NASIONAL

Divonis Penjara, Benhan akan Lebih Berhati-hati Men-tweet

"Benny Handoko, terdakwa kasus pencemaran nama baik tindak pidana pencemaran nama baik terhadap bekas politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Muhammad Misbakhun, mengaku kecewa dengan vonis majelis hakim pada dirinya. Ia divonis enam bulan penjara denga"

Yuthi Fatimah

Divonis Penjara, Benhan akan Lebih Berhati-hati Men-tweet
Penjara, Benhan, tweeter

KBR68H Jakarta Benny Handoko,  terdakwa kasus pencemaran nama baik tindak pidana pencemaran nama baik terhadap bekas politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Muhammad Misbakhun, mengaku kecewa dengan vonis majelis hakim pada dirinya. Ia divonis enam bulan penjara dengan masa percobaan selama satu tahun oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Benny Handoko, yang disapa Benhan, pun membandingkan situasi Indonesia kini dengan masa Orde Baru.

"Tapi karena ini (Twitter) menyinggung perasaan pribadi seorang politikus dia bisa menggiring kita ke kita ke penjara. Ini lebih gila dari zaman Orba ini. Setahu saya dulu kalau kita menyinggung keluarga Cendana dan kroni-kroninya, baru kita masuk penjara," kata Benhan di salah satu restoran di Jakarta, Rabu (5/2).

Menurut Benhan, pejabat dan politisi di negara ini terlalu berlebihan dalam menyikapi sentilan dari masyarakat.

Menurut dia, media sosial Twitter bagi masyarakat merupakan kanal untuk bersuara. Orang awam yang tidak aktif berpolitik atau tidak memiliki akses kebijakan bisa turut melakukan perubahan melalui media sosial. Namun, dengan putusan vonis bersalah atas “kicauan” kritisnya, Benhan menyebutnya sebagai ancaman atas demokrasi. Sebab, kanal berpolitik bagi masyarakat awam diberangus.

Meskin telah dinyatakan bersalah dan harus menjalani hukuman percobaan selama setahun, Benhan mengaku tidak akan terhenti men-tweet. Namun, ia mengatakan akan lebih berhati-hati terutama dalam menyebut nama orang.

"Saya rasa tidak akan berhenti men-tweet, tapi yang penting lebih berhati-hati dalam menyebut nama orang. Saya akan tweet soal kampanye kebebasan berpendapat ini, karena negara kita ini negara demokrasi," tegas Benhan.

Mereka yang Terjerat Kasus ITE

Terkait kasus ini, Direktur Eksekutif ICT Watch Donny BU mengatakan telah ada 30 orang yang terjerat Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) sejak enam tahun diundangkan. Benny Handoko merupakan salah seorang korban undang-undang tersebut.

Menurut Donny, Pasal 27 ayat 3 UU ITE yang digunakan untuk menjerat Benhan termasuk pasal melankolis. Elit politik atau pejabat yang tersinggung karena dikritik di media sosial, memanfaatkan pasal tersebut untuk membungkam mereka yang tidak sepaham. Kata dia, kasus Benhan menjadi alat penguasa untuk menyebarkan ketakutan bersuara di masyarakat luas.

"Di UUD '45 amandemen ke dua, di pasal 28f itu jelas-jelas bicara tentang kebebasan berpendapat dan segala macam. Tapi begitu masuk ke ranah internet, orang dengan mudah ditakut-takuti, diancam atau dibungkam, itu yang kita sebut dengan chilling effect, jadi orang mau berpendapat itu jadi takut, kenapa? karena dia bisa aja kena sanksi, di mana sanksi ini justru difasilitasi oleh negara, difasilitasi oleh hukum yang berlaku," kata Donny BU di Jakarta, Rabu (5/2).

Donny BU menambahkan perlu ada revisi UU ITE agar kebebasan berekspresi yang dijamin konstitusi tidak terepresi. ICT Watch bersama beberapa lembaga swadaya masyarakat tengah berupaya memperjuangkan revisi UU ITE masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) di DPR. Menurut Donny, dibutuhkan dorongan dari semua pihak yang peduli sehingga revisi tersebut menjadi agenda mendesak di dewan.

Di sisi lain, Donny mengakui masyarakat Indonesia banyak yang belum paham etika ketika menjadi penduduk di dunia maya. Menurutnya, berdasarkan data dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pengguna internet di negeri ini mencapai 70 juta orang. Dari jumlah tersebut, 80 persen di antaranya merupakan penduduk di media sosial, misalnya Twitter dan Facebook.

Namun, kata dia, meski media sosial memiliki kelemahan, tidak lantas harus disikapi dengan pemberangusan hak berekspresi di dalamnya. Menurut Donny, yang bermasalah bukanlah medianya, tetapi orang-orang yang memakainya. Donny menegaskan media sosial sama dengan media-media lainnya, punya potensi salah dan benar.

Editor: Anto Sidharta

  • Penjara
  • Benhan
  • tweeter

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!