BERITA

Pemerintah dan DPR Minta MK Tolak Uji Materi UU Pilkada, Ahok Tetap Optimistis

""Saya hanya memprotes kalau cutinya sampai empat bulan. Cutinya itu tidak masuk akal kalau sampai empat bulan, karena dulu hanya dua minggu.""

Dian Kurniati

Pemerintah dan DPR Minta MK Tolak Uji Materi UU Pilkada, Ahok Tetap Optimistis
Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama. (Foto: Antara)

KBR, Jakarta- Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Poernama atau Ahok  tetap optimistis meski pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meminta  Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan permohonan uji  materi Undang-undang Pemilihan Kepala Daerah. Ahok beralasan, semua keputusan tentang uji materi tetap di tangan MK.

Ahok menyatakan sudah menyiapkan tim ahli untuk menjelaskan alasan uji materi UU Pilkada di persidangan.

"Kami mendengarkan dulu, nanti ada pihak terkait. Nanti setelah itu kami bawa tenaga ahli untuk menyampaikan. (Tetap optimitistis?) Ya tetap optimis saja, kan putusan ada di MK. Saya konsisten, saya mengatakan kalau kampanye harus cuti. Saya tidak mengajukan kampanye tidak cuti. Saya hanya memprotes kalau cutinya sampai empat bulan. Cutinya itu tidak masuk akal kalau sampai empat bulan, karena dulu hanya dua minggu. Kalau kamu takut kami menyalahi wewenaag, ya pakai Bawaslu dong," kata Ahok di Gedung MK, Senin (05/09/16).


Ahok mengatakan, dia tidak mempermasalahkan pihak yang menolak uji materinya. Menurut dia, ketentuan cuti kampanye Pilkada selama empat bulan terlalu lama, hingga mengganggu tanggung jawab sebagai kepala daerah. Sehingga, kata Ahok, yang perlu direvisi bukanlah penghilangkan cuti, melainkan mengurangi durasinya.

Legal Standing

Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah sama-sama menyebut Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Poernama atau Ahok tidak memiliki kedudukan hukum atau legal standing dalam menggugat Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah ke Mahkamah Konstitusi (MK). Perwakilan DPR yang juga politisi Partai Gerindra Sifmi Dasco Ahmad mengatakan, DPR memiliki beberapa permohonan kepada hakim MK, yang utamanya menyatakan Ahok tak punya legal standing.

Sementara itu, Kepala Biro Hukum Kementerian Dalam Negeri Widodo Sigit Pudjianto, yang mewakili pemerintah, juga menyatakan hal yang sama. Kata dia, Ahok juga tak konsisten sebagai kepala daerah soal desakan mengambil cuti saat kampanye Pilkada.

"DPR RI memohon agar kiranya ketua dan majelis hakim Mahkamah Konstitusi memberikan amar putusan sebagai berikut. Satu, menyatakan bahwa pemohonan tidak memiliki kedudukan hukum atau legal standing, sehingga permohonan aquo harus dinyatakan tidak dapat diterima. Kedua, menyatakan permohonan aquo ditolak untuk seluruhnya, atau setidak-tidaknya permohonan aquo tidak dapat diterima," kata Sufmi di Mahkamah Konstitusi, Senin (05/09/16).


Sufmi mengatakan, Pasal 70 ayat (3) Undang-Undang Pilkada yang diajukan Ahok tidak menjelaskan secara konkret kerugian konstitusional yang dia alami. Pasal itu berbunyi, "Gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, wali kota dan wakil wali kota, yang mencalonkan kembali pada daerah yang sama, selama masa kampanye harus memenuhi ketentuan: a. Menjalani cuti di luar tanggungan negara; dan b. Dilarang menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatannya."


Menurut Ahok, Pasal itu dapat ditafsirkan, selama masa kampanye Pemohon wajib menjalani cuti. Padahal, kata Sufmi, Ahok atau pemohon memiliki tanggung jawab kepada masyarakat untuk memastikan program unggulan DKI Jakarta terlaksana, termasuk proses penganggarannya. Ahok berkata, ketentuan Pasal 70 ayat (3) UU Pilkada seharusnya bisa ditafsirkan, cuti selama kampanye merupakan hal opsional atau hak bagi petahana yang lebih memilih untuk menyelesaikan program-program dalam masa kepemimpinannya.


Adapun Kepala Biro Hukum Kementerian Dalam Negeri Widodo Sigit Pudjianto, yang mewakili pemerintah mengatakan, Ahok tidak konsisten sebagai kepala daerah. Widodo mengatakan, saat mencalonkan diri sebagai calon wakil gubernur DKI mendampingi Joko Widodo sebagai calon gubernur, Ahok mendesak pertahana saat itu, Fauzi Bowo agar cuti dari jabatannya. Namun, kata Widodo, saat ini Ahok justru bertindak sebaliknya. Padahal, kata Widodo, cuti merupakan kesempatan bagi calon kepala daerah mengenalkan diri, dan bagi pertahana, menghindarkan dari dugaan penyalahgunaan jabatan.


"Bahwa setiap tindakan dan ucapan kepala daerah merupakan cerminan atas konsistensi seorang negarawan sebagai suatu pertimbangan masyarakat, bahwa apakah menilai yang bersangkutan bisa dijadikan panutan atau tidak. Bahwa pemohon pada Pilkada DKI sebelumnya mendesak pertahana cuti, demi mewujudkan pilkada yang jujur dan adil, namun mengapa pada saat ini pemohon pertahana menjalankan tugasnya dengan tidak melaksanakan cuti?" kata Widodo.


Sebelumnya, Ahok mengajukan gugatan uji materi atau judicial review Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota kepada Mahkamah Agung. Ahok menguji pasal 70 ayat (3) dan (4) dalam UU Pilkada yang mengatur wajib cuti bagi calon petahana dalam pilkada.

Pasal 70 ayat (3) mengatur kewajiban cuti dan larangan menggunakan fasilitas negara saat kampanye. Ayat (4) menyebut bahwa Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden berwenang memberikan izin cuti untuk gubernur, sedangkan untuk bupati/wali kota diberikan gubernur atas nama menteri.


Editor: Rony Sitanggang

  • Uji Materi UU Pilkada
  • Gubernur Basuki Tjahaja Purnama

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!