BERITA

Masyarakat Sangihe Tolak Tambang Emas PT TMS

""Sampai saat ini kami berjuang untuk menolak izin usaha perusahaan ini untuk melakukan eksploitasi terhadap tanah yang kami miliki,""

Adonia Bernike

Masyarakat Sangihe Tolak Tambang Emas PT TMS
Diskusi Media berjudul "Sangihe: Pulau Kecil Terancam Tambang" yang dilakukan JATAM. (Foto: KBR/tangkapan layar)

KBR, Jakarta- Masyarakat Sangihe, Sulawesi Utara menolak izin operasi tambang emas seluas 42 ribu hektare .

Salah satunya, Oktavia Pausuelseke, warga dari Kampung Lesabe, Kecamatan Tabukan Selatan, Kabupaten Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara ini sehari-hari memperoleh penghasilan dari bercocok tanam.

"Lahan yang kami punya ini sudah digunakan untuk bertani dan banyak tanaman seperti cengkeh, kelapa dan pisang yang digunakan keperluan kami sehari-hari bahkan menyekolahkan anak kami. Kami sangat bersyukur lahan ini bisa kami gunakan untuk bertahan hidup lewat hasil tanah yang kami miliki. Sampai saat ini kami berjuang untuk menolak izin usaha perusahaan ini untuk melakukan eksploitasi terhadap tanah yang kami miliki," ungkapnya dalam diskusi media yang diselenggarakan Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) bertajuk "Sangihe : Pulau Kecil Terluar Terancam Tambang" secara daring, Selasa (15/06/2021).

Sementara mengenai izin usaha yang telah dikantongi Perusahaan Tambang Mas Sangihe (PT TMS), Pausuelseke yang akrab disapa Else dan penduduk setempat baru mengetahuinya setelah sosialisasi dari perusahaan untuk menawar harga tanah.

Kata Else, PT TMS berencana memberikan kompensasi sebesar Rp5 ribu rupiah per meter untuk tanah mereka.

"Harga ini tidak sebanding dengan penghasilan yang kami terima dari bercocok tanam dan dampaknya bagi lingkungan," ungkapnya.

Penolakan serupa juga datang dari organisasi masyarakat di Sangihe, Save Sangihe Island (Selamatkan Pulau Sangihe, red).

Menurut aktivis lingkungan dari Save Sangihe Island, Jull Takaliuang, izin usaha PT TMS seluas 42 ribu hektare itu meliputi 7 kecamatan, 48 kampung dengan 58 ribu penduduk.

"Kami sebagai putra putri Sangihe, tidak akan rela sejengkalpun tanah kami jatuh ke tangan mereka. Karena kemudian akan berdampak buruk ke depan. Kerusakan lingkungan dan ancaman keselamatan manusia sebagai penduduk. Karena saya mau tegaskan bahwa di pulau ini kehidupan sangat aman, bahagia dan tentram. Jika ada perusahaan tambang yang akan mengambil 57 persen dari tanah kami, kami tidak akan tinggal diam," ungkapnya di kesempatan yang sama.

Penolakan akan terus bergulir dari penduduk setempat dan kepala desa, imbuhnya.

Pada 22-24 Maret 2021 lalu, perwakilan PT TMS mendatangi masyarakat Desa Bowone, Kecamatan Tabukan Selatan Tengah, untuk menyosialisasikan rencana penambangan dan menawarkan harga beli tanah warga dalam pembebasan lahan.

Sementara Wakil Bupati Kepulauan Sangihe, Helmud Hontong dikabarkan sempat mengirimkan surat penolakan Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Tambang Mas Sangihe (TMS) kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif.

Namun, Helmud Hontong tutup usia dalam perjalanan pesawat saat pulang dari Bali menuju Manado via Makassar.

Kematian Helmud pun dinilai janggal oleh publik karena sangat mendadak. Apalagi,kematian Helmud terjadi saat dia berjuang menolak pertambangan emas.


Editor: Kurniati Syahdan

  • sagihe
  • sulawesi utara
  • tambang emas
  • PT.TMS
  • Save Sangihe Island
  • Wakil Bupati Sangihe Helmud Hontong
  • Helmud Hontong

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!