PILIHAN REDAKSI

Bank Indonesia, Galakkan Uang Elektronik Untuk Santri di Pesantren

Eka Jully

Bank Indonesia, Galakkan Uang Elektronik Untuk Santri di Pesantren
Ilustrasi : Suasana pesantren Daarut Tahiid, Bandung ( foto: kopontrendt.com)

Saat ini, adakah saudara atau anak Anda yang menempuh pendidikan di pesantren? Nah, karena orang tua ingin mencari pesantren yang berkualitas baik, tak jarang memilih pesantren yang berada di luar kota, seperti di Jawa, Sulawesi, Kalimantan dan lain-lain. Dalam satu pesanteren, santri-santri tak hanya berasal dari dalam kota saja tapi dari berbagai provinsi.

Kalau sudah begini, urusan mentransfer uang untuk biaya hidup dan pendidikan sang buah hati, dilakukan setiap bulan. Repot, kah?


Nah, untuk itulah, sudah setahun ini Bank Indonesia menggalakkan layanan keuangan digital melalui penggunaan uang elektronik di pesantren-pesantren yang ada di Indonesia. Menurut Deputi Direktur Program Elektronifikasi dan Keuangan Inklusif  BI Ricky Satria, tujuannya tentu untuk memudahkan pembayaran biaya pendidikan dan biaya hidup para santri yang selama ini dilakukan secara manual.


“Selama ini pembayaran yang dilakukan oleh orang tua melalui ATM atau wesel pos. Dan mereka datang ke kantor cabang untuk antri. Nah, kalau tak ada bank, maka orang tua butuh waktu mencari bank, begitu pula letak kantor pos yang hanya berada di tempat tertentu. Lagipula jika pengiriman uang memakai wesel pos, memerlukan waktu lama, bisa 3-4 hari, bahkan ada yang 7 hari. Selain itu, Bank dan kantor pos tak buka jika  Sabtu dan Minggu, jadi tidak fleksibel,” ujarnya saat berbincang bersama KBR di Program KBR Pagi, Kamis (29/10/2015).


Ia menambahkan, kekurangan jika transfer uang via ATM adalah tak ada bukti siapa nama yang  mentransfer dan ini tentu menyulitkan. Selain itu, pihak pesantren juga belum punya alat untuk mengecek siapa santri yang belum membayar. Kecuali orang tua santri yang memberikan kabar.


“Belum lagi untuk biaya hidup anak untuk membeli buku, foto copy, yang selama ini menggunakan tunai. Dan oleh pihak pesantren uang yang dikirim dari orang tua mereka, dibagikan secara cash. Nah, jika santrinya berjumlah 500.000-an, bayangkan harus antri berapa lama, belum lagi untuk makan setiap hari di kantin, ini harus antri lagi karena menggunakan uang cash. Dan jika ditransfer di ATM juga harus antri untuk mengambilnya, ”jelasnya.


Nah, jika santri menggunakan uang elektronik, kata Ricky, tentu hal-hal diatas tak akan terjadi. Waktu santri yang terbuang untuk antri di ATM pun, lebih baik digunakan untuk belajar. Lagi pula, uang cash rawan hilang.


Salah satu pesantren yang mulai menggunakan uang elektronik Bank Indonesia adalah Pesantren Daarut Tauhiid, Bandung. Permasalahan yang dialami pesantren ini, kata Ricky, sama persis dengan yang dialami pesantren lainya dalam hal transfer uang  untuk biaya pendidikan dari orang tua. 


Nah, untuk mendukung penggunaan uang elektronik, saat ini sudah ada 3 agen uang eletronik di sekitar pesantren Daarut Tauhiid. Yang dijadikan agen adalah toko buku, toko hijab dan supermakarket. Dan beberapa toko lainnya dijadikan merchant. Nantinya, menurut Ricky, akan dikembangkan 30 titik di unit usaha Darul Tauhiid.


Uang elektronik adalah media yang dapat digunakan oleh masyarakat untuk bertransaksi, seperti pembayaran dan transfer. Untuk memilikinya, menurut Ricky, masyarakat harus mendaftar kepada penyelenggara melalui agen LKD. Nilai uang elektronik sama dengan nilai uang yang disetor kepada agen. Pemakaiannya bisa dengan mengunakan kartu, atau melalui handphone.


Uang elektronik, bisa juga digunakan untuk penyaluran zakat yang dilakukan oleh pesantren. Selama ini, banyak pesantren yang melakukannya secara cash ke penerimanya. Jika penyaluran  zakat menggunakan uang elektronik, tentu bisa menghemat waktu oprasional.


Nah, untuk tahu lebih dalam soal uang elektronik, ada penjelasannya di sini  dan di sini

  • uang elektronik
  • Layanan Keuangan Digital
  • bank Indonesia
  • Pesantren

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!