NASIONAL

Komnas Disabilitas: Penuhi Hak Kesehatan Anak Down Syndrome

"Kartini mengungkapkan, saat ini ada sekitar 52 ribuan anak down syndrome yang berusia antara 12 hingga 59 bulan."

Resky Novianto

down syndrome
Pemeriksaan mulut dan gigi penyintas down syndrome. (Foto: Dok. IKGMP UI)

KBR, Jakarta - Ketua Umum Komisi Nasional Disabilitas (KND) Dante Rigmalia mengungkapkan, pihak keluarga sangat beragam dalam memberikan dukungan pemeriksaan kesehatan terhadap anggota keluarga mereka yang menjadi penyandang disabilitas, termasuk down syndrome atau sindrom down.

“Keluarga masih perlu diedukasi untuk dapat mengerti tentang pentingnya pemeriksaan kesehatan bagi keluarga dengan disabilitas,” tuturnya kepada KBR (23/5/2023).

Pemerintah, menurut Dante, sudah melakukan berbagai upaya guna mendukung kesehatan melalui berbagai program, baik yang dilakukan di sekolah maupun di fasilitas kesehatan.

“Hanya memang masih perlu terus ditingkatkan usaha pemenuhan hak kesehatan ini agar menjangkau lebih banyak lagi penyandang disabilitas, dan layanan-layanan sesuai dengan kebutuhan penyandang disabilitas,” ujar Dante lagi

Lebih lanjut dikatakan, Komnas Disabilitas berharap, layanan kesehatan bagi penyandang disabilitas termasuk bagi orang atau anak dengan down syndrome agar dapat diberikan sejak dini. “Mereka yang disabilitas termasuk anak dengan down syndrome harus diberi intervensi atau terapi sesuai dengan kebutuhannya,” pesan Dante.

Sementara itu, Direktur Kesehatan Usia Produktif dan Lanjut Usia Kementerian Kesehatan, Kartini Rustandi kepada KBR mengatakan, pemeriksaan kesehatan penting dilakukan untuk memantau dan mengantisipasi kecacatan pada bayi baru lahir. Semua ini bila dilakukan, mampu menekan terjadinya kasus down syndrome.

"Setelah lahir apa yang perlu kita lakukan, kita perlu memantau pertumbuhan perkembangan anak kita melakukan skrining salah satunya yang terbaru adalah semuanya melakukan skrining untuk mengetahui kondisi anak-anak itu kekurangan yodium atau tidak," kata Kartini.

Kartini mengungkapkan, saat ini ada sekitar 52 ribuan anak down syndrome yang berusia antara 12 hingga 59 bulan.

Fakta dan data ini membuat masyarakat perlu tanggap dalam upaya deteksi dini saat bayi baru dilahirkan maupun saat kehamilan.

"Perlu juga 60 kali minimal untuk memeriksakan kehamilan dan perlu dilakukan USG dan kita tahu apabila kehamilan itu ada kelainan atau tidak. Bila ada, agar bisa segera ditindaklanjuti," tuturnya.

Penuhi Hak Kesehatan Anak Down Syndrome

Salah satu layanan medis yang penting diperhatikan oleh keluarga yang memiliki anggota keluarga disabilitas terutama down syndrome adalah kesehatan mulut dan gigi. Kementerian Kesehatan menguraikan, anak-anak yang terlahir dengan kondisi sindrom down, umumnya memiliki ciri fisik tertentu. Misalnya, floppiness (kekakuan otot), kondisi mata yang miring dan mulut kecil dengan lidah yang lebih menonjol. Disinilah kesehatan gigi dan mulut anak dengan down syndrome perlu diperhatikan.

“Berbagai pihak harus mulai memahami bahwa kesehatan dan kebersihan gigi dan mulut sangatlah penting untuk menunjang kehidupan anak sehari-hari. Jika untuk melakukan salah satu kegiatan dasar seperti makan saja anak mengalami kesulitan, entah karena gigi yang sakit atau gusi yang sering berdarah, maka hal itu akan sangat tidak nyaman bagi anak,” papar drg Kiki Seyla Puar SpKGA di laman resmi Sehat Negeriku besutan Kemenkes RI.

Di artikel kesehatan lain disebutkan lebih rinci lagi. Yaitu, anak down syndrome biasanya bernapas melalui mulut. Perilaku ini dapat menyebabkan mulut mereka kering (xerostomia), gigi lebih maju ke depan (tonggos), lidah lebih lebar, gigi berjejal (maloklusi), dan timbul bau mulut (halitosis).

Baca juga:

- Penyandang Disabilitas Temukan Sejumlah Masalah di RUU Kesehatan

- Minta Stadion Bola Lebih Ramah Difabel, Komnas Disabilitas Beri Sejumlah Masukan

Sementara itu, menurut Kepala Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Masyarakat dan Pencegahan (IKGMP) Universitas Indonesia, Prof drg Risqa Rina Darwita Ph.D menjelaskan, “Down syndrome itu merupakan kelainan genetik yang menyebabkan retardasi mental serta keterlambatan perkembangan pada penyintasnya. Sehingga, mengakibatkan keterlambatan perkembangan motorik dan bicara juga dalam hal memelihara diri termasuk memelihara gigi dan mulut,” jelasnya dalam rilis yang diterima KBR (23/5/2023).

Risqa melanjutkan, baru-baru ini melaksanakan kegiatan pengabdian masyarakat sekaligus bentuk kepedulian serta penerapan aplikasi ilmu pencegahan secara nyata. Kegiatan bertema “Senyum Sehat Penyandang Down Syndrome” itu diharapkan dapat mengangkat derajat kesehatan gigi dan mulut khususnya bagi para penyintas.

“Kegiatannya antara lain pemeriksaan gigi dan mulut penyintas down syndrome, konsultasi kesehatan dan permasalahan gigi dan mulut, penyuluhan, edukasi dan promosi kesehatan gigi dan mulut bagi penyintas dan orangtua, serta hands-on dan praktik langsung tindakan kebersihan gigi dan mulut oleh masing-masing penyintas down syndrome bersama orangtuanya,” tuturnya.

Di lain pihak, Kepala Program Studi Magister Ilmu Kedokteran Gigi Komunitas (IKGKom) FKG UI, drg Atik Ramadhani Ph.D. menambahkan, pemeriksaan kesehatan mulut dan gigi bagi penyintas sindrom down yang dilakukan para mahasiswa dapat meningkatkan kesadaran dan pengetahuan para penyintas akan pentingnya pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut.

“Kegiatan pengabdian masyarakat tersebut terlaksana berkat kerjasama Program Studi Magister IKGKom FKG UI bekerjasama dengan Fakulti Pergigian Universiti Teknologi MARA Malaysia dan Mandiri Amal Insani (MAI) serta Persatuan Orang Tua Anak Dengan Down Syndrome (POTADS). Diharapkan ini juga menjadi wadah dalam menerapkan ilmu bagi para mahasiswa,” terang Atik lagi.

Editor: Fadli


  • down syndrome
  • mulut dan gigi

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!