NASIONAL

Pemerintah Tekan Kebakaran Hutan Semaksimal Mungkin

"Indonesia merupakan negara rawan bencana."

Astri Septiani

Pemerintah Tekan Kebakaran Hutan Semaksimal Mungkin
Ilustrasi: Petugas patroli pencegahan Karhutla lakukan pemadaman kebakaran lahan gambut di Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, (2/10/2019). (Foto: ANTARA)

KBR, Jakarta- Presiden Joko Widodo menyebut Indonesia merupakan negara rawan bencana. Salah satu ancaman bencana di Indonesia ialah kebakaran hutan dan lahan (karhutla)

Menurut Jokowi, kebakaran hutan dan lahan pada 1997-1998 merupakan yang terbesar yang pernah terjadi di Indonesia. Saat itu, lebih dari 10 juta hektare lahan hangus terbakar. Karenanya, pemerintah terus berupaya semaksimal mungkin menekan kebakaran hutan.

"Dan tahun 2021 Indonesia telah berhasil merestorasi gambut, merestorasi lahan gambut seluas 3,4 juta hektare. Menjaga dan merevitalisasi hutan mangrove yang luas yang lebih dari 20% total area mangrove dunia sekitar 3,3 juta hektare," kata Jokowi pada acara Opening Ceremony The 7th Global Platform for Disaster Risk Reduction 2022, Rabu, (25/5/22).

Baca juga:

Jokowi mengklaim, Indonesia juga berhasil menurunkan kebakaran hutan dari 2,6 juta hektare menjadi 358 ribu hektare di 2021. Jokowi memerinci di 2002, per 23 Mei tercatat telah terjadi 1.613 bencana. Artinya, dalam sebulan rata-rata terjadi 500 kali gempa skala kecil maupun besar.

Gempa besar disertai tsunami yang terbesar terjadi di Palu pada 2018. Akibatnya, sekira 2.113 orang meninggal. Ancaman lain adalah bencana letusan gunung berapi. Sebab, ada 139 gunung api aktif di tanah air.

"Sepanjang 2015 hingga 2021 tercatat 121 letusan gunung berapi di Indonesia," tambahnya.

Editor: Sindu

  • Kebakaran Hutan
  • Karhutla
  • Presiden Joko Widodo
  • Indonesia Negara Rawan Bencana
  • The 7th Global Platform for Disaster Risk Reduction 2022

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!