NASIONAL

Usut Tuntas Kerusuhan di Wamena

"Tidak boleh ada aparat TNI dan Polri yang kebal hukum."

Wahyu Setiawan, Muthia Kusuma, Heru Haetami, Ardhi Ridwansyah

Usut Tuntas Kerusuhan di Wamena
Satu unit truk hangus terbakar akibat kerusuhan massa di Wamena, Papua, Jumat, (24/2/2023). (Foto: ANTARA/Iwan Adisaputra

KBR, Jakarta- Sebagian kalangan wakil rakyat di parlemen mendorong pengusutan tuntas kasus kerusuhan di Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua Pegunungan.

Salah satunya ialah Anggota Komisi Hukum DPR Santoso. Kata dia, petinggi TNI dan Polri harus memberikan sanksi terhadap anggotanya jika terbukti melanggar standar pengamanan prosedur SOP saat peristiwa itu terjadi.

Santoso meminta proses pemeriksaan dugaan pelanggaran dilakukan transparan, sehingga dapat diakses publik.

"Adapun jika terbukti adanya pelanggaran yang dilakukan oleh oknum TNI dan anggota Polri atas peristiwa itu, pasti para pimpinan TNI dan Polri akan menanganinya secara profesional, masyarakat yakin bahwa pimpinan TNI dan Polri akan bertindak," ucap Santoso kepada KBR, Selasa, (14/03/2023).

Jangan Ada Impunitas

Anggota Komisi Hukum DPR Santoso mengatakan tidak boleh ada aparat TNI dan Polri yang kebal hukum. Dia mengingatkan agar tidak ada impunitas dalam pengusutan kasus kerusuhan Wamena

Kerusuhan di Wamena terjadi pada Kamis, 23 Februari 2023. Insiden itu diduga dipicu hoaks penculikan anak. Massa yang marah membakar sejumlah rumah dan ruko.

Polisi yang tiba untuk mengamankan situasi, justru terlibat bentrok dengan massa. Akibatnya, 12 orang tewas, beberapa di antaranya mengalami luka tembak.

Investigasi Komnas HAM

Kini, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Komnas HAM tengah menginvestigasi insiden kerusuhan Wamena. Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro mengatakan masih mengumpulkan data untuk menyimpulkan ada atau tidaknya dugaan pelanggaran HAM.

“Karena memang proses ini tidak bisa disimpulkan secara cepat meski di media misalnya sudah ada analisis atau informasi-informasi. Karema Komnas HAM tidak bisa hanya mengandalkan informasi dari media tetapi harus melakukan verifikasi di lapangan dan juga mengecek prosedur-prosedur maupun bukti, saksi yang terkait peristiwa yang sedang kami selidiki atau yang sedang kami pantau. Jadi kalau memang dirasa respons kami kepada publik itu terasa lambat, ya, kami mohon maaf,” kata Atnike saat acara “Diskusi Publik Wamena Berdarah 2023”, Selasa, (14/3/2023).

Belasan Polisi Diperiksa

Di tempat terpisah, Polda Papua mengeklaim masih memeriksa belasan polisi yang diduga melakukan penembakan saat kerusuhan terjadi. Juru bicara Polda Papua Ignatius Benny Ady Prabowo mengatakan hasil pemeriksaan masih menunggu tim Pengamanan Internal Paminal Mabes Polri.

Kata dia, polisi belum bisa melakukan gelar perkara dan uji balistik. Salah satu alasannya adalah pergerakan polisi terhambat, lantaran tidak mendapat akses dari warga untuk memeriksa korban.

"Jadi kita terkendala juga dari pihak masyarakat sendiri yang enggan untuk membuka diri. Itu yang menjadi hambatan kami. Bukan kami ini tidak mampu atau menutupi atau membela diri, tidak. Polisi pada prinsipnya adalah kita akan melakukan pemeriksaan berdasarkan fakta-fakta di lapangan," kata dia saat dihubungi KBR, Selasa (14/3/2023).

Juru bicara Polda Papua Ignatius Benny Ady Prabowo menyebut Kapolda Papua Mathius D Fakhiri telah bertemu beberapa kepala daerah untuk melakukan pendekatan ke masyarakat. Sebab kata dia, peristiwa rusuh di Wamena juga akan diselesaikan melalui mekanisme adat.

Uang Duka

Di sisi lain, Direktur Eksekutif Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua, Theo Hesegem, akan mendorong keluarga korban untuk membuat laporan polisi. Dia memastikan, laporan polisi akan tetap dibuat meski keluarga korban telah diberi bantuan uang duka dan pengobatan oleh pemerintah.

Kata dia, uang duka diberikan sebesar Rp500 juta per keluarga korban. Sedangkan biaya pengobatan Rp50 juta untuk luka berat, Rp20 juta untuk luka sedang, dan Rp5-10 juta untuk korban luka ringan.

Proses Hukum

Aktivis Kemanusiaan untuk Papua, Anum Siregar menyerukan agar proses hukum harus tetap berjalan meski keluarga korban sudah mendapat kompensasi.

“Kita harus satu paham bahwa uang dikasih itu adalah uang kemanusiaan, karena banyak korban dengan masyarakat yang komunal, untuk kumpul sama-sama, untuk ke rumah sakit, untuk duka yang panjang, tapi itu tidak boleh menghapus pidana,” kata Anum, Selasa, 14 Maret 2023.

Baca juga:

Editor: Sindu

  • Kerusuhan Wamena
  • Papua
  • TNI
  • Polri
  • Komnas HAM

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!