BERITA

Korban HAM Harap MK Kabulkan Pembentukan Pengadilan HAM Adhoc

"Pasal 20 ayat 3 Undang-Undang No.26 tahun 2000 soal Pengadilan HAM menghambat kerja penyidikan dan penuntasan kasus pelanggaran HAM melalui meja peradilan."

Yudi Rachman

Ilustrasi
Ilustrasi

KBR, Jakarta - Korban pelanggaran berharap agar Mahkamah Konstitusi mengabulkan uji materi soal pembentukan pengadilan HAM Adhoc. Menurut Ketua Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan 1995/1996 (YPKP65) Bedjo Untung, pasal 20 ayat 3 Undang-Undang No.26 tahun 2000 soal Pengadilan HAM menghambat kerja penyidikan dan penuntasan kasus pelanggaran HAM melalui meja peradilan. Kata Bedjo, berkas hasil penyelidikan yang dilakukan Komnas HAM ke Kejaksaan Agung tidak bisa dilanjutkan karena terganjal pasal tersebut.

"Setelah disampaikan kepada Kejaksaan Agung, Kejaksaan mengembalikan lagi, itu sampai tiga kali bolak balik dengan alasan yang tidak jelas. Ada yang bilang alasan administrasi dan sebagainya. Korban 65 memiliki kepentingan supaya hasil penyelidikan Komnas HAM itu ditindaklanjuti karena itu sebagai pintu masuk untuk penyelesaian kasus 65. Meskipun ada yang mengatakan penyelesaian kasus 65 itu melalui non yudisial tetapi tidak ada salahnya apabila kita menemukan fakta dan cukup bukti maka perlu juga dibentuk pengadilan HAM Adhoc kasus 65 sehingga ada penjeraan bagi pelaku," jelas Ketua Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan 1995/1996 (YPKP65) Bedjo Untung di Gedung Mahkamah Konstitusi, Kamis (21/5/2015).


Sebelumnya, LSM HAM Kontras dan beberapa korban pelanggaran HAM 1965 serta korban pelanggaran HAM Mei 1998 mengajukan uji materi pasal 20 ayat 3 Undang-Undang No.26 tahun 2000 ke Mahkamah Konstitusi. Pengajuan uji materi pasal dalam UU tersebut akan memberikan kepastian hukum dan memungkinkan pelaku pelanggar HAM bisa diadili melalui pengadilan HAM Adhoc.

Editor: Malika

  • kontras
  • peradilan ham adhoc
  • korban pelanggaran HAM 65
  • korban pelanggaran ham mei 1998
  • Toleransi

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!