BERITA

Kontak Senjata di Papua Terus Terjadi Usai KKB Dicap Teroris

"Pelabelan teroris justru akan menjauhkan Pemerintah Indonesia dari kemampuan untuk mengatasi akar permasalahan konflik di Papua."

Wahyu Setiawan

Kontak Senjata di Papua Terus Terjadi Usai KKB Dicap Teroris
Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) di Bukit Utikini, Tembagapura, Papua, (25/10/2011). Foto: Facebook/Victor Yeimo

KBR, Jakarta- Kontak senjata di Papua terus terjadi usai kelompok bersenjata di sana dilabeli teroris oleh pemerintah. Hal ini disampaikan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD saat konferensi pers di kantor Kemenkopolhukam, Jakarta, Rabu, 19 Mei 2021.

Kata dia, usai pelabelan pada 29 April lalu, sudah ada empat kontak senjata yang menimbulkan korban di Bumi Cendrawasih. Mahfud mengklaim ada sejumlah orang dari kelompok bersenjata yang tewas. Terakhir, dua prajurit TNI tewas dalam kontak senjata di Kabupaten Yahukimo, Selasa, 18 Mei 2021.

"Sehingga pemerintah terus mencermati dari hari ke hari kondisi keamanan di Papua dan Papua Barat, terutama setelah menetapkan kelompok kriminal bersenjata atau KKB yang dikaitkan dengan nama orang nama pelakunya sebagai teroris. Maka pemerintah menegaskan hal-hal sebagai berikut. Satu, TNI-Polri dan pemerintah daerah dengan dukungan pusat tentu saja, diminta melakukan tindakan cepat, tegas, dan terukur," kata Mahfud dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Polhukam, Rabu (19/5/2021).

Menko Polhukam Mahfud MD menambahkan, aparat keamanan akan terus mengejar dan melumpuhkan kelompok bersenjata di Papua. Dia juga memastikan penindakan akan dilakukan ke kelompok bersenjata, bukan ke rakyat Papua. Itu dilakukan guna melindungi masyarakat supaya merasa aman.

"Pemerintah terus berupaya menumpas habis kelompok teroris tersebut, menumpas habis aksi-aksi kekerasan yang dilakukan kelompok teroris," tegasnya.

Memanas

Konflik di Papua hingga kini belum selesai. Korban terus berjatuhan, baik dari aparat, kelompok bersenjata, dan terbanyak dari warga sipil. Eskalasi konflik di Papua kian memanas usai Kepala Badan Intelijen Negara Daerah (Kabinda) Papua I Gusti Putu Danny Karya Nugraha tewas tertembak dalam kontak senjata dengan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB), 25 April lalu. Insiden itu kemudian berlanjut ke kontak senjata yang berlangsung pada 26-27 April.

Tak lama setelah tewasnya Kabinda Papua, pemerintah menyatakan kelompok bersenjata dan organisasi separatis lainnya di Papua sebagai kelompok teroris. Pernyataan itu disampaikan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD di kantor Kemenkopolhukam, Jakarta, Kamis 29 April 2021.

Menurut Mahfud, kelompok bersenjata di Papua sudah merencanakan, menggerakan, dan mengorganisasikan tindakan kekerasan yang menimbulkan teror dan ketakutan meluas. Tindakan itu sudah tergolong pada definisi gerakan terorisme sesuai Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

Dampak Pelabelan Teroris

Sebelumnya, Amnesty Internasional Indonesia menyesalkan pelabelan teroris terhadap kelompok bersenjata di Papua. Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid khawatir pelabelan itu malah akan meningkatkan eskalasi konflik di sana.

Menurut Usman, pelabelan teroris ini justru akan menjauhkan Pemerintah Indonesia dari kemampuan untuk mengatasi akar permasalahan konflik di Papua.

"Saya kira istilah-istilah itu hanya akan meningkatkan eskalasi konflik di Papua. Dan akhirnya hanya menimbulkan korban dari berbagai pihak. Dari masyarakat, dari orang Papua, dan juga dari aparat negara," kata Usman kepada KBR.

Editor: Sindu Dharmawan

  • TPNPB
  • OPM
  • Papua
  • Papua Barat
  • Konflik Papua
  • Kemenkopolhukam
  • Teroris
  • HAM
  • Amnesty Internasional

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

  • Pembela HAM3 years ago

    Cap teroris bagi para KKB hanya upaya agar TNI dapat "tempat bermain", seperti yang pernah dikatakan oleh Sutiyoso dalam ILC di TVOne, karena para tamtama yang terlalu banyak jumlahnya dan terlalu sering berlatih tidak dapat melakukan aktualisasi kemampuan yang dimiliki. . Seharusnya pemerintah tidak sembrono melakukan pernyataan mengenai teroris terhadap KKB. Patut bercermin pada kasus GAM di Aceh, dimana status teroris tidak pernah diberikan namun dapat diselesaikan dengan baik. . Sepatutnya pemerintah hanya menggunakan aparat keamanan dalam kasus seperti ini dan bukannya menerjunkan aparat pertahanan, yang secara tugas dan fungsi sudah jelas berbeda.