BERITA

Penembakan di Dieyai, Kapolda Papua Copot Kapolsek

Penembakan di Dieyai, Kapolda Papua Copot Kapolsek

KBR, Jayapura- Kapolda Papua mencopot Maing Raini Kapolsek Tigi, Kabupaten Deiyai. Kapolda Papua, Boy Rafli Amar mengatakan pencopotan guna menuntaskan kasus penembakan di Kampung Bomou yang menewaskan 1 orang.

Pemeriksaan Maing Raini dilakukan bersama 7 anggota Brimob yang saat itu berada di lokasi penembakan.  


"Kapolsek dan personil Brimob yang ada itu ditarik untuk dilakukan langkah pemeriksaan yang lebih intensif lagi. Begitu juga tim investigasi kita yang dipimpin oleh Kabid Propam diharapkan hari ini atau besok, untuk dilakukannya suatu rapat bersama, gelar perkara dengan Komnas HAM, untuk melihat sejauh mana temuan-temuan di lapangan yang tentu harus disikapi objektif berdasarkan kebenaran dn fakta yang ada," jelasnya.


Saat ini, tim dari Mabes Polri dan Tim Labfor telah tiba di Polda Papua, guna menangani perkara tersebut. Sementara 7 senjata api yang dipegang oleh anggota Brimob saat kejadian sudah berada di Labfor, guna identifikasi.   


Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) akan memantau proses hukum  penembakan terhadap warga di Deiyai, Papua. Pemantauan dilakukan mulai dari penyelidikan hingga pemeriksaan terhadap saksi.

 

Anggota Kompolnas, Poengky Indarti mengatakan, saat ini sudah ada tim investigasi untuk menyelidiki. Tim investigasi ini terdiri dari Tim Propam Polda dan Komnas HAM perwakilan Papua. Kompolnas, kata dia, masih terus memantau dan  menunggu hasil investigasi yang dilakukan oleh tim tersebut.

 

“Kalau dipantau pasti, kita akan pantau prosesnya. Sekarang kita masih menunggu hasil dari tim, karena sudah turun langsung untuk gelar perkara nanti. Jika memang ada kesalahan yang berakibat fatal, yang mengakibatkan hilangnya nyawa. Maka kita akan desak ini untuk dipidanakan,” katanya saat dihubungi KBR, Selasa (08/08/17).

 

Poengky menambahkan, tim investigasi fokus menyelidiki apakah aparat menyalahi prosedur penggunaan senjata api.

 

“Jadi kita tunggu hasil tim investigasi, saya belum berani berkomentar jauh karena kita masih tunggu. Tapi kami selalu berkomunikasi setiap hari tentang  perkembangannya,” jelasnya.

 

Bentrokan di Deiyai menyebabkan seorang warga bernama Yulianus Pigai tewas dengan luka tembak. Yulianus tewas setelah sempat dirawat di rumah sakit pascakerusuhan.


Kerusuhan berawal dari seorang warga yang meminta bantuan karyawan PT Putra Dewa Paniai untuk mengantar orang sakit. Warga tersebut mendatangi kamp karyawan yang sedang membangun proyek Jembatan Oneibo di Kampung Bomou, Distrik Tigi. Karyawan tersebut menolak memberikan bantuan karena orang yang sakit dinilai sudah dalam kondisi sekarat. Dia takut dipersalahkan jika nantinya orang tersebut meninggal dalam perjalanan.


Tak lama kemudian, warga yang meminta bantuan kembali datang dan mengatakan orang yang sakit telah meninggal dunia. Dia meminta kegiatan proyek dihentikan sementara. Lalu, mendadak sekelompok warga menyerang karyawan di kamp hingga akhirnya karyawan meminta tolong kepada Polsek Tigi.


Anggota Polsek datang bersama personel Brimob dan terjadilah bentrokan. Warga menyerang dengan panah dan batu, sedangkan polisi meredam dengan melontarkan tembakan. Akibatnya 9 warga menderita luka tembak.


Peluru Karet


Direktur Eksekutif Amnesty International perwakilan Indonesia Usman Hamid meragukan peluru yang digunakan anggota Brimob menembak warga di Kabupaten Deiyai Papua berjenis peluru karet, seperti yang diklaim Polda Papua. Usman mengatakan, dari hasil investigasinya, luka yang ditimbulkan tembakan tersebut terlalu korban terlalu besar jika menggunakan peluru karet, dan lebih mirip tembakan peluru tajam.


Usman menyarankan kepolisian menggelar investigasi yang komprehensif termasuk menyelesaikan masalah penembakan di Deiyai, termasuk uji balistik peluru yang proyektilnya masih bisa ditemukan di perut korban Yulianus Pigai.


"Setiap peluru yang ditembakkan, itu akan meninggalkan selongsong dan proyektil. Selongsong dan proyektil, terutama proyektil bisa memperlihatkan apakah peluru itu merupakan peluru tajam atau peluru karet. Ini lukanya cukup besar, hampir tidak mungkin itu peluru karet, kecuali dalam jarak tembak yang dekat sekali. Namun kami menduga ini merupakan peluru tajam. Apalagi Brimob selama ini menggunakan peluru tajam. Tetapi saya kira, uji balistik itu menjadi satu hal yang harus dilakukan," kata Usman di kantornya, Selasa (08/08/2017).


Usman mengatakan, luka yang ditemukan di paha dan perut Yulianus Pigai terlalu besar apabila ditimbulkan peluru karet. Selain itu, tulang paha Yulius yang tertebak sampai mengalami keremukan. Sehingga, menurut Usman, uji balistik atas proyektil yang tertinggal pada luka tembak harus dilakukan untuk membuktikan jenis peluru yang digunakan bukanlah peluru karet.


Selain soal jenis peluru, organisasi kemanusiaan Kontras juga meragukan penembakan di Deiay tersebut telah sesuai prosedur. Kepala Divisi Hukum dan HAM Kontras Arif Nur Fikri mengatakan, dalam penggunaan senjata api, anggota Kepolisian termasuk Brimob wajib mengawalinya dengan tembakan peringatan, sebelum akhirnya melumpuhkan seseorang.


Dalam peristiwa Deniay, berdasarkan kronologis yang telah dihimpun, kata Arif, menunjukkan penembakan anggota Brimob tak diawali dengan tembakan peringatan. Dia juga menilai berdalih diskresi tak bisa berlaku sembarangan, termasuk pada bentrokan Deiay. Menurut Arif, lembaga eksternal seperti Kompolnas dan Ombudsman harus menguji diskresi kepolisian, agar pengunaan senjata api tak sewenang-wenang.



Editor: Rony Sitanggang

 

  • penembakan di Deiyai
  • usman hamid
  • poengky indarti

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!