BERITA
Muktamar, 29 PWNU Desak Sidang Pleno LPJ Diulang
"Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan panitia Muktamar diminta mengulang kembali sidang Pleno laporan pertanggung jawaban (LPJ)."
Muji Lestari
KBR, Jombang - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan panitia Muktamar
diminta mengulang kembali sidang Pleno laporan pertanggung jawaban
(LPJ). Hal itu lantaran sidang LPJ yang dilaksanakan senin malam
kemarin dilakukan tanpa memberi kesempatan peserta Muktamar
menyampaikan pandangan umum atas LPJ PBNU.
Desakan itu disampaikan oleh hampir seluruh pengurus wilayah. Mereka,
menyesalkan langkah pimpinan sidang yang dinilai melakukan rekayasa
penerimaan LPJ dihadapan seluruh seperta Muktamar. Sekretaris PWNU Papua Barat, Syahruddin Makki menyebut, rekayasa itu
antara lain dengan tidak memberikan waktu kepada peserta untuk
memberikan tanggapan LPJ dan merekayasa forum seolah menyetujui LPJ
padahal yang bersuara diduga bukan peserta resmi Muktamar.
"Jadi dari awal pembentukan tata aturan dalam proses persidangan sudah
rancu semua, harusnya diwakili oleh PC maupun PW sehingga ketika LPJ
diterima atau ditolak itu bisa dinyatakan demisioner, nah oleh karena
itu kami ada sebuah pemandangan umum dari seluruh PW yang ada di
Muktamar ini", kata Syahruddin Makki, saat jumpa pers di Media center
Muktamar NU, Selasa (4/8/2015).
Setelah sidang pleno tata tertib disahkan, agenda Muktamar dilanjutkan dengan laporan pertanggung jawaban (LPJ) PBNU masa khidmat 2010-2015 dan pandangan umum atas LPJ PBNU serta jawaban atas pandangan umum LPJ PBNU.
Menurut Wakil Ketua Bahtsul Masail PBNU, KH Cholil Nafis, dari sekitar 33 PWNU, 29 menolak klaim PBNU soal LPJ yang telah diterima para peserta karena belum ada pandangan umum Pengurus wilayah dan cabang atas LPJ.
Editor: Malika
- Muktamar NU
- Muktamar NU 33 Jombang
- LPJ PBNU
- Peserta Mukatamar NU
Komentar
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!