BERITA

Simbol Bali Desak Polda Hukum Mati Pembunuh Engeline

"I Made Suwardana koordinator Solidaritas Masyarakat Bali For Engeline (Simbol Bali) mengatakan bahwa menerapkan undang-undang perlindungan anak ini tidak cukup efektif."

Yulius Martony

Simbol Bali Desak Polda Hukum Mati Pembunuh Engeline
I Made Suwardana koordinator Solidaritas Masyarakat Bali For Engeline (Simbol Bali). Foto: Yulius Martony KBR

KBR, Bali- Belasan advokat muda Bali mendatangi Polda Bali guna beri dukungan pengusutan kasus Engeline. I Made Suwardana koordinator Solidaritas Masyarakat Bali For Engeline (Simbol Bali) mengatakan menerapkan Undang-undang Perlindungan Anak ini tidak cukup efektif. Ia meminta kepolisian menggunakan Undang-undang pasal 340 KUHP karena ancamannya hukuman mati. Mereka mengkritisii bila pasal penganiayaan yang menyebabkan kematian, hanya bisa dihukum maksimal 15 tahun.

"Tanggapannya akan mempelajari legal opinion kita, tadi sudah kita sampaikan sesegera mungkin memperdalam penyidikan itu kemudian dalam waktu yang tidak terlalu lama karena ada masa penahanan ini penyidikan akan, kita berharap akan ada dan rasanya tersangka baru", ujarnya.

Kata dia ada hubungan hukum antara satu peristiwa dengan peristiwa lain yang harusnya diselidiki dan dipertajam misalnya hubungan seluler juga kehadiran tersangka AG di sana apakah didatangkan untuk maksud tertentu. Kata dia banyak hal yang sudah disampaikan kepada Kapolda Bali. Simbol Bali terdiri dari Himpunan Advokat Muda Indonesia (HAMI) Bali.

Hingga saat ini kepolisian Bali baru menetapkan satu tersangka AG dalam kasus pembunuhan Engeline dan satu tersangka M ibu angkat Engeline dalam kasus penelantaran anak. Engeline ditemukan tewas terkubur dibelakang rumah orang tua angkatnya pada 10 Juni lalu. 

Editor: Dimas Rizky

  • Solidaritas Engeline
  • Advokat muda Bali
  • Kasus Engeline
  • perlindungan anak

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!