NASIONAL

'Hantu PKI' Masih Ada di Kurikulum 2013

"KBR, Jakarta "

Pebriansyah Ariefana

'Hantu PKI' Masih Ada di Kurikulum 2013
kurikulum 2013, pendidikan, PKI

KBR, Jakarta – Banyak yang mengatakan kalau sejarah itu milik penguasa. Dalam situasi perang, maka cerita akan perang tersebut lebih banyak ditentukan oleh sang pemenang.

Di Indonesia, situasi itu masih terasa betul di segala sesuatu terkait dengan peristiwa 30 September 1965.  Sejak lama, sejarawan protes dengan istilah “G30S/PKI” yang seperti menempatkan kesalahan penculikan dan pembunuhan enam perwira tinggi Indonesia pada 30 September 1965 malam itu kepada PKI alias Partai Komunis Indonesia.


Ada banyak versi soal apa yang sebenarnya terjadi malam itu. Lewat film “Pengkhianatan G30S/PKI” yang jadi tontonan wajib semua murid sekolah di era 1980an, sudah jelas kepada siapa kesalahan ditimpakan. Pemerintahan Orde Baru yang dipimpin Soeharto gencar mempropagandakan kalau PKI adalah dalang di balik gerakan tersebut. Orde Baru bahkan menyebut PKI ingin mengubah ideologi Indonesia dari Pancasila menjadi komunis.


Kurikulum 2013

Sampai saat ini ternyata propaganda seperti ini terus berlanjut di buku-buku bacaan resmi anak sekolah. Di pelajaran sejarah Kelas X yang mengacu pada Kurikulum 2013 misalnya, ada bagian pelajaran berjudul “Cakrawala Sejarah”. Isinya soal apa yang terjadi pada 30 September 1965, dan di sana masih tertera “G30S/PKI”. Soal PKI dibahas di halaman 10-11. Apa yang terjadi pada 30 September malam itu disebut sebagai ‘tragedi nasional’ dan penyebab ‘jatuhnya’ Pemerintahan Presiden Soekarno.


"Bangsa Indonesia mengalami pasang surut akibat situasi dan perkembangan zaman, salah satunya adanya tragedi nasional G-30-S/PKI (1965), yakni usaha PKI untuk mendirikan negara komunis di Indonesia, tetapi gagal. Hal inilah yang menjadi salah satu sebab jatuhnya kekuasaan dari tangan Presiden Soekarno ke tangan Presiden Soeharto yang otomatis mengakhiri masa Orde Lama dan berubah menjadi Orde Baru," begitu petikan pembahasan soal G-30-S/PKI dalam buku tersebut. Dari total 135 halaman, hanya dua halaman yang membahas soal G-30-S.


Soal PKI juga dibahas dalam kurikulum pelajaran sejarah SMA kelas XI untuk program IPS dan Bahasa dan Ilmu Pengetahuan Sosial SD kelas V. Di situ dipaparkan soal sejarah berdirinya PKI. PKI ditulis sebagai organisasi terlarang karena melakukan pemberontakan di tahun 1926 di Jawa Barat dan Banten. PKI juga memberontak di Sumatera dan akhirnya oleh Belanda sejak tahun 1927 PKI dianggap sebagai organisasi terlarang.


Begini petikan pembahasan soal PKI di buku tersebut:

"Pada tanggal 23 Mei 1920, nama ISDV diubah menjadi PKI dengan Semaun sebagai ketua, Bergsma sebagai sekretaris, dan Dekker sebagai bendahara. Pada tanggal 24 Desember 1920, PKI mengadakan Kongres Istimewa dan mengambil keputusan untuk bergabung dengan organisasi Komintern. Selanjutnya, PKI berpurapura setuju menjadi anggota volksraad. Sejak pemerintahan Belanda, PKI telah mengadakan pemberontakan. Misalnya, pada tahun 1926 Alimin mengadakan pemberontakan di Jawa Barat dan Banten. Kemudian pada tahun 1927, terjadi pemberontakan PKI di Sumatra. Akibatnya, oleh Belanda sejak tahun 1927 PKI dianggap sebagai organisasi terlarang.”

Pelurusan sejarah


Sejarawan Asvi Warman Adam mengatakan, upaya pelurusan sejarah di buku pelajaran sekolah sebetulnya sudah dilakukan sejak 2000-an. Kalangan sejarawan saat itu mencatat kalau penyebutan PKI sebagai dalang utama G-30-S tidak disertai bukti yang kuat. Selain itu ada banyak versi ilmiah dari saksi sejarah yang beredar  soa peristiwa yang sama.


Kurikulum 1999 masih menyebutkan PKI sebagai dalang utama pembunuhan dan Soeharto hadir sebagai penyelamat. Namun tahun 2004, Kementerian Pendidikan menyusun Kurikulum Berbasis Kompetensi. Saat itulah G-30-S diceritakan dalam berbagai versi sejarah.


"Tahun 2004 diajarkan versi yang ada. Yang diajarkan versi angkatan darat, versi CIA, dan Soeharto," jelas Asvi saat dihubungi pertengahan September ini.


Aneka versi

Berbagai macam versi itu di antaranya disebutkan G-30-S merupakan aksi mendiskreditkan TNI-AD oleh PKI. Lalu disebutkan PKI melancarkan isu Dewan Jenderal. Isu Dewan Jendral itu berisi ketidakpuasan petinggi TNI terhadap Soekarno. Mereka ingin menggulingkan Soekarno alias melakukan kudeta. Soeharto disebut-sebut memerintahkan Pasukan Cakrabirawa untuk menangkap dan membawa mereka untuk diadili oleh Soekarno.


Saat kejadian berlangsung, Soeharto menjabat sebagai Pangkostrad. Ia pertama kali menyebut kalau gerakan ini adalah gerakan PKI. Lagi-lagi Soeharto ditempatkan sebagai ‘pahlawan’ yang berada di garda terdepan.


Dalam versi lain, Gerakan 30 September  itu disebut bukan didalangi oleh PKI. Atau bahwa G-30-S merupakan desainan Amerika Serikat melalui badan rahasia CIA. Atau yang menyebut G-30-S ini sebagai aksi kudeta dari jenderal yang anti-Soekarno. Sementera petinggi militer yang dibunuh merupakan orang-orang pro-Soekarno.


Versi lainnya, menyebut jika Soeharto sebagai konseptor G-30-S. Itu berdasarkan dari pengakuan saksi dan pelaku. Pengakuan ini bisa dibaca dalam buku 'Saksi Dan Pelaku Gestapu' (2005). Mereka mengatakan, Soeharto sebagai Pangkostrad sudah mengetahui akan adanya gerakan pemberontakan.


Kurikulum sekolah

"Kurikulum 2004 ini sudah disosialisasikan dua tahun, tapi sayangnya nggak dipakai. Malah dibuat lagi kurikulum 2006 yang namanya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan," jelas Asvi.


Politisi Fadli Zon dan tokoh Nahdalatul Ulama Yusuf Hasyim pernah memprotes dihilangkannya istilah PKI dalam penyebutan “G-30-S” dalam Buku Sejarah Kurikulum 2004. Mereka datang ke DPR tahun 2005 dan meminta DPR mendesak Kementerian Pendidikan untuk mencantumkan nama PKI kembali dalam sebutan G-30-S.


Fadli Zon beralasan, penghilangan kata PKI merupakan ‘pembelokan sejarah’. Belum lagi, menurutnya saat itu banyak versi peristiwa G-30-S yang membingungkan masyarakat. Akhirnya, Menteri Pendidikan saat itu, Bambang Sudibyo kembali mencantumkan nama G30S/PKI dalam buku sejarah.


"Yang aneh itu sebenarnya tidak ada alasan untuk mengganti kurikulum 2004 itu (menjadi kurikulum 2013, red),” kata Asvi. Di kurikulum 2004 sudah tidak ada kata PKI.


Pembelokan sejarah seperti ini, kata Asvi, tentu tak boleh dibiarkan.


“Yang paling penting itu, gerakan itu sendiri menamakan dirinya sebagai gerakan 30 September. Tidak ada mengaku PKI,” kata Asvi.


“Kita mengacu pada gerakan itu sendiri. Kalau mau disingkat G-30-S, tanpa ada PKI.”


Editor: Citra Dyah Prastuti

  • kurikulum 2013
  • pendidikan
  • PKI

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

  • Iding7 years ago

    Trus ruginya apa klo pki ditulis dibelakang G30S ? Ingat dong madiun 48, apa itu blm ckup ? Sadari bagaimana merajalelanya kedzoliman pki terhadap umat islam, intinya ga ada ruginya nama pki jelek, untung yg ada, supaya ga muncul lagi di negara ini.