BERITA

Istana: Pejabat dan Penyelenggara Musti Lapor LHKPN Plus Informasi Pajak

""Maunya itu diatur (dalam peraturan) tetapi hampir sebagian orang masih belum bisa menerima itu," kata Pramono Anung."

Yudi Rachman

Istana: Pejabat dan Penyelenggara Musti Lapor LHKPN Plus Informasi Pajak
Ilustrasi formulir LHKPN. (Foto: publik domain/www.dprd.surabaya.go.id)

KBR, Jakarta - Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengharapkan penyelenggara maupun pejabat negara melaporkan harta kekayaannya (Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara/LHKPN) sekaligus dengan pajak yang harus dibayarnya.


Pramono mengatakan, LHKPN bisa digabungkan dengan data pajak yang dibayarkan oleh pejabat dan penyelenggara tersebut. Hal itu untuk meningkatkan kejujuran dari penyelenggara dan pejabat negara.


Selain itu, dengan memasukkan poin pajak yang dibayar akan meningkatkan pengawasan publik terhadap pejabat negara.


Namun, dia menyayangkan kebijakan pelaporan LHKPN yang belum dipatuhi oleh penyelenggara dan pejabat negara.


"Saya mengharapkan orang melaporkan LHKPN sama dengan bayar pajaknya," kata Pramono.


"Kalau itu bisa keren. Kenapa belum diatur? Maunya diatur tetapi hampir sebagian masih belum bisa menerima itu," katanya di Jakarta, Selasa (3/5/2016).


Pramono Anung menambahkan perlunya perubahan sistem penegakan hukum di sektor korupsi. Kata dia, dengan sistem pemberantasan korupsi yang ada sekarang ini tidak membuat jera pelaku praktek korupsi.


"Kita lihat di KPK hari pertama tertangkap mereka menunduk. Hari kedua dan ketiga mereka sudah dadah-dadah. Perlu perubahan sistem pemberantasan korupsi," katanya.


Berdasarkan Undang-undang Nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi disebutkan, penyelenggara negera meliputi pejabat negera pada lembaga tertinggi negara, pejabat negara pada lembaga tinggi negara, menteri, gubernur, hakim, pejabat negara lainnya seperti duta besar, wakil gubernur, bupati, wali kota dan wakilnya serta pejabat lainnya yang memiliki fungsi strategis.


Pejabat yang memiliki fungsi strategis misalnya komisaris, direksi, dan pejabat struktural pada BUMN dan BUMD, pimpinan Bank Indonesia, pimpinan perguruan tinggi, pejabat eselon I dan pejabat lainnya yang disamakan pada lingkungan sipil dan militer, jaksa, penyidik, panitera pengadilan, dan pimpinan proyek atau bendaharawan proyek.


Sementara yang dimaksud dengan pegawai negeri, sesuai dengan UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang dimaksud pegawai negeri adalah pegawai pada lembaga MA dan MK, pegawai pada kementerian/departemen dan Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND), pegawai pada Kejagung, pegawai pada Bank Indonesia, pimpinan dan pegawai pada sekretariat MPR, DPR, DPD, DPRD Provinsi/Dati II, pegawai pada perguruan tinggi, pegawai pada komisi atau badan yang dibentuk berdasarkan UU, Kepres, maupun PP, pimpinan dan pegawai pada sekretariat presiden, sekretariat wakil presiden, dan seskab dan sekmil, pegawai pada BUMN dan BUMD, pegawai pada lembaga peradilan, anggota TNI dan Polri serta pegawai sipil di lingkungan TNI dan Polri, serta pimpinan dan pegawai di lingkungan pemerintah daerah daerah tingkat I dan II.


Sorotan publik belakangan menyasar ke Ketua Badan Pemeriksa Keuangan BPK Harry Azhar Aziz yang belum melaporkan harta kekayaan (LHKPN). KPK menyebutkan Harry Azhar menyerahkan LHKPN terakhir pada 2010 sebagai anggota DPR periode 2009-2014. Sedangkan, Harry Azhar terpilih sebagai Ketua BPK sejak Oktober 2014.

Harry Azhar belakangan ramai disebut karena namanya juga tercantum dalam dokumen Panama Papers. Dokumen itu merupakan bocoran data dari perusahaan Mossack Fonseca, sebuah perusahaan kecil yang menangani ribuan klien di berbagai negara untuk membuat perusahaan bayangan di luar negeri tanpa beban pajak. Orang-orang yang membuat perusahaan cangkang di luar negeri dalam keadaan bebas pajak, diduga untuk menyembunyikan kekayaannya dari kewajiban membayar pajak di dalam negeri.


KPK juga mencatat masih banyak anggota DPR periode 2014-2019 yang belum menyerahkan LHKPN. Dari 550 anggota DPR RI, sebanyak 70 persen sudah menyerahkan LHKPN, sedangkan sekitar 29 persen belum membuat laporan. Banyak jug aanggota DPR yang tidak memperbarui laporan harta kekayaan mereka.


KPK meminta agar pemerintah membuat aturan sanksi bagi pejabat atau penyelenggara negara yang terlambat atau tidak melaporkan harta kekayaannya.


Editor: Agus Luqman  

  • Sekretaris Kabinet Pramono Anung
  • Pramono Anung
  • LHKPN
  • penyelenggara negara
  • pejabat negara
  • pajak

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!