BERITA

Vonis Hukuman Mati Meningkat di Era Jokowi, Imparsial Minta Evaluasi

"Vonis Hukuman Mati Meningkat di Era Jokowi, Imparsial Minta Evaluasi"

Resky Novianto

Hukuman mati
Aktivis buruh migran Wahyu Susilo mengenakan kaus menentang hukuman mati, Minggu (31/1/2016). (Foto: ANTARA/Puspa Perwitasari)

KBR, Jakarta - Lembaga independen pengawas hak asasi manusia (HAM) Imparsial mendorong pemerintah menghapus hukuman mati di Indonesia.

Peneliti Imparsial Amalia Suri mengatakan sebanyak 177 orang divonis mati selama pemerintahan periode kedua Presiden Joko Widodo.

Ia meminta pemerintah mengevaluasi sistem hukuman mati yang dinilai masih menyisakan sejumlah permasalahan.

"Utamanya tentu untuk dievaluasi. Orang-orang yang saat ini menunggu eksekusi diperhatikan lagi. Jangan-jangan ada banyak unfair trial atau praktik peradilan yang tidak adil. Juga untuk menghapus hukuman mati dari sistem hukum kita. Kalau moratorium, itu bagus untuk jangka pendek. Tapi begitu ganti rezim, berganti lagi. Jadi, sebaiknya dihapus saja," ujar Amalia di acara diskusi "Hukuman Mati Puncak Tertinggi Kekerasan Berbasis Gender Terhadap Perempuan" yang digelar secara daring, Senin (11/10/2021).

Baca juga:


Amalia Suri mengatakan hukuman mati di masa pandemi menjadi problematika. Ia mengatakan sidang yang dilakukan melalui telekonferensi video tidak maksimal mengungkap kebenaran materil dalam sebuah tindak kejahatan.

"Selain itu, situasi pandemi semakin membuat orang terhimpit secara ekonomi. Banyak yang menjadi kurir narkoba lantaran terdesak," kata Amalia.

Lebih lanjut, kata dia, hukuman mati tidak sejalan dengan tujuan pemidanaan modern. Menurutnya, hukuman mati tak ayal seperti ajang balas dendam.

Amalia juga berharap agar konsep restorative justice benar-benar dijalankan dalam sistem peradilan di Indonesia.

"Seperti mata dibalas mata. Dibunuh balas membunuh. Padahal sebenarnya, tujuan pemidanaan sekarang bukan seperti itu. Pemidanaan sekarang itu fungsinya sebagai instrumen koreksi sosial. Tapi Indonesia malah memilih untuk hukuman mati, padahal itu jalan pintas karena kita terlalu malas memperbaiki sistem hukum di negara kita," tukasnya.

Dalam catatan Imparsial, 177 orang telah divonis hukuman mati dari berbagai tingkat pengadilan. Rincian kasusnya antara lain; narkotika 131 kasus, pemerkosaan dan pembunuhan 3 kasus, pembunuhan berencana 12 kasus, pembunuhan 14 kasus, dan terorisme 7 kasus.

Dari 177 orang tersebut, 171 diantaranya laki-laki dan 6 orang perempuan. Sementara 166 orang merupakan WNI, 6 WN Malaysia, 2 WN Thailand, 2 WN Pakistan, dan 1 WN Yaman.

Imparsial juga mencatat selama lima tahun pemerintahan periode pertama Presiden Joko Widodo, terdapat 221 orang divonis hukuman mati. Jumlah ini mengalahkan vonis hukuman mati sejak periode Presiden BJ Habibie hingga Susilo Bambang Yudhoyono atau sejak 1998-2013, yaitu 197 kasus vonis hukuman mati.

Total selama pemerintahan Jokowi sejak 2014-2021, sudah ada sekitar 398 vonis hukuman mati.

Baca juga:


Editor: Agus Luqman

  • hukuman mati
  • Jokowi
  • restorative justice

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!