NASIONAL

Tersangka Kerangkeng Manusia di Langkat Tak Ditahan, KontraS: Patgulipat

"Keputusan penyidik tidak menahan para tersangka dengan dalih kooperatif patut dicurigai."

Resky Novianto

Tersangka kerangkeng di rumah bupati Langkat nonaktif tidak ditahan
Kerangkeng di rumah Bupati nonaktif Langkat Terbit Rencana Peranginangin. Foto: Migrant Care

KBR, Jakarta- Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), mengkritik keputusan Polda Sumatera Utara yang tidak menahan delapan tersangka kasus kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin Angin.

Wakil Koordinator KontraS, Rivanlee Anandar menilai keputusan penyidik tidak menahan para tersangka dengan dalih kooperatif patut dicurigai.

"Ada dugaan kongkalikong atau patgulipat yang terjadi, ketika para tersangka ini tidak ditahan karena alasan kooperatif. Padahal alasan kooperatif ini tidak pernah dilihat, bagaimana para tersangka selama ini memperlakukan para tahanan atau para orang-orang yang ditahan," ujar Rivanlee saat dihubungi KBR, Minggu (27/3/2022).

Menurut Rivanlee, Polda Sumut tidak serius dalam mengungkapkan kebenaran yang sebenarnya terjadi selama lebih dari sepuluh tahun tersebut. Menurutnya, ada indikasi dugaan keterlibatan dari personel kepolisian sehingga para tersangka tidak ditahan.

"Entah dari level polsek ataupun polres maupun polda dalam keberadaan kerangkeng di Langkat ini," tutur Rivan.

"Berdasarkan informan, adanya perlakuan yang tidak manusiawi selama mereka berada di dalam tahanan maka alasan atau peristiwa tersebut itu tidak dipertimbangkan dalam mengeluarkan keputusan perihal tidak ditahannya para tersangka ini," tambahnya.

Sebelumnya, delapan tersangka dalam kasus kerangkeng manusia milik Bupati Langkat nonaktif, Terbit Rencana Peranginangin, tidak ditahan dan hanya diminta wajib lapor.

Salah satu tersangka di antaranya bernama Dewa Peranginangin yang tak lain merupakan anak dari Terbit.

Personel TNI/Polri Diduga Terlibat

Sementara itu, berdasarkan hasil penyelidikan Komnas HAM, ditemukan praktik perbudakan pada kasus kerangkeng manusia yang berada di rumah Bupati Langkat nonaktif, Terbit Rencana Peranginangin.

Temuan itu berdasarkan hasil penyelidikan Komnas HAM yang disampaikan dalam konferensi pers secara daring dan luring awal Maret.

Ketua Tim Penyelidikan Komnas HAM, Choirul Anam menjelaskan sejumlah faktor yang mengarah pada tindakan perbudakan, yakni kerja paksa dan terenggut kebebasannya.

"Terdapat praktik perbudakan atau serupa perbudakan yang diindikasikan dengan hilangnya kuasa dan hak atas kepemilikan atas diri sendiri, dan relasi kontrol kuat terhadap penghuni. Jadi, kami memang mengujinya ini soal perbudakan, apakah terjadi atau tidak? Dalam berbagai dokumen internasional, maupun nasional...karena perbudakan itu secara normatif itu ada di Indonesia. Misalnya di undang-undang yang terkait dengan Hak Asasi Manusia (HAM), Undang-Undang Nomor 26 tahun 2000. Konstitusi kita juga ada," kata Choirul Anam dalam konferensi pers hasil penyelidikan dugaan perbudakan di Langkat, Sumatera Utara, Rabu, (02/03).

Choirul Anam menambahkan, temuan itu dikuatkan dengan keterangan tiga ahli, antara lain ahli hukum HAM internasional dan praktiknya. Selain perbudakan, para penghuni juga mendapat kekerasan dari 19 pelaku, antara lain dari pengawas kerangkeng, serta anggota TNI/Polri.

Bentuknya antara lain dicambuk, dan kaki dipukul dengan palu. Terkait dugaan keterlibatan anggota TNI/Polri, Komnas HAM mengaku sudah berkoordinasi dengan instansi masing-masing untuk ditindak.

Baca juga:

Editor: Sindu

  • KontraS
  • Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin Angin.
  • Komnas HAM
  • Polda Sumatera Utara
  • Kerangkeng Manuasia di Langkat
  • Tersangka Kerangkeng Manusia

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!