KBR, Malang - Letusan Gunung Semeru di Lumajang, Jawa Timur menyebabkan 15 orang meninggal dan 27
dinyatakan hilang.
Lebih dari 1700 jiwa mengungsi di 15 titik pengungsian, di balai desa, masjid dan sekolah.
Salah seorang pengungsi di Desa Supit Urang, Kecamatan Pronojiwo, Kabupaten Lumajang Samsul Arifin mengatakan kejadian awan panas dan guguran material vulkanik berlangsung cepat. Tak ada peringatan lebih dulu.
"Meletus, kita lari di sini. Saya lebih awal di sini. Di belakang masih banyak. Saya lebih awal. Sampai di sini, alhamdulllah selamat," kata Samsul, Senin (6/12/2021).
Baca juga:
- PVMBG: Waspada, Masih Ada Potensi Awan Panas Guguran Gunung Semeru
- Penanganan Erupsi Semeru, Instruksi Presiden, dan Kendala Evakuasi
Kini, para korban yang mengungsi membutuhkan bantuan bahan makanan, selimut dan alas tidur. Desa Supiturang nyaris terisolasi, lantaran jembatan Gladak Perak yang menghubungkan Lumajang-Malang hancur.
Wilayah Supiturang lebih mudah dijangkau dari Kabupaten Malang. Sehingga bantuan dan relawan datang dari Malang.
Salah seorang relawan PMI Kabupaten Malang Wawan Supriyadi menjelaskan bantuan bisa disalurkan melalui posko dapur umum BPBD dan PMI.
"Kebutuhan mendasar keperluan bahan makanan tetap akan dikondisikan, belum bisa melakukan masak. Ada pelayanan dari DU PMI Kabipaten Malang dan Dapur Umum dari Tagana," kata Wawan.
Protokol kesehatan
Para pengungsi diminta mengikuti protokol kesehatan untuk mencegah penularan Covid-19. Namun, relawan tak bisa mengatur tegas sebab kondisi dan lokasi pengungsian tak memungkinkan menerapkan protokol kesehatan secara ketat.
"Beberapa meminta pengadaan maaker, tetap ada kesadaran pengungsi menggunakan masker. Ada abu, pakai masker. Jaga jarak dengan kondisi chaos begitu, tapi pengadaan hand sanitasier masih sadar, masyarakat antisipasi penularan Covid," kata Wawan.
Sebagian relawan tengah membantu warga korban letusan Gunung Semeru. Sebagian besar membantu dapur umum dan evakuasi korban. Sebanyak 27 orang dinyatakan hilang setelah guguran lava pijar dan awan panas dari Kawah Jonggring Saloko.
"Beberapa relawan bisa beraktivitas di daerah terdampak, yang lain menyebar di kantung pengungsian di masjid, rumah penduduk yang dipakai mengungsi,” kata Wawan.
Camat Pronojiwo Abdillah Irsyad menuturkan belum bisa mendata detail rumah rusak dan perkampungan yang ditinggalkan mengungsi. Lantaran guguran awan panas masih kerap terjadi dan berbahaya.
"Rumah rusak belum assessment, belum berani karena guguran awan panas masih muncul. Komunikasi terputus kita. Tidak bisa menjangkau keluar. Kecuali mendekat ke Candipuro,” kata Abdillah.
Abdillah meminta warga di kaki Gunung Semeru untuk tetap di lokasi pengungsian. Warga diminta menahan diri untuk kembali ke rumah, khawatir terjadi peningkatan aktivitas vulkanik yang berbahaya.
Editor: Agus Luqman