NUSANTARA

5 Tahun Terakhir, Bencana Longsor di DIY Capai 2.186 Kali

"Secara kumulatif dalam lima tahun, bencana tanah longsor terjadi sebanyak 2.186 kali dengan jumlah terbanyak di Kabupaten Kulon Progo, disusul Bantul, Gunungkidul, Sleman dan Kota Yogyakarta."

Ken Fitriani

longsor
Tim SAR mencari korban longsor pembangunan talud di Wedomartani, Ngemplak, Sleman, DI Yogyakarta, Selasa (3/1/2023). (Foto: ANTARA/Hendra Nurdiyansyah)

KBR, Yogyakarta – Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DIY mencatat selama 2022 terjadi 1.817 peristiwa kebencanaan.

Bencana tersebut didominasi oleh gempa bumi. Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, frekuensi bencana tanah longsor di DIY mengalami peningkatkan.

Kepala Pelaksana BPBD DIY, Biwara Yuswantana mengatakan, data dari BPBD DIY mencatat bencana tanah longsor pada tahun 2018 terjadi 147 kejadian, tahun 2019 meningkat menjadi 506 kejadian, tahun 2020 terjadi 475 kejadian, tahun 2021 terjadi 351 kejadian dan pada tahun 2022 meningkat menjadi 707 kejadian.

Secara kumulatif dalam lima tahun, bencana tanah longsor terjadi sebanyak 2.186 kali dengan jumlah terbanyak di Kabupaten Kulon Progo, disusul Bantul, Gunungkidul, Sleman dan Kota Yogyakarta.

"Tren ini, tren peningkatan tanah longsor ini segera perlu jadi perhatian kita semua terutama pada kawasan-kawasan yang memang itu dipetakan dalam Perda RTRW tahun 2019 sebagai kawasan tanah longsor," katanya dalam konferensi pers di kantor BPBD DIY, Selasa (7/2/2023).

Baca juga:


Biwara menjelaskan, zona rawan bencana termasuk longosor yang dipetakan dalam Peraturan Daerah (Perda) Tahun 2019-2039 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah DIY meliputi beberapa kawasan, antara lain di Kokap, Kalibawang, Kecamatan Samigaluh dan Girimulyo yang berada di Kabupaten Kulon Progo.

Sementara di Kabupaten Gunungkidul meliputi Semin, Ponjong dan Patuk. Oleh sebab itu, BPBD DIY lebih memberikan edukasi bagi masyarakat di kawasan tersebut agar mampu melakukan mitigasi bencana secaa mandiri.

"Kalau hanya tergantung pada alat sistem peringatan dini (Early Warning System/EWS) di kawasan longsor itu jumlahnya sangat terbatas. Di Kulon Progo hanya ada 3 unit EWS online dan 39 EWS manual yang masing-masing hanya mampu menjangkau radius 100 meter," tandasnya.

Menurut Biwara, meningkatnya frekuensi bencana tanah longsor ini disebabkan oleh dua factor utama, yaitu kondisi tanah yang rawan longsor dan curah hujan yang tinggi.

Karenanya, ia akan melakukan kajian lebih mendalam terhadap tren tersebut di kawasan yang mengalami peningkatan kejadian.

"Lokasi yang pernah mengalami longsor konisi tanahnya biasanya semakin rentan atau lapuk sehingga daya ikat tidak seperti sebelum mengalami longsor," tandasnya.

Biwara mengungkapkan, untuk mengantisipasi terjadinya banyak korban pada saat terjadi bencana, saat ini BPBD DIY bersama dengan BPBD kabupaten/kota tengah menggencarkan pembentukan Desa Tangguh Bencana (Destana), Kalurahan Tangguh Bencana (Kaltana) dan Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB) di seluruh wilayah DIY.

"Sudah ada 326 Destana dan Kaltana yang terbentuk, SPAB ada 210 sekolah pada tahun 2022 kemarin," ujarnya.

Manajer Pusat Pengendalian Operasi BPBD DIY, Lilik Andi Aryanto menambahkan, saat ini BPBD Gunungkidul sedang melakukan riset bersama Pusat Studi Bencana Alam Universitas Gadjah Mada (PSBA UGM) terkait pemicu tanah longsor.

Selain itu, Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) juga siap bekerja sama untuk melakukan riset.

"Dari BPPTKG juga menawarkan ke kami. Mereka siap membantu untuk melakukan riset," pungkasnya.

Editor: Agus Luqman

  • longsor
  • DIY
  • yogyakarta
  • bencana alam
  • BPBD

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!