BERITA

Hutan Mangrove Berkurang, Tangkapan Nelayan Segara Anakan Minim

"Pendangkalan juga menjadi alasan lain tangkapan ikan berkurang."

Muhamad Ridlo

Hutan Mangrove Berkurang, Tangkapan Nelayan Segara Anakan Minim
Pembalakan Hutan Mangrove Segara Anakan, Cilacap, Jawa Tengah. (Foto: Muhamad Ridlo/KBR)

KBR, Cilacap– Berkurangnya luasan hutan mangrove di wilayah Kampung Laut di Kawasan Segara Anakan, Cilacap, Jawa Tengah menyebabkan hasil tangkapan nelayan semakin minim.

Tokoh Nelayan Ujung Gagak, Kampung Laut, Suman Supriyadi mengatakan laju kerusakan hutan mangrove di Kawasan Hutan Mangrove dari tahun ke tahun semakin cepat lantaran eksploitasi kayu mangrove yang dilakukan masyarakat. Warga menebang kayunya untuk kayu bakar dan bahan bangunan.

Suman menjelaskan berkurangnya luasan hutan itu berakibat pada hilangnya ekosistem ikan untuk berkembang biak. Hal ini menyebabkan ikan semakin susah didapat.

Dia menyebut minimnya hasil tangkapan nelayan juga disebabkan oleh sedimentasi di segara anakan yang mengakibatkan pendangkalan dan berkurangnya luasan segara anakan.

"Air tawar yang keluar dari sungai Citanduy maupun Cimeneng membawa sedimentasi keluar dari Citanduy. Sedimentasi yang keluar dari Citanduy itu mengendap dan menyebabkan pendangkalan. Mangrove berkurang dan gundul karena banyak dimanfaatkan oleh masyarakat itu sendiri sehingga luasan mangrove berkurang," ujarnya.

Suman Supriyadi menambahkan, tangkapan nelayan Kampung Laut hanya berkisar antara 5 kilogram hingga 20 kilogram saja. Padahal, saat hutan mengrove masih bagus, nelayan bisa mendapat 50 kilogram hingga 70 kilogram ikan dan udang dengan mudah.

Dia menjelaskan pada tahun 1970-an, luasan hutan mangrove adalah 15 ribu hektar. Namun kini, hanya tersisa 8 ribu hektar saja, atau berkurang separuhnya. Dari 8 ribu hektar, kata dia, separuhnya sudah dalam kondisi rusak parah.

Selain menyebabkan berkurangnya tangkapan nelayan, sedimentasi dan pendangkalan segara anakan juga menyebabkan banjir tahunan di sejumlah daerah. Banjir disebabkan mendangkalnya pintu keluar air dari dua sungai besar yang mengalir, Citanduy dan Cimeneng. 

Editor: Dimas Rizky

  • mangrove
  • nelayan
  • pembalakan liar

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!