NUSANTARA

Nasib Buruh di Jabar, Sudah Jatuh Tertimpa Tangga

""Yang paling parah itu PHK yang dipermudah, membuat daya tawar para pekerja kepada perusahaan semakin kecil, semakin rendah gitu. Jadi PHK itu tidak perlu lagi melapor kepada Dinas Tenaga Kerja,""

Arie Nugraha

Foto udara massa buruh, petani dan nelayan saat peringatan Hari Tani Nasional di depan Gedung DPR/MP
Foto udara massa buruh, petani dan nelayan saat peringatan Hari Tani Nasional di depan Gedung DPR/MPR Jakarta, Selasa (27/9/22). (Foto: Antara/Galih Pradipta)

KBR, Bandung - Serikat Pekerja Nasional (SPN) Provinsi Jawa Barat mengibaratkan nasib buruh di provinsi itu seperti peribahasa sudah jatuh tertimpa tangga.

Menurut Ketua SPN Jawa Barat, Dadan Sudiana, saat ini buruh dihadapkan dengan permasalahan kenaikan harga bahan bakar minyak, diberlakukannya Undang-undang Cipta Kerja oleh perusahaan, meski inkonstitusional atau bertentangan dengan undang-undang dasar, pandemi covid-19 yang belum selesai, hingga tidak naiknya Upah Minimum Kota (UMK).

"Yang paling parah itu PHK (Pemutusan Hubungan Kerja, red) yang dipermudah, membuat daya tawar para pekerja kepada perusahaan semakin kecil, semakin rendah gitu. Misalkan gini, perusahaan hanya karena menghindari kerugian, belum rugi, dia sudah boleh PHK itu di Undang-undang Cipta Kerja. Jadi PHK itu tidak perlu lagi melapor kepada Dinas Tenaga Kerja, hanya cukup dengan misalnya izin dari serikat pekerjanya," ujar Dadan saat dihubungi KBR di Bandung, Rabu (5/10/2022).

Data SPN Jabar, sekitar 40 ribu buruh anggota mereka di provinsi itu yang dipecat perusahaannya dua tahun terakhir.

Deden menjelaskan, alasan pemecatan di antaranya tutupnya perusahaan imbas pandemi covid-19, PHK dan alasan pemangkasan jumlah karyawan. 

Selain PHK, lanjut Deden, saat dipecat buruh hanya memperoleh satu kali uang pesangon, tidak lagi dua kali uang pesangon. Saat bekerja pun, hak buruh sudah dipangkas. Salah satunya pengurangan jam lembur dan semakin legal dan maraknya tenaga paruh waktu.

Berita terkait:

"Angka pemecatan tersebut baru anggota SPN, belum dari serikat lain atau buruh yang tidak masuk organisasi. Itu sangat memberatkan kondisi bertahan hidup buruh kini. Ditambah harga BBM naik, kan tambah sulit. Makanya kami menolak kenaikan harga BBM oleh pemerintah. Semakin memberatkan," katanya.

"Untuk itu kami menolak tegas kenaikan tentang harga BBM. Dan kata ada BLT, syaratnya itu belum tentu tepat sasaran. Karena data yang dipakai oleh pemerintah diambil dari BPJS Tenaga Kerja. Sementara banyak buruh di Jawa Barat yang tidak menjadi anggota BPJS Tenaga Kerja," imbuh Dadan Sudiana.

Editor: Kurniati Syahdan

  • buruh
  • upah buruh
  • SPN
  • buruh jabar
  • UU Ciptaker
  • PHK
  • PHK buruh

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!