NASIONAL

Petani Sawit "Babak Belur", Harga Pupuk Mahal, Produksi Menurun

"Petani kelapa sawit mengeluhkan harga pupuk melambung tinggi di tengah produksi yang kini sedang menurun. Karena harga pupuk mahal, maka petani mesti mengurangi kuota pengadaan pupuk."

Ardhi Ridwansyah

sawit, pupuk
Pekerja memuat tandan buah segar kelapa sawit ke truk di salah satu perkebunan di Bengkulu, Jumat (17/2/2023). (Foto: ANTARA/Muhammad Izfaldi)

KBR, Jakarta – Petani kelapa sawit mengeluhkan harga pupuk melambung tinggi di tengah produksi yang kini sedang menurun.

Keluhan ini antara lain dirasakan Kanisius Tereng, seorang petani sawit di Kabupaten Paser, Kalimantan Timur. Ia mengatakan sejak setahun yang lalu harga pupuk nonsubsidi mengalami kenaikan.

Pada mulanya dia membeli satu karung pupuk nonsubsidi senilai Rp300 ribu, namun kini harganya bisa mencapai Rp700 ribu per sak.

Untuk pupuk subsidi, kata Kanisius, ia tak memiliki akses lantaran pupuk tersebut hanya digunakan bagi pertanian tanaman pangan bukan perkebunan.

“Setahun yang lalu sudah naik, ini masuk tahun kedua kalau harga naik pupuk ini. Setahun yang lalu harga pupuk masih Rp300 ribu, pupuk NPK, sekarang sudah Rp700 ribu,” kata Kanisius saat dihubungi KBR, Kamis (23/2/2023).

Baca juga:


Kanisius menambahkan sekali melakukan pemupukan, ia membutuhkan sekitar enam karung.

Namun karena harga pupuk mahal, maka ia mesti mengurangi kuota pengadaan pupuk dari enam karung kini menjadi tiga karung.

Kanisius mengaku semakin terbebani lantaran produksi kelapa sawitnya kini sedang memasuki fase penurunan.

Biasanya Kanisius menghasilkan empat sampai lima ton sawit dalam sebulan. Namun, saat ini dia hanya bisa menghasilkan tiga ton.

Kata dia sekitar empat hingga lima bulan ke depan angka produksi baru bisa kembali normal.

Harga tandan buah segar (TBS) yang dijual dengan nilai masih di bawah Rp2 ribu per kilogram juga kian memperburuk keadaan petani kelapa sawit.

Menurut Kanisius rendahnya harga jual TBS sebab masih adanya petani yang menjual ke tengkulak. Ia menyoroti tengkulak yang pada akhirnya bebas menentukan harga sesuai keinginan.

“Yang diharapkan kami petani saat ini dengan kondisi seperti ini (lemah ekonomi), untuk biaya perawatan kebun kelapa sawit itu kan susah juga sekarang. Untuk pemupukan itu kan sulit, apalagi pupuk subsidi sekarang tidak bisa digunakan di perkebunan jadi kan harus gunakan yang nonsubsidi. Sedangkan nonsubsidi mahal sekali, sementara dengan kondisi harga sawit seperti ini (bingung) berapa kita mau beli pupuk, berapa kita mau biayain ekonomi kita. Jadi harapan kami pemerintah bisa membantu kami pupuk lah,” ucap Kanisius.

Baca juga:

Editor: Agus Luqman

  • sawit
  • pupuk

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!