NUSANTARA

Dengan Tempe, Bidan Harmi Entaskan Gizi Buruk

"KBR68H- Tempe selalu diidentikan sebagai makanan pinggiran, makanan orang kecil, tak bergizi. Namun siapa sangka butiran-butiran kedelai yang disulap menjadi tempe itu justru menjadi penyelamat anak-anak yang hidup dalam kondisi gizi buruk."

Suryawijayanti

Dengan Tempe, Bidan Harmi Entaskan Gizi Buruk
tempe, bidan harmi, gizi buruk, semarang

KBR68H- Tempe selalu diidentikan sebagai makanan pinggiran, makanan orang kecil, tak bergizi. Namun siapa sangka butiran-butiran kedelai yang disulap menjadi tempe itu justru menjadi penyelamat anak-anak yang hidup dalam kondisi gizi buruk. Bidan Deborah Harmi sudah membuktikannya, mengentaskan gizi buruk balita di sekitar kiniknya.

Mereka adalah anak-anak yang tinggal di kawasan kumuh dan padat penduduk di Kampung Gasem Sari. Kebanyakan warga yang tinggal di sini adalah warga miskin dan korban penggusuran.

Gizi buruk erat kaitannya dengan kemiskinan. Itu sudah jamak dimana-mana. Bagaimana mau memberi makan yang layak, jika untuk membelinya terbentur dengan minimnya uang.

Tapi yang namanya orang Indonesia, kebanyakan berpikiran makanan bergizi itu tak jauh-jauh dari daging, ikan, telur yang tentu saja harganya jauh lebih mahal dibandingkan tempe.

Mengubah pandangan itu bukan perkara yang gampang. Penyuluhan tidak kurang-kurang dilakukan. Tapi penyuluhan itu tidak cukup. Harus ada gebrakan, harus dituntun dan dibimbing.

Maka Bidan Deborah berinisiatif mencari pembuat tempe, ibu-ibu yang memiliki balita dikumpulkan. Diajari cara membuat tempe, sembari diselipi masukan pentingnya tempe bagi tumbuh kembang anak.

Tempe-tempe disulap menjadi makanan yang kreatif, tidak melulu digoreng, tetapi juga dibuat perkedel, kue, keripik dan sebagainya. Tidak hanya diajari membuat tempe dan variannya. Bu Bidan juga menggelontorkan uang untuk modal usaha untuk keluarga yang memiliki anak dengan kekurangan gizi. Dengan pemasukan tambahan, maka bisa juga digunakan untuk membeli susu bagi anaknya.

Bahkan Deborah juga mengucurkan modal sebesar 150 ribu rupiah untuk wirausaha tempe. Yang disasar adalah keluarga yang memiliki anak dengan gizi buruk.

"Semua memang dari saya, dari hati saya sendiri. Tapi kita harus pantau, ini perlu gak dikasih, mampu gak, kalau tidak mampu ya diberi. Ini bukan untuk mendongkrak agar populer. Ya saya membantu dari hati saja,"katanya.
 
Kerja keras Deborah mengurangi angka kematian anak akibat gizi buruk tidak sia-sia. Selama hampir setengah tahun program dijalankan pada 2010, tercatat 11 balita terbebas dari gizi buruk.

Hasilnya? 11 anak yang sebelumnya sudah divonis gizi buruk, berhasil lolos dari garis merah itu. Naura Sabita Putri, balita berusia hampir 3 tahun, dulu tidak bisa jalan, kakinya lemas, badannya kurus. Tetapi sekarang ibunya kewalahan mengejar kesana kemari.

Dulu anak ini sering di rumah sakit sampai di ICU dua kali karena selalu kejang, bahkan panasnya sampai 41,7. Dulu mau jalan, trus kejang, lalu lemes lagi,"ujar sang ibu, Hendriyani.

Dinda Cahaya Yuniska, sebelum ditangani Bidan Deborah seminggu sekali ke puskesmas karena tidak doyan makan. Namun kini dia ceria kesana kemari.

"Ini dulu kurang gizi, makannya susah, kurus sekali. Sekarang sudah mau makan. Kakaknya bahkan sampai sekarang tidak bisa jalan. Karena pengaruh gizi yang sudah menyerang kemana-mana, dan bisa melumpuhkan,"kata Nurul Desi menjelasnya kondisi anaknya.
 
Nurul Desi menuturkan dulu dia rutin membawa anaknya ke puskesmas karena sakit. Namun semenjak bertemu Bidan Deborah, sudah sangat jarang dia membawa anaknya berobat.

"Dulu hampir sebulan sekali sakit, setelah ada penyuluhan saya ke sini. Sekarang Alhamdulilah sudah sangat jarang sekali ke puskesmas. Sekarang juga dia doyan susu, padahal dulu tidak mau,"tambahnya.

Dalam keseharian, Bidan Deborah juga tidak memasang tarif bagi keluarga miskin yang menjadi pasiennya. Tak jarang mereka yang datang, berutang terlebih dahulu untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Lucunya Bidan Deborah juga sering didatangi oleh pasien umum yang mengeluh darah tinggi hingga asam urat.
 
"Hati saya tidak bisa begitu saja membiarkan. Ya ini kepedulian. Jadi mau tidak mau saya tetap buka konseling. Itu saya buka untuk umum, mereka bisa datang, dan saya tidak pungut biaya sama sekali,"ujarnya.

Keikhlasan dan perjuangan Bidan Deborah dalam menekuni profesinya inilah yang membuatnya diganjar berbagai penghargaan. Tak hanya di tingkat lokal, di tingkat nasional pun dia menjadi inspirasi bagi para bidan lainnya.

Tempe telah membawanya menjadi bidan terbaik pada Srikandi Award 2010 dalam mengurangi tingkat kematian anak.

  • tempe
  • bidan harmi
  • gizi buruk
  • semarang

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!