NUSANTARA

Gubernur Papua: Kami Tak Akan Ikuti Adat

"Pertemuan yang dinanti itu pun tiba. Setelah berperang hampir empat bulan lamanya, dua suku yang bertikai di Kabupaten Mimika, Papua, yakni Suku Moni dan Dani bertemu di Timika, hari ini (26/5)."

Katharina Lita

Gubernur Papua: Kami Tak Akan Ikuti Adat
Gubernur Papua, Bayar Kepala

KBR, Timika – Pertemuan yang dinanti itu pun tiba. Setelah berperang hampir empat bulan lamanya, dua suku yang bertikai di Kabupaten Mimika, Papua, yakni Suku Moni dan Dani bertemu di Timika, hari ini (26/5).

Kedua suku bertemu atas inisiatif Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkompinda) Papua untuk menghentikan pertikaian sejak awal tahun ini.  Pertemuan digelar di Rumah Negara Bupati Mimika, Satuan Pemukiman 3, Kampung Karang Senang, Distrik Kuala Kencana.

Hadir dalam pertemuan ini sejumlah bupati di wilayah pegunungan tengah; Kapolda Papua, Tito karnavian beserta dengan Wakapolda Papua, Paulus Waterpau; Panglima Kodam Cenderawasih Christian Zebua dan muspida lainnya.

Dalam pertemuan ini, Gubernur Papua Lukas Enembe menegaskan tak akan melakukan pembayaran kepala, bagi suku yang menjadi korban dalam pertikaian. Sebab ‘pembayaran kepala’ tidak pernah menyelesaikan masalah.

“Katakan ‘bayar kepala’, ya pemerintah tidak mungkin ikuti adat, karena ini bukan jangan menjadi tradisi, setiap orang perang suku, pemerintah selesaikan, itu tidak akan menyelesaikan akar persoalan,” kata Enembe di Timika, Senin (26/5).

‘Bayar kepala’ kerap digunakan suku di Papua sebagai ganti rugi pada warganya yang luka atau tewas dalam sebuah konflik.

Pemerintah daerah, kata Enembe, akan menyerahkan ke penegak hukum jika kedua suku yang bertikai mengingkari kesepakatan. Pihaknya, lanjut Enembe, juga tidak akan memulangkan kedua suku tersebut ke kabupaten asalnya masing-masing. “Pemda akan membagikan tanah ulayat yang selama ini diperebutkan oleh kedua suku itu dengan cara adil,” ujar dia. 

Untuk menyelesaikan konflik tersebut, kata Enembe, Pemda Papua membentuk tim penyelesaian konflik. Tim ini diharapkan bisa mendamaikan kedua belah pihak yang bertikai paling lama dua bulan. Di saat penyelesaian perdamaian itu, kedua suku dilarang berperang.

Konflik di Mimika yang terjadi 29 Januari lalu, menewaskan sekitar 19 orang dan ratusan lainnya luka-luka. Warga yang bertikai selalu menyelesaikan masalah tersebut dengan cara berperang dengan senjata tajam, tombak dan panah. Namun, akar masalahpun akhirnya tak pernah selesai.

Akar masalah konflik di Mimika, tepatnya di Kampung Jayanti Iwaka adalah memperebutkan tanah di sekitar lahan irigasi yang berada di jalan trans Mimika-Paniai. Kepolisian setempat menduga perebutan lahan ini ada aktor intelektual yang mendalanginya, sebab nilai ekonomis sangat menguntungkan pada lahan tersebut. 

Editor: Anto Sidharta

Baca juga: Tokoh Gereja: Polisi Tak Serius Tangani Konflik Mimika

  • Gubernur Papua
  • Bayar Kepala

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!