BERITA

90 Persen KTP Calon TKI asal Kupang Palsu

""Sekarang ini tidak bisa lagi untuk (pembuatan) dokumen-dokumen palsu. Karena beda satu huruf saja, jangankan beda satu huruf, beda spasi saja ditolak di sistem.""

Silver Sega

90 Persen KTP Calon TKI asal Kupang Palsu
Ilustrasi KTP Elektronik. (Foto: kemdagri.go.id)



KBR, Kupang - Badan Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) Nusa Tenggara Timur mengklaim 90 persen Katu Tanda Penduduk (KTP) calon Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal Kabupaten Kupang palsu.

Kepala BP3TKI NTT Tato Tirang mengatakan, tidak hanya calon TKI yang KTP nya palsu, tetapi juga kepala cabang Perusahaan Pengerah Jasa Tenaga Kerja Indonesia atau PJTKI ber-KTP tidak resmi.


"Memang waktu baru mulai itu 90 persen KTP calon TKI adalah palsu. Dari Kabupaten Kupang, termasuk seorang kepala cabang perusahaan KTP-nya palsu. Saya tanya, 'ini KTP keluar dimana?' Jawabanya, itu KTP keluar di Imigrasi. Coba, KTP bisa keluar di Imigrasi," kata Tato Tirang di Kupang, Rabu (3/8/2016).


"Sekarang ini tidak bisa lagi untuk (pembuatan) dokumen-dokumen palsu. Karena beda satu huruf saja, jangankan beda satu huruf, beda spasi saja ditolak di sistem. Karena KTP yang keluar dari kabupaten, kami proses orang itu, sebelumnya sudah harus direkam datanya di dinas kabupaten kota," lanjut Tato Tirang.


Kepala  BP3TKI Nusa Tenggara Timur Tato Tirang menambahkan pemalsuan dokumen terjadi sebelum Agustus 2014.


Sejak Agustus 2014, BP3TKI sudah menerapkan sistem Online dalam pengurusan dokumen administrasi bagi para calon Tenaga Kerja Indonesia. Dia mengatakan penerapan sistem ini untuk menghindari pemalsuan dokumen calon TKI.


Editor: Agus Luqman

 

  • KTP palsu
  • Kupang
  • NTT
  • Nusa Tenggara Timur
  • TKI
  • calon TKI
  • buruh migran
  • pemalsuan dokumen TKI

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!