BERITA

Belum Ada Perguruan Tinggi Ilegal di NTT

"Jika terbukti ilegal, perguruan tinggi tersebut harus ditutup."

Silver Sega

Belum Ada Perguruan Tinggi Ilegal di NTT
Menteri Ristek dan Pendidikan Tinggi M Nasir. Foto: Antara

KBR, Kupang- Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur masih menunggu verfikasi dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi DIKTI soal perguruan tinggi ilegal. Juru bicara gubernur NTT Lambert Ibi Riti mengatakan, jika terbukti ilegal, perguruan tinggi tersebut harus ditutup. Meski begitu dia menyebut tak ada pelanggaran administrasi yang dilakukan perguruan tinggi di NTT.

"Ijin operasional itu jelas itu dikeluarkan oleh Dikti. Dan karena itu apabila penyelenggara pendidikan tinggi baik itu Yayasan yang tidak memiliki ijin operasional dari Dikti itu mesti mendapatkan sanksi administrasi sampai pada penutupan menutup perguruan tinggi tersebut. Apakah Akademi dan lain-lain. Dan sampai pada hari ini kita belum mendapatkan keputusan Dikti tentang perguruan tinggi yang tidak memiliki ijin operasional," kata Lambert Ibi Riti di Kupang Senin (25/5/2015).


Sebelumnya komisi Pendidikan DPRD NTT minta pemerintah NTT mendata perguruan tinggi ilegal di daerah itu. Anggota Komisi Pendidikan DPRD NTT, Jimi Sianto mengatakan pemerintah NTT perlu terus memantau keberadaan Perguruan Tinggi di NTT, terutama perguruan tinggi swasta yang kian marak hadir. Data dari pemerintah NTT menyebutkan hingga tahun lalu di NTT terdapat 57 perguruan tinggi.


Dari 57 perguruan tinggi, Universitas Nusa Cendana menempati peringkat teratas dari sisi jumlah mahasiswa yakni 16.542 orang, menyusul Universitas PGRI Kupang 14.201 mahasiswa. Terendah adalah Akademi Kebidanan Santa Elisabeth Kefamenanu dengan 16 mahasiswa dan STKIP Cipta Bina Bangsa 18 mahasiswa.

Editor: Malika

  • Perguruan Tinggi
  • Ilegal
  • Pendidikan
  • NTT
  • Kupang

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!