NASIONAL

Pengamat: Permanenkan Majelis Kehormatan Hakim

"KBR68H, Jakarta - Pengamat Hukum Tata Negara, Irman Putra Sidin menyarankan, Majelis Kehormatan Hakim (MKH) yang saat ini dibentuk untuk menyelidiki dugaan suap Ketua MK, Akil Mochtar, dijadikan lembaga permanen."

Pipit Permatasari

Pengamat: Permanenkan Majelis Kehormatan Hakim
majelis kehormatan, akil mochtar, korupsi, mahkamah konstitusi

KBR68H, Jakarta - Pengamat Hukum Tata Negara, Irman Putra Sidin menyarankan, Majelis Kehormatan Hakim (MKH) yang saat ini dibentuk untuk menyelidiki dugaan suap Ketua MK, Akil Mochtar, dijadikan lembaga permanen.

Irman Putra Sidin mengatakan, MKH diperlukan untuk mengawasi kinerja Hakim MK, yang selama ini tidak terawasi. Kata dia, keberadaan MKH ini diharapkan mampu membantu proses penegakan hukum menjadi lebih independen dan adil.

"Bisa saja, kalau mau berfikir dipermanenkan MKH seperti itu. Di DKPP ada kamar pengawasan penyelenggara pemilu itu, kamar pasal 22 E UUD 1945 itu permanen. Dia mengawasi perilaku penyelenggara pemilu Bawaslu maupun KPU. Kalau misalnya berpikir bernegara ini, kalau penguasan etik MKH diperkuat dan DKPP diperkuat ,maka ini sangat membantu proses penegakan hukum," kata Irman Putra Sidin.

Pengamat Hukum Tata Negara, Irman Putra Sidin menambahkan, pengawasan terhadap setiap lembaga perlu dibentuk. Pasalnya, jabatan strategis mendapat banyak godaan dan rentan disalahgunakan.

Sebelumnya, KPK mencokok Ketua MK, Akil Mochtar di rumahnya, Rabu kemarin. Akil ditangkap karena diduga menerima suap senilai Rp 3 miliar lebih dalam perkara sengketa Pilkada Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah.

Akil juga disangka menerima suap dalam sengketa perkara Pilkada Lebak, Banten. Bekas politisi Partai Golkar itu, kini ditahan di rutan KPK, untuk kepentingan penyidikan.

Editor: Suryawijayanti


  • majelis kehormatan
  • akil mochtar
  • korupsi
  • mahkamah konstitusi

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!