OPINI

Buang Energi

"Menelisik gestur Jokowi sampai soal pulpen sesungguhnya adalah suatu bentuk buang-buang energi dan menciptakan perdebatan yang tak jelas."

KBR

Jokowi, Ketua KPU, dan Prabowo pada debat capres ke dua
Capres Joko Widodo dan Prabowo Subianto serta Ketua KPU Arief Budiman menyanyikan Indonesia Raya sebelum debat putaran kedua. (Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay).

Debat Capres selesai, pergerakan meme pun dimulai. Dan seperti biasa, warganet merespons dengan kreativitas yang luar biasa. Salah satu yang muncul di media sosial adalah dugaan Jokowi memakai alat bantu komunikasi di telinganya. 

Ini bermula dari gestur menyentuh telinga yang beberapa kali dilakukan Jokowi. Lantas dihubungkan juga dengan Jokowi  yang memegang pulpen, tapi tak pegang kertas atau mencatat apa pun. Voila warganet pun menyimpulkan Jokowi pakai alat bantu dengar untuk mendapat bantuan jawaban yang diaktifkan dengan memencet pulpen. Luar biasa kan?

Jangan-jangan perseteruan cebong versus kampret memang telah begitu parah sampai mencerabut kewarasan kita. Menelisik gestur Jokowi sampai soal pulpen sesungguhnya adalah suatu bentuk buang-buang energi dan menciptakan perdebatan yang tak jelas. Padahal ada banyak sekali lempar data para capres yang lebih perlu ditelisik: mulai Prabowo  yang mengklaim banyak dana unicorn lari ke luar negeri sampai Jokowi yang mengklaim tidak ada kebakaran hutan dan lahan setelah tahun 2015. 

Mungkin ada baiknya warganet dibekali keterampilan untuk uji klaim fakta. Dengan begitu energi yang berlebih bisa disalurkan dengan positif, bukan ke soal alat bantu di telinga atau pulpen dengan fungsi tertentu. Dan paling tidak, menguji klaim capres akan ikut menyumbang pada upaya melawan hoax -- musuh yang mengintai di setiap perdebatan di antara kita.  

  • Jokowi
  • debat capres
  • Pilpres 2019
  • hoax

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!