BERITA

Satgas 115: Izin Tangkap Ikan di Pasifik, Ngapain Lewat Selat Malaka?

"Kapal itu nggak pakai bendera. Walaupun ada yang mengaku itu dari Taiwan. "

Agus Lukman

Satgas 115: Izin Tangkap Ikan di Pasifik, Ngapain Lewat Selat Malaka?
Ilustrasi. Kapal patroli. Foto: Antara

KBR, Jakarta - Satuan Tugas Pemberantasan Illegal Fishing atau disebut Satgas 115 meyakini dua kapal Taiwan beraktifitas ilegal mencuri ikan di perairan Indonesia. 

Wakil Ketua Satgas 115 Yunus Husein mengatakan Kapal Pengawas Hiu 4 dari Indonesia memergoki kapal itu menurunkan tali yang dicurigai sebagai alat tangkap longline. Padahal kapal itu tidak punya izin tangkap di perairan dekat Indonesia.

"Kita sudah cek, kapal itu izin tangkapnya di Central Pacific, bukan di daerah-daerah dekat Indonesia. Tapi di daerah Pasifik, di arah timur Filipina. Lalu mengapa ada di sana? Kita lihat itu ada kegiatan perikanan, nurunin tali kayak mau nangkap ikan. Terus dikejar oleh patroli KKP," kata Yunus Husein kepada KBR, Jumat (25/3/2016).

Sebelumnya otoritas Taiwan memprotes penembakan dua kapal ikan mereka oleh patroli Indonesia. 

Yunus Husein juga mengatakan tim patroli Indonesia tidak sembarangan menembak, karena sebelumnya sudah memberikan peringatan namun tidak digubris.

"Kita kasih lampu sorot, pakai loudspeaker. Tapi jalan terus dia. Berarti nggak mau. Kita kasih tembakan ke atas. Nggak mau juga. Kita tembak kiri, tembak kanan, nggak mau juga. Akhirnya kita tembak ke kapal. Tapi bukan ke orang," kata Yunus Husein kepada KBR, Jumat (25/3/2016).

Wakil Ketua Satgas 115 Yunus Husein menambahkan dua kapal Taiwan itu juga tidak punya iktikad baik ketika memasuki Selat Malaka. Dua kapal itu tidak mengibarkan bendera sama sekali. Padahal kapal ikan punya kewajiban mengibarkan bendera dan menghidupkan alat pemantau kapal atau Vessel Monitoring System (VMS). 

"Kapal itu nggak pakai bendera. Walaupun ada yang mengaku itu dari Taiwan. Kalau nggak pakai bendera, ya sama hukumnya dengan double flagging. Dianggap stateless. Kalau tidak pasang bendera kan berarti kapal itu declare sebagai stateless. Kalau stateless, berarti yang berlaku adalah hukum negara yang dimasuki," kata Yunus Husein.

Menurut Yunus, dua hal itu sudah menunjukkan iktikad tidak baik dengan tidak memasang bendera. 

"Kenapa tidak pakai bendera? Padahal itu kewajiban: memasang bendera, menghidupkan VMS untuk kapal ikan. Setahu kami VMS itu tidak hidup juga," lanjut Yunus Husein.

Hingga saat ini pemerintah Indonesia belum menerima surat protes resmi dari pemerintah Taiwan. Hal itu kemungkinan disebabkan Indonesia tidak punya hubungan diplomatik dengan Taiwan, karena Indonesia hanya mengakui One China Policy (Kebijakan Satu Cina, dan Taiwan merupakan bagian dari negara Cina).

Kapal "Sheng Te Tsa" dan "Lien I Hsing No. 116" terdaftar di kota pelabuhan Pingtug Liouchiu. Pada Senin (21/3/2016), dua kapal itu dikejar dua kapal patroli Indonesia sekitar pukul 5.48 pagi. 

Pemilik kapal pencari ikan Taiwan menuntut pemerintah Indonesia minta maaf setelah sebuah kapal yang melintasi Selat Malaka ditembaki kapal patroli Indonesia.

Selain itu, mereka juga menuntut kompensasi atas kerusakan yang terjadi akibat penembakan itu, seperti diberitakan kantor berita Taiwan CNA. Penembakan terjadi pada 21 Maret lalu. Kapal "Sheng Te Tsai" terkena beberapa tembakan dari kapal patroli Indonesia.

Tuntutan itu disampaikan Kepala Asosiasi Nelayan Liouchiu (Liu Qiu), Tsai Pao-hsing mewakili Lee Chang-hsi, pemilik kapal tersebut. 

Otoritas Taiwan menolak penjelasan dari Indonesia bahwa dua kapal itu masuk wilayah Indonesia dan mencari ikan secara ilegal, bahkan berupaya melawan kapal patroli Indonesia.

Direktur Jenderal Badan Perikanan Taiwan, Tsay Tzu-yaw mengklaim berdasarkan kecepatan dua kapal pencari ikan itu yang dipantau lewat data satelit, dua kapal itu tidak terlihat melakukan aktifitas pencarian ikan.  

  • kapal taiwan
  • Satgas 115
  • Yunus Husein
  • Perairan Natuna

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!