NASIONAL

Loloskan Calon Hakim MK yang Setuju Pemidanaan LGBT, DPR Tuai Kecaman

""Sebetulnya kebutuhan-kebutuhan untuk hakim MK yang dipilih oleh DPR ini adalah hakim yang paham persoalan atau memahami isu-isu hak asasi manusia secara utuh. ""

Dian, Resky, Meuthia, Heru

Loloskan Calon Hakim MK yang Setuju Pemidanaan LGBT, DPR  Tuai Kecaman
Calon Hakim MK Aswanto saat mengikuti uji kelayakan dan kepatutan di DPR, Kamis (07/02/19). (Foto: Antara)

KBR, Jakarta- Komisi Hukum DPR  memilih Wahiduddin Adams dan Aswanto lolos sebagai Hakim Konstitusi untuk bekerja lima tahun kedepan. Wakil ketua komisi Erma Suryani Ranik mengatakan keputusan merupakan kesepakatan bersama  seluruh fraksi di komisi III.

"Jadi memang akhirnya kita seluruh fraksi mendapatkan  kesepakatan bahwa Prof Doktor Aswanto dan Doktor Wahidudin Adam adalah yg paling tepat untuk kita setujui sebagai dua org hakim MK,” kata Erma saat ditemui di gedung DPR Jakarta, Selasa (12/03/2019).

Erma menambahkan, kedua hakim konstitusi yang terpilih sudah melalui serangkaian uji yang menguatkan intregitas, kecerdasan dan konsistensi dalam putusan Mahkamah Kontitusi (MK).

“Karena memang kita ingin agar hakim MK satu punya integritas dan tingkat kecerdasan dan konsistensi berpikir yang bisa tercermin dalam putusan putusan MK yang sudah dikeluarkan,” kata Erma

Wahiduddin Adams dan Aswanto merupakan Hakim Kontitusi yang masa jabatannya berakhir pada 21 Maret nanti. Keduanya pun kembali mencalonkan diri dalam seleksi. Mereka terpilih dari 11 calon yang mengikuti  uji kelayakan dan kepatutan. 

Uji kepatutan dan kelayakan melibatkan empat panel ahli, terdiri dari tiga bekas hakim konstitusi, yakni Harjono, Maria Farida Indrati, dan Maruara Siahaan. Satu lainnya ialah pakar hukum Eddy Hiariej.

Anggota tim ahli yang juga bekas hakim konstitusi, Harjono, mengklaim telah memberikan rekomendasi terbaik untuk DPR dalam menentukan dua hakim MK periode 2019-2024. Menurut Harjono, keempat anggota tim ahli memberikan rekomendasi nama hakim konstitusi kepada DPR secara terpisah, setelah membuat penilaian saat tahapan presentasi dan wawancara. 

Namun, Harjono enggan berkomentar soal Wahiduddin Adams dan Aswanto, yang kembali dipilih DPR menjadi hakim konstitusi.

"Dari dasar penilaian itu, kita diminta untuk memberikan semacam rekomendasi. Masing-masing ahli ini, yang empat ini, beda-beda. Karena diberi kewenangan itu, lalu masing-masing menyampaikan pada DPR. Sebatas itu, kita langsung selesai tugas. Tapi kita punya harapan, siapa pun hakimnya, karena posisi MK itu sebuah kekuasaan kehakiman yang independen, ya berbuatlah independen," kata Harjono kepada KBR, Selasa (12/03/2019).

Harjono mengatakan, tim ahli juga mengantongi rekam jejak kesebelas kandidat hakim MK, untuk dijadikan bahan pertimbangan menyusun rekomendasi. Selain itu, Harjono juga menjamin nama yang masuk dalam rekomendasi memiliki pengetahuan ketatanegaraan yang baik, sehingga layak menjadi hakim konstitusi.

Soal rekam jejak putusan Wahiduddin Adams dan Aswanto dalam lima tahun terakhir ini, Harjono pun enggan mengomentari. Padahal, Wahiduddin Adams dan Aswanto beberapa kali disorot publik karena pendapatnya dalam memberikan putusan, misalnya ingin memasukkan LGBT dalam pidana kesusilaan dan saat menolak putusan sela uji materi hak angket KPK.

Itu sebab Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Arif Maulana mengkritik DPR tidak transparan soal alasan pertimbangan memilih Wahiduddin dan Aswanto sebagai hakim MK. Kata Arif, seharusnya tiap-tiap fraksi di DPR Komisi III yang menyelenggarakan fit and proper test menyertakan alasannya. 

Selain transparansi, ihwal waktu pembukaan pendaftaran yang terkesan mendadak dan singkat, juga waktu saat memutuskan dua nama terpilih  memungkinkan adanya celah lobi-lobi antara DPR dengan calon hakim.

"Kita paham bahwa sebetulnya kebutuhan-kebutuhan untuk hakim MK yang dipilih oleh DPR ini ke depan adalah hakim MK yang paham persoalan atau memahami isu-isu Hak Asasi Manusia (HAM) secara utuh. Di Mahkamah Konstitusi itu paling banyak kasus yang berkenaan dengan HAM. Pak Aswanto sama Pak Wahiduddin ya harus bisa   memiliki pengetahuan dan perspektif yang baik soal HAM," ucap Arif kepada KBR, Selasa, (12/3/2019).

Editor: Rony Sitanggang

  • seleksi hakim mk
  • independensi

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!