumbuhan dan perkembangan yang dialami anak-anak akibat kurangnya asupan gizi dalam waktu lama, infeksi berulang, dan stimulasi psikososial yang tidak memadai terutama pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan.

red
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo saat Launching Program Pendampingan, Konseling dan Pemeriksaan Kesehatan dalam Tiga Bulan Pra Nikah.

Stunting ditandai dengan pertumbuhan yang tidak optimal sesuai dengan usianya. Stunting biasanya pendek (walau pendek belum tentu stunting), dan gangguan kecerdasan. Probematika stunting akan menyebabkan kesenjangan kesejahteraan yang semakin buruk, stunting dapat menyebabkan kemiskinan antar generasi yang berkelanjutan. Selain itu stunting dapat menyebabkan meningkatnya resiko kerusakan otak. Dengan ancaman kesehatan dan kecerdasan, maka generasi yang terkena stunting akan mengalami berbagai permasalahan dalam menghadapi tantangan kehidupan yang semakin beragam kedepan.

“Remaja kita ini ternyata 37% yang putri anemia, Hb nya kurang dari 11,5%. Kemudian setelah hamil 48% menjadi anemia. Ketika ibu hamilnya anemia, ternyata bayi yang dikandungnya pertumbuhan nya tidak subur sehingga akhirnya pendek dan stunting. Bapak dan Ibu hadirin sekalian, stunting itu punya kerugian 3, yang pertama pendek, yang kedua stunting itu daya intelektualnya rendah, untuk menghafal juga sulit, untuk menalar logika juga sulit sehingga dia tidak bisa bersaing. Yang ketiga, orang stunting usia 45 tahun umumnya sudah sakit – sakitan karena penyakit yang di deritanya.” Ujar, Hasto Wardoyo Kepala BKKBN saat acara launching program Pendampingan, Konseling, dan Pemeriksaan Kesehatan.

Sebagai upaya untuk mencegah stunting pada bayi yang baru lahir, BKKBN bekerja sama dengan Kementrian Lembaga Terkait yang tergabung dalam Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) membuat program wajib pendampingan, konseling untuk para calon pengantin. Program Pendampingam bagi calon pengantin ini dilakukan dengan didahului oleh pemeriksaan kesehatan dasar oleh para calon pengantin yang meliputi tinggi badan, berat badan, lingkar lengan atas dan kadar Hb yang dilakukan minimal 3 bulan sebelum menikah.

Tindakan tersebut bertujuan untuk memastikan setiap calon pengantin/calon pasangan usia subur (Catin/Calon PUS) berada dalam kondisi ideal untuk menikah dan hamil. Oleh karena itu, setiap Catin/Calon PUS harus memperoleh pemeriksaan kesehatan dan pendampingan selama 3 (tiga) bulan pranikah serta mendapatkan bimbingan perkawinan dengan materi pencegahan stunting.

Harapannya faktor risiko yang dapat melahirkan bayi stunting pada Catin/Calon PUS dapat teridentifikasi dan dihilangkan sebelum menikah dan hamil. Salah satu fokus dalam pendampingan adalah meningkatkan pemenuhan gizi Catin/Calon PUS untuk mencegah kekurangan energi kronis dan anemia sebagai salah satu risiko yang dapat melahirkan bayi stunting.

red
Kepala Bupati Kabupaten Bantul H. Abdul Halim Muslih saat Launching Program Pendampingan, Konseling dan Pemeriksaan Kesehatan dalam Tiga Bulan Pra Nikah.

Pendampingan ini akan dilakukan oleh Tim Pendamping Keluarga (TPK) yang terdiri dari 3 (tiga) unsur yaitu kader KB, PKK, dan Bidan/petugas kesehatan yang diberikan tugas untuk memberikan informasi, edukasi, dan konseling secara virtual atau tatap muka kepada calon pengantin yang akan melakukan pernikahan dalam waktu dekat.

“Kami menyadari upaya pencegahan stunting ini tidak dapat dilakukan oleh BKKBN aja, atau oleh kementrian agama saja, atau pemerintah daerah saja. Namun pencegahan stunting ini memerlukan sinergitas lintas sektoral dan seluruh elemen masyarakat untuk dapat bahu membahu mewujudkan generasi anak - anak kita yang sehat. Karena kepada anak anak inilah, masa depan bangsa ini dilanjutkan.” Ujar, H. Abdul Halim Muslih Bupati Kabupaten Bantul saat acara launching program Pendampingan, Konseling, dan Pemeriksaan Kesehatan.

Berdasarkan Peraturan Presiden nomor 72 tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting, Kebijakan pencegahan stunting dari hulu tertuang sebagai berikut:

  • Remaja dan Catin merupakan sasaran (pasal 3 poin a dan b)
  • Pendampingan semua Catin/Calon PUS merupakan kegiatan prioritas yang harus ada dalam Rencana Aksi Nasional (pasal 8 ayat (3))
  • Pendampingan semua Catin/Calon PUS wajib diberikan 3 (tiga) bulan pra nikah sebagai bagian dari pelayanan nikah (pasal 9 ayat (3))
  • Indikator “Cakupan calon PUS yang memperoleh pemeriksaan kesehatan sebagai bagian dari pelayanan nikah” dengan target 90 persen di tahun 2024 (lampiran A)


Data menunjukan masih terdapat remaja putri usia 15-19 tahun dengan kondisi berisiko kurang energi kronik sebesar 36,3 persen, wanita usia subur 15-49 tahun dengan risiko kurang energi kronik masih 33,5 persen dan mengalami anemia sebesar 37,1 persen.

Seperti diketahui, tingginya angka anemia dan kurang gizi pada remaja putri sebelum menikah sampai pada saat perempuan itu hamil berpotensi menghasilkan anak stunting. Oleh karena itu pencegahan stunting harus dilakukan sejak sebelum menikah. Hal ini dilakukan dengan alasan apabila ditemukan ketidaknormalan (kondisi patologis) bagi calon isteri maka dibutuhkan waktu sekitar tiga bulan untuk memperbaiki kondisi patologis tersebut.

Baca juga: BKKBN Berkolaborasi Gelar Kegiatan Pengabdian Masyarakat di 30 Provinsi seluruh Indonesia

Editor: Paul M Nuh

  • adv
  • bkkbn
  • generasi emas
  • pra nikah
  • stunting

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!