KBR, Jakarta- Komisi Yudisial menurunkan tim untuk memantau
sidang kasus perkosaan anak yang melibatkan pengusaha Kediri bernama SS.
Kata Komisioner KY Jaja Ahmad Jayus, KY hadir dalam pekara yang
memperoleh perhatian publik seperti kasus di Kediri tersebut.
Kasus ini
menyita perhatian publik karena jumlah korban dari SS diduga mencapai 58
anak.
"Saya sudah memberikan satu disposisi agar perkara-perkara
publik termasuk yang di Kediri itu untuk dilakukan pemantauan. (Artinya
sudah kirimkan disposisi ya pak untuk pantau sidang besok?) Ada turun
kita. Tapi kan pemantauan itu ada yang terbuka dan tertutup," ujar Komisioner KY Jaja Ahmad Jayus kepada KBR (17/5/2016)
Sebelumnya, pendamping korban dari Yayasan
Kekuatan Cinta Indonesia, Jeannie Latumahina menyebut sejumlah
kejanggalan ketika proses advokasi korban. Ia menduga, kalau korban
diintimidasi dan dibeli oleh pelaku, jaksa dan hakim pun demikian.
"Proses
hukumnya bertele-tele dan ada terjadi pelanggaran dalam proses hukum
misalnya kopi dakwaan yang merupakan hak orang tua korban tidak
diberikan. Trus kedua, pelaku dihadirkan berhadapan langsung dengan
anak, pelanggaran. Yang ketiga, pendampingan diusir dari ruang sidang.
Jadi suatu sidang yang tidak ramah terhadap anak, anak lagi dan
mendobrak pintu keluar. Itu disaksikan hakim, jaksanya. Harusnya wakil
negara tidak melakukan itu. Jadi pemikiran kami kalau korban aja
diintimidasi dibeli, masa jaksanya sama hakim nggak dibeli?" Kata
Jeannie (16/5/2016)
Meski begitu komisioner KY, Jaja tidak menolak berkomentar atas kejanggalan-kejanggalan tersebut sebelum keluarnya putusan pekara.
"Nggak
boleh dalam proses perkara itu, langsung mengatakan ini ada pelanggaran
atau tidak ada. Nanti baru setelah diputus, kita lihat dan nilai ini
ada pelanggaran atau tidak," kata dia.
Menurut Jaja, kalau memang
ada pelanggaran etik murni akan diproses oleh KY, kemudian dinilai dan
dikeluarkan rekomendasi sanksi jika terbukti terjadi pelanggaran.
Pelanggaran berat seperti menghilangkan alat bukti dan menerima suap,
kata Jaja, Hakim bisa diberhentikan.
Saat
ini pengusaha SS menghadapi tuntutan hukum 13 tahun penjara dan denda 100 juta
rupiah di Pengadilan Negeri Kota Kediri untuk dua korban dengan
pembacaan vonis yang akan berlangsung Kamis (19/5/2016) ini. Sedangkan tuntutan
14 tahun penjara serta denda 300 juta rupiah di Pengadilan Kabupaten
Kediri untuk 3 korban di minggu berikutnya.
Tim Masyarakat Peduli Kediri (TMPK) yang mengawal jalannya persidangan mengatakan, korban SS mencapai 58 anak
jika didasarkan pada data gabungan hasil penelusuran Yayasan Kekuatan
Cinta Indonesia dan Lembaga Perlindungan Anak dan Perempuan BRANTAS
Kediri. Jika tidak dikawal, Kata Juru Bicara TMPK Ferdinand Hutahaean, pelaku tak akan mendapat
hukuman yang adil karena beberapa temuan di lapangan sudah
mengindikasikan adanya kejanggalan.
Tuntutan Rendah Kementerian PPA Surati Kejagung
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Pelindungan Anak bersurat terkait rendahnya tuntutan yang diberikan oleh jaksa kepada terdakwa kekerasan seksual terhadap 58 anak bernama SS. Menurut Sekretaris Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Wahyu Hartomo, Menteri Yohana Yambise sudah turun langsung menemui masyarakat, kejaksaan dan kepolisian untuk menindaklanjuti kasus itu.
Bahkan, lembaganya sudah menyurati Kapolri dan Kejaksaan Agung agar tuntutan kepada pelaku diberikan dengan hukuman maksimal.
"Kita sudah protes, maunya dihukum seberat-beratnya. Bu Menteri PPA sudah ke sana langsung ketemu kepolisiannya, walikotanya, masyarakatnya. Justru itu menteri mengharapkan itu dihukum berat. Memang isunya pengusaha itu sudah menyebar uang. Isunya begitu, sehingga (tuntutan) hukumannya 13 tahun. Diharapkan sebetulnya hukuman murninya itu 15 tahun per sepertiganya karena yang diperkosa itu adalah masih di bawah umur," jelas Sekretaris Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Wahyu Hartomo kepada KBR, Selasa (17/5)
Wahyu menambahkan, terkait adanya dugaan permainan uang dalam proses pidana tersebut. Pihaknya berharap LSM bisa melaporkan persoalan itu dan kepolisian bisa menindaklanjuti dugaan adanya permainan dalam kasus tersebut.
"LSM bisa melaporkan seharusnya dan kepolisian juga bisa menindaklanjuti dugaan itu. Itu bukan ranahnya kita," pintanya.
Editor: Rony Sitanggang