BERITA

BNPB: 823 Titik Panas di Sumatera Belum Bisa Dipadamkan

"Juru Bicara BNPB, Sutopo mengatakan, titik panas terbanyak berada di Sumatera Selatan, yakni 621 titik."

Nurjianto

BNPB: 823 Titik Panas di Sumatera Belum Bisa Dipadamkan
Kebakaran hutan ganas (Foto: Antara)

KBR, Jakarta - Sebanyak 823 titik panas (hot spot) di kawasan Sumatera hingga saat ini masih belum bisa dipadamkan. Data ini diperoleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) berdasarkan pantauan satelit Terra dan Aqua BMKG pagi tadi.

Juru Bicara BNPB, Sutopo mengatakan, titik panas terbanyak berada di Sumatera Selatan, yakni 621 titik. Ratusan titik panas inilah yang mengakibatkan munculnya asap di wilayah tersebut. Ia membenarkan jika saat ini asap di wilayah Sumatera sudah mulai masuk ke wilayah Malaysia dan Singapura.


"(Bantuan pesawat) Saat ini masih berada di Sumatera Selatan, serta kita bagi ke beberapa daerah lainya untuk membantu pemadaman dan melakukan patroli. Ya tetap semua yang daerah terbakar, saat ini yang paling banyak Sumatera Selatan, di sana memang perlu fokus penanganan apalagi asapnya sudah menyebar kemana-mana bahkan kemarin sudah menutup Singapura dan sebagian Malaysia," ungkapnya kepada KBR, Sabtu (12/9).


Sutopo menambahkan, penanganan kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) tidak hanya dilakukan dengan pemadaman saja, melainkan juga dengan penanganan efek kesehatan akibat asap yang berdampak pada masyarakat.


Kata dia, BNPB melalui BPBD telah melakukan koordinasi dengan dinas kesehatan daerah agar dapat segera memberikan tindakan penanggulangan dalam bentuk perawatan kesehatan. BNPB mengaku menyiapkan dana sebesar Rp385 miliar untuk mengagulangi dampak terjadinya kebakaran hutan.



Editor: Sindu D

 

  • Karhutla
  • BNPB
  • BPBD
  • Kebakaran Hutan dan Lahan
  • Sutopo Purwo Nugroho
  • Titik Panas
  • asap kebakaran lahan
  • ISPA
  • Sumatera

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!