NUSANTARA

Walkot Cilegon: Izin Pembangunan Gereja HKBP Maranatha Masih Diproses

"Wali kota Cilegon, Helldy Agustian mengatakan pembangunan gereja itu masih belum memenuhi syarat Peraturan Bersama Menteri (PBM) Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 dan 9 Tahun 2006."

Muthia Kusuma

pembangunan gereja
Ilustrasi. (Foto: KBR)

KBR, Jakarta - Pemerintah Kota Cilegon, Jawa Barat memastikan pengajuan izin pembangunan Gereja HKBP Maranatha di Cikuasa, Gerem, Cilegon, Banten masih dalam proses di tingkat kelurahan.

Wali kota Cilegon, Helldy Agustian mengatakan, pembangunan gereja itu masih belum memenuhi syarat Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 dan 9 Tahun 2006.

Karenanya ia turut menandatangani penolakan pembangunan Gereja tersebut.

"Intinya bahwa masyarakat Kota Cilegon pada saat itu berkeinginan seperti itu (menolak pembangunan gereja). Karena sebelumnya kan sudah ada yang namanya dari Ketua DPRD dan wakilnya juga. Karena itu, satu, kami memang selaku Wali Kota Kota Cilegon, perihal mengenai kondusifitas tentunya terus kemudian bahwa tugas kami selaku Pemerintah Kota Cilegon sesuai dengan Undang-Undang 23 tahun 2014 pasal 12 menjaga ketertiban dan keamanan," ucap Helldy usai menghadap Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas pada Rabu, (14/9/2022).

Baca juga:

Sebelumnya Helldy merinci persyaratan yang belum terpenuhi yakni validasi dukungan masyarakat sekitar lokasi gereja, rekomendasi Kemenag Cilegon, dan rekomendasi Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB).

Menurutnya persyaratan itu harus dipenuhi sebelum mengajukan pembangunan gereja.

Adapun tanda tangan penolakan pendirian Gereja HKBP Maranatha itu diterbitkan pada 7 September 2022.

Selain Walkot Helldy, yang menandatangani surat itu adalah tokoh masyarakat, tokoh pemuda dan organisasi masyarakat setempat.

Editor: Agus Luqman

  • Gereja Cilegon
  • Cilegon
  • rumah ibadah

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!