KBR, Jakarta- Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Nasional menilai RUU Pertanahan hanya memberi "karpet merah" kepada investor.
"Sebab, draf RUU Pertanahan yang terakhir hanya memfasilitasi kepentingan bisnis-bisnis besar, tanpa secara jelas membahas penyelesaian konflik pertanahan di Indonesia," jelas Direktur Eksekutif Walhi Nur Hidayati kepada KBR, Kamis (15/8/2019).
"Nggak ada urgensinya RUU Pertanahan kalau seperti itu yang ada sekarang. Yang ada, memuluskan tanah dilihat sebagai komoditi, jadi bisa diperjualbelikan untuk kepentingan investasi. Yang ada, kecenderungan juga untuk memutihkan kebun-kebun sawit yang berada di dalam kawasan hutan, yang sebenarnya ilegal. Ada beberapa pasal yang seperti itu," jelasnya lagi.
Menurut Direktur Eksekutif Walhi, harusnya pemerintah mengubah cara pandang dengan memosisikan rakyat kecil atau petani selayaknya investor.
"Bukan justru melanggengkan bisnis korporasi-korporasi besar yang hendak menguasai tanah," kata dia.
Sampai saat ini, wacana pengesahan RUU Pertanahan sudah mendapat respons positif dari Presiden Jokowi. DPR juga sudah memberi sinyal akan mengesahkan RUU ini pada September mendatang.
Namun di sisi lain, keberatan terhadap RUU Pertanahan terus disuarakan kalangan aktivis seperti Walhi dan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA).
Sejalan dengan aktivis, Ombudsman juga menilai RUU Pertanahan masih bermasalah. Anggota Ombudsman Ahmad Alamsyah berjanji akan mengirim nota keberatan ke DPR pada pekan depan.
Editor: Sindu Dharmawan