BERITA

Komnas HAM: Evaluasi Permenaker 260 Tahun 2015 dan Kinerja KBRI

"Permenaker tersebut semestinya dicabut dan diganti melalui aturan hubungan bilateral antarnegara."

Resky Novianto

Komnas HAM: Evaluasi Permenaker 260 Tahun 2015 dan Kinerja KBRI
Hari Buruh Migran Internasional. Foto: Astri Yuana Sari/ KBR

KBR, Jakarta- Komisioner Komnas HAM Choirul Anam mendorong pemerintah mengevaluasi Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 260 Tahun 2015 tentang Penghentian dan Pelarangan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) pada Pengguna Perseorangan di Negara-Negara Kawasan Timur Tengah. 

Menurut Anam, peraturan itu seharusnya hanya bersifat sementara, lantaran kurang berpihak pada nasib buruh migran. Ia berharap Presiden Joko Widodo dapat mengevaluasi kebijakan tersebut.

"Ini harus dievaluasi oleh presiden, jadi levelnya harus presiden. Jadi harus dievaluasi dicabut, presiden menginstruksikan kepada semua elemen yang menunjang ini baik menteri luar negeri, menteri ketenagakerjaan, termasuk juga menteri investasi untuk memikirkan ini," ucap Anam dalam Webinar Bertajuk "Cabut Kepmenaker No. 260 Tahun 2015 yang Diskriminatif terhadap Perempuan Buruh Migran" di Kanal Youtube Solidaritas Perempuan, Kamis (14/10/2021).


Baca juga: 

Negosiasi Ulang

Komisioner Komnas HAM Choirul Anam menambahkan, permenaker tersebut semestinya dicabut dan diganti melalui aturan hubungan bilateral antarnegara. Kata dia, Indonesia harus mampu menegosiasikan aturan perlindungan buruh yang bekerja di negara kawasan Timur Tengah. Sebab, pekerja migran memerlukan kepastian atas perlindungan hukum.

"Tidak ada orang yang ingin bekerja di ruang-ruang yang kejam. Mereka (buruh migran) tetap memilih bekerja di negara Arab karena berbagai latar belakang, salah satunya kebudayaan dan keyakinan yang sama," tuturnya.

Anam menilai, kemiripan kultur budaya Indonesia dengan negara kawasan Timur Tengah harus menjadi pertimbangan pemerintah dalam membuka kembali hubungan yang lebih baik. Ia berharap ada evaluasi politik luar negeri Indonesia dalam tata perlindungan buruh migran.

Baca juga:

Evaluasi Kinerja Pegawai KBRI

Selain itu, Anam juga meminta pemerintah mengevaluasi kinerja pegawai Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI). Menurut Anam, banyak perlakuan diskriminatif yang diterima buruh migran saat meminta bantuan. Menurut laporan yang diterima Komnas HAM, kebanyakan aduan buruh migran ke KBRI tidak ditindaklanjuti dengan serius.

"Jadi harus tegas begitu, kalau enggak, ini enggak kelar-kelar dan tidak boleh ada diskriminasi. Kalau buruh migran ditanganinya lemas-lemasan, kalau warga negara lain punya masalah ditanganinya maksimal, tidak boleh juga begitu jangan juga dipandang sebelah mata buruh migran," ujar Anam.

Menurutnya, pelayanan buruk yang dilakukan KBRI kepada pekerja migran sering terjadi di berbagai negara, bukan hanya di Timur Tengah. Oleh karena itu, ia mengusulkan ada konsolidasi dari berbagai pihak, untuk mendorong pemerintah mengevaluasi para pegawai KBRI, terutama yang telah melakukan pelanggaran atau memberi pelayanan buruk.

"Bagaimanapun juga salah satu yang paling penting wajah negara kita di luar negeri adalah duta besar, kalau secara politik advokasi enggak maksimal ya yang rugi kita juga gitu. Mereka lebih banyak ngurusin investasi dan sebagainya, lupa bahwa mereka punya tanggung jawab," tegasnya.


Editor: Dwi Reinjani

  • buruh migran
  • komnas ham
  • Permenaker 260
  • TKI
  • Pekerja Migran
  • Solidaritas Perempuan
  • Kemenaker
  • Kemenlu

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!