NASIONAL

Dua Kunci Mengatasi Penyebaran Virus Covid-19

""Dua hal yang menjadi kunci dari permasalahan ini, yaitu bagaimana kebijakan regulasi dari pemerintah dan bagaimana perilaku masyarakat Indonesia." "

Elysa Rosalina

Dua Kunci Mengatasi Penyebaran Virus Covid-19
Ilustrasi: Razia protokol kesehatan Covid-19 di Surakarta, Jateng (12/10). (KBR/Yudha)

KBR, Jakarta- Organisasi Kesehatan PBB WHO menetapkan standar pemeriksaan satu orang tiap seribu penduduk/ pekan. Jika Indonesia memiliki 267 juta penduduk, maka target pemeriksaan seharusnya mencapai 267.000 orang/ pekan.

Jika kemampuan testing Indonesia dengan rata-rata 30.000 orang perhari, maka dalam sepekan menghasilkan jumlah testing 231.000 orang. Dengan demikian, kondisi testing COVID-19 di Indonesia, belum memenuhi standar WHO.

Menurut Dokter Adib Khumaidi, Ketua Tim Mitigasi Pengurus Besar Ikatan Dokter Inodnesia (PB IDI), di Indonesia, sebagian besar tempat untuk melaksanakan Polymerase Chain Reaction (PCR) berada di DKI. Wilayah selain Jakarta masih sangat minim tempat PCR. Hal ini dipengaruhi oleh banyaknya daerah di Indonesia dengan kemampuan yang juga berbeda-beda, sehingga membuat Indonesia sulit mencapai standar testing WHO.

“Kurangnya tempat pemeriksaan ini dipengaruhi oleh infrastruktur, alat pemeriksaan, dan sumber daya manusia untuk melakukan proses swab, artinya tenaga kesehatan atau orang yang mempunyai kemampuan untuk melakukan tes swab,” tutur Adib Khumaidi di program Ruang Publik KBR, Senin (2/11/2020).

Stigma

Dokter Adib Khumaidi mengatakan, sebagian masyarakat enggan melaksanakan tes Covid-19 karena masih adanya stigma negatif terkait pasien positif Corona. Menurut Adib, hal itu menyebabkan tes kurang dan kesadaran masyarakat juga rendah.

"Karena masih adanya stigma negatif terhadap hasil tes. Bukan berarti kemudian dia itu (melaksanakan tes Covid-19) PCR positif, dia akan dikucilkan oleh masyarakat atau sebuah aib. Beberapa kali kami sampaikan kepada pemerintah untuk ada kampanye, hal-hal seperti ini (penghapusan stigma negatif) perlu disampaikan kepada masyarakat. Bahwa kampanye positif terkait dengan (penghapusan) stigma negatif PCR ini juga harus dilakukan," jelas Adib.

Kata dia,  hingga kini belum ada kebijakan luar biasa untuk pengendalian COVID- 19, yang ada hanya kebijakan untuk relaksasi ekonomi.

“Terlepas dari hal tersebut, masyarakat harus paham bahwa kita belum selesai dengan pandemi COVID- 19 ini, itu yang harus disamakan persepsinya dulu pada masyarakat. Kampanye perlu digencarkan di tengah masyarakat, sehingga kalau dilakukan tes, masyarakat tidak menghindar dan tidak takut diperiksa. Pemerintah harus mampu meyakinkan masyarakat bahwa hasil tes positif, bukan merupakan aib,” kata Dokter Adib.

Adib menambahkan, saat ini, kasus COVID-19 cenderung turun. Angka hunian di wisma atlet sekarang hanya tinggal 44,8% dari 90%. Kemudian, angka yang dirawat di rumah sakit juga turun, sehingga akan ada proses relaksasi yang dilakukan, mengingat para tenaga medis juga mulai kelelahan.

Protokol Kesehatan

Menurut Doktor Hermawan Saputra dari Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) diperkirakan ke depannya akan ada peningkatan COVID-19 dalam waktu yang panjang. Hal ini diakibatkan oleh beberapa hal, seperti adanya klaster libur panjang pada Oktober, klaster demo terkait pengesahan RUU Cipta Kerja, dan klaster pilkada.

“Ini terus terang akan menjadi semakin sulit. Oleh sebab itu, ada dua hal yang menjadi kunci dari permasalahan ini, yaitu bagaimana kebijakan regulasi dari pemerintah dan bagaimana perilaku masyarakat Indonesia. Masyarakat mau tidak mau harus dipaksa untuk menaati protokol kesehatan setiap kali beraktivitas,” tutur Doktor Hermawan.

Kata Hermawan, pergerakan   dan tingkat kepatuhan masyarakat terhadap protokol kesehatan juga semakin rendah. Hal ini mengakibatkan masih tingginya penularan/ penyebaran virus yang terjadi.

“Pandemi ini sudah berlangsung delapan bulan, banyak sumber daya manusia, misalnya tenaga medis yang mulai jenuh. Oleh sebab itu, sistem kerja harus dimanage dengan baik,” jelas Hermawan.

Hermawan menyarankan, perilaku menerapkan protokol kesehatan membutuhkan pengawasan. Pengawasan tersebut dapat dilakukan dengan berbagai bentuk dan cara, seperti melalui UU, kebijakan, peraturan, dan semua bentuk regulasi yang dapat mendisiplinkan masyarakat.

“Sekarang situasinya semakin berkembang. Terkait dengan kenaikan kasus, sudah eksponensial. Jadi local transmission itu sifatnya menjadi silent transmission sekarang, dimana terjadi penularan secara diam-diam karena terjadi silent movement di tengah masyarakat. Maka tidak bisa lagi hanya melakukan single method, kesadaran individu menjadi kewajiban sekarang,” tutur  Hermawan.

Selain penerapan protokol kesehatan, kata Hermawan penanganan Covid -19 juga harus diimbangi dengan 3T Testing, Tracing dan Treatmen. 

Hermawan juga menambahkan kunci dari semua ini adalah masyarakat memiliki kesadaran, kesabaran, dan daya tahan.

“Kesadaran sudah dari awal dikampanyekan terkait bagaimana mekanisme penularan. Kedua, kesabaran. Kesabaran menjadi penting karena kesabaran merupakan bagian dari ibadah. Ketiga, daya tahan. Daya tahan tidak hanya fisik, tetapi juga ekonomi, makanya ketimbang menghambur-hamburkan uang, secara efisiensi gunakanlah wisata keluarga yang lebih aman,” tuturnya.

(Redaksi KBR mengajak anda untuk bersama melawan virus covid-19. Selalu menerapkan protokol kesehatan dalam setiap kegiatan dengan 3M, yakni: Memakai masker, Menjaga jarak, dan mencuci tangan pakai sabun)

  • #satgascovid19
  • #IngatPesanIbu
  • #pakaimasker
  • #jagajarak
  • #hindarikerumunan
  • #cucitangan
  • #cucitanganpakaisabun
  • #KBRLawanCovid19

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!