NASIONAL

Jaga Anak Down Syndrome Tetap Sehat dan Aktif Saat Pandemi

""Dalam mengajarkan cuci tangan, orang tua tidak bisa cuma nyuruh saja, tahapannya juga harus diajarkan. Memang akan sulit sekali dan harus berulang-ulang,”"

Elysa Rosalina

Jaga Anak Down Syndrome Tetap Sehat dan Aktif Saat Pandemi
Poster Pentas Seni Virtual Down Syndrome, 31 Oktober 2020. (Potads)

KBR, Jakarta - Bulan Oktober diperingati sebagai bulan Peduli Down Syndrome. Data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menunjukkan kasus sindrom down di Indonesia cenderung meningkat. Data Riskesdas 2018 menyatakan pada anak 24-59 bulan, kasus sindrom down adalah 0,21%.

Pandemi membuat banyak hal dalam hidup manusia berubah, tak terkecuali pada kehidupan anak-anak dengan sindrom down.

Meskipun dengan kondisi yang terbatas, anak-anak dengan sindrom down harus tetap melakukan kegiatan dari rumah. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi anak tidak bosan dan tidak melupakan pelajaran-pelajaran yang mereka terima sebelum pandemi.

Menurut Woro Murthi, seorang Fisioterapis Pediatrik, di masa pandemi ini, saat belajar dilakukan secara online, peran orang tua menjadi sangat penting. Jika orang tua mendampingi anak dalam kegiatan daring  dengan baik, maka anak akan mampu mengikuti dan bahkan dapat mengerjakan hal-hal yang cukup rumit sekalipun.

“Aktivitas secara online bisa membangkitkan kepercayaan diri. Terkadang mereka yang sindrom down, kepercayaan dirinya kurang karena keterbatasan gerak sendi mereka. Nah, dengan dilakukanya kegiatan secara online, ternyata mereka bisa walaupun di kanan kiri mereka tidak ada temannya. Namun, secara tidak langsung, kegiatan dalam jaringan (daring) ini sebenarnya merupakan hal yang sulit buat mereka karena di awal mungkin mereka akan merasa grogi,” tutur Woro.

Demi memberi warna untuk kesehatan mental dan psikis anak-anak dengan sindrom down, Rumah Ceria Down Syndrome (RCDS) hadir merangkul dan menebar kegiatan positif.

Ketua Umum Yayasan Persatuan Orang Tua Anak dengan Down Syndrome (Potads) Olivia Maya, mengatakan Rumah Ceria Down Syndrome (RCDS), memiliki berbagai kelas yang memang kegiatannya dilaksanakan secara langsung sebelum pandemi. Nah, di saat pandemi ini, mereka melakukan kegiatan secara online.

Dalam kegiatan online, biasanya pengajar akan terlebih dahulu mengirimkan email kepada orang tua berupa modul penjelasan terkait kelas yang akan diikuti. Jadi, harapannya, orang tua tidak bingung dalam mendampingi anak-anak mereka.

“Orang tua di rumah harus menjadi aktif sebagai pendamping. Kalau kita gak aktif, anaknya juga akan kesulitan. Anak-anak sangat membutuhkan dukungan karena mereka harus melewati proses adaptasi, dimana tiba-tiba mereka harus latihan sendiri. Jadi kalau orang di rumah ga aktif, anaknya bisa jadi malas. Bahkan anak reguler pun bisa jadi malas selama belajar online, apalagi anak dengan sindrom down,” tutur Olivia.

Di RCDS ini ada kelas barista juga. Bagaimana menjadi seorang barista, tentu saja diajarkan pada anak-anak dengan sindrom down secara online.

“Sebetulnya, awal dari kegiatan ini dulu kita punya cita-cita untuk bisa membuat sebuah cafe dengan anak-anak sindrom down yang menyajikan. Kita juga mikir nanti mereka mau kemana setelah sekolah?" ujar Woro.

Woro melanjutkan, "Setelah dicoba, ternyata mereka mampu untuk diajarkan. Dengan syarat, anaknya sudah mandiri dan kooperatif. Jadi mereka bisa dilatih dan dididik untuk perintah-perintah sederhana, seperti mengaduk kopi, menambahkan gula."

Selain kelas barista, ada juga kelas memasak, musik, art and craft, renang, dan beberapa kelas lainnya. Kelas ini akan diikuti oleh anak, tergantung pada minat dan bakatnya.

“Kita tidak mengklasifikasi, tapi orang tualah yang tahu anaknya punya bakat apa dan keinginannya dimana. Kalau anaknya sepertinya enjoy, maka akan diteruskan,” tutur Woro.

Selain menyediakan berbagai kelas belajar, RCDS juga pernah melaksanakan pameran dan mendapatkan respons luar biasa dari masyarakat. Anak dengan sindrom down juga dianjurkan untuk mengikuti lomba. Kata Woro, kegiatan lomba dapat menumbuhkan jiwa kompetisi dan meningkatkan kepercayaan diri anak.

Di masa pandemi ini, tentu saja anak-anak dengan sindrom down juga diberikan penjelasan terkait protokol kesehatan. Namun, menurut Woro, anak dengan sindrom down cenderung membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menangkapnya. Oleh sebab itu, para orang tua anak dengan sindrom down diharapkan dapat lebih sabar.

“Untuk mengajarkan pada anak-anak balita/ batita, orang tua bisa mengajarkan dengan cara memberikan contoh. Kalau untuk yang sudah mulai dewasa bisa dengan memberikan alasan kenapa harus melakukan hal tersebut dan juga mengajarkan bagaimana cara melakukannya. Misalnya, dalam mengajarkan cuci tangan, orang tua  tidak  bisa cuma nyuruh aja, tahapannya juga harus diajarkan. Memang akan sulit sekali dan harus berulang-ulang,” saran  Woro.

Editor: Rony Sitanggang

(Redaksi KBR juga mengajak untuk bersama melawan virus Covid-19. Selalu menerapkan protokol kesehatan dalam setiap kegiatan dengan 3M, yakni; Memakai Masker, Menjaga Jarak dan Mencuci Tangan dengan Sabun.)

  • #satgascovid19
  • #IngatPesanIbu
  • #pakaimasker
  • #jagajarak
  • #hindarikerumunan
  • #cucitangan
  • #cucitanganpakaisabun
  • #KBRLawanCovid19

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!