BERITA

Cegah Kesimpangsiuran Informasi, Pemerintah Didesak Bentuk Tim Pencari Fakta

"Anggota Komisi Hukum DPR Patrice Rio Capella menyarankan, tim itu sebaiknya di bawah komando Menkopolhukam Tedjo Edhy"

Yudi Rachman

Cegah Kesimpangsiuran Informasi, Pemerintah Didesak Bentuk Tim Pencari Fakta
Kerusuhan Tolikara Papua. Foto: Antara

KBR, Jakarta- Komisi Hukum DPR mendesak pemerintah membentuk tim pencari fakta untuk memperjelas penyebab kerusuhan di Tolikara Papua, Jumat pekan lalu. Anggota Komisi Hukum DPR Patrice Rio Capella menyarankan, tim itu sebaiknya di bawah komando Menkopolhukam Tedjo Edhy, agar penyelesaian dan penyampaian informasi kepada masyarakat bisa melalui satu pintu. Sebab saat ini banyak informasi soal peristiwa tersebut yang dinilai tidak jelas, dan tak sesuai fakta di lapangan. 

"Harus dilakukan penyelidikan dan perlu dibentuk tim pencari fakta. Tim pencari fakta yang terdiri dari Polisi, TNI, Pemerintah Daerah, tokoh agama, yang bersama-sama melakukan pencarian fakta yang sebenarnya. Jangan seperti hari ini yang terjadi kesimpangsiuran, GIDI mengeluarkan penyataan sendiri, Komnas HAM mengeluarkan pendapat sendiri, Pemda mengeluarkan statement sendiri, MUI juga mengeluarkan pendapatnya sendiri," jelas Anggota Komisi Hukum DPR, Patrice Rio Capella kepada KBR, Senin (20/7/2015).

Patrice Rio Capella menambahkan, untuk mencegah kerusuhan serupa, pemerintah perlu meningkatkan fungsi intelijen. Karena kata dia, kerusuhan di Karubaga, Tolikara, Papua juga seharusnya bisa dicegah sedari dini. Sebab, surat larangan salat Idul Fitri sudah masuk ke polisi tujuh hari sebelum kejadian. Ia mengusulkan tim itu dari TNI, Polri, tokoh agama dan tokoh masyarakat serta pemerintah daerah setempat.


Editor: Rony Sitanggang

  • Kerusuhan Tolikara
  • Konflik Tolikara
  • Tim Pencari Fakta
  • Komisi Hukum DPR
  • Anggota Komisi Hukum DPR Patrice Rio Capella

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!