NASIONAL

Sudahkah Kamu “Ngonten” sesuai Etika?

"Aturan dan etika "ngonten" dibahas asyik di podcast What's Trending!"

Lea Citra

Podcast What's Trending
Podcast What's Trending

KBR, Jakarta- Pernahkah kalian membuka media sosial, khususnya TikTok yang menyediakan fitur live, tapi malah menemukan konten-konten dibuat demi mendapatkan gift. Yang sedang viral diantaranya adalah konten seperti menyirami air lansia sampai menggigil, hingga mandi lumpur. Gift yang didapat itu berupa berbagai simbol yang memiliki nilai koin yang sebelumnya sudah diisi oleh penggunanya.  

Buntutnya, kini Kementerian Sosial (Kemensos) secara tegas melarang pembuatan konten tersebut. Larangan itu tercantum dalam Surat Edaran tentang penertiban kegiatan eksploitasi dan/atau kegiatan mengemis yang memanfaatkan lanjut usia, anak penyandang disabilitas dan/atau kelompok rentan lainnya. Bahkan kegiatan mengemis secara online dan offline bisa ditindaklanjuti oleh kepolisian.

Baca juga:

Fenomena Cancel Culture di Media Sosial

- Cek Fakta: Beredar Informasi soal Lato-Lato yang Diklaim Memiliki Arti “Aku Yahudi”?

Viral Mahasiswa UNY Meninggal Dipicu Uang Kuliah, Rektor Buka Suara

Anggota Komisi VII DPR Bukhori Yusuf melihat konten semacam itu sebagai tindakan yang tidak beretika. Selain itu Bukhori juga melihat unsur pemaksaan dalam pembuatan konten agar para penontonnya iba, lalu memberikan saweran terhadap pengguna media sosial tersebut.

"Maka cara ini menurut saya, cara yang tidak memartabatkan manusia, cara yang merendahkan kemanusiaan. Karena itu perlu diatur lebih baik. Saya setuju jika semisal Kementerian Sosial saya mendorong supaya diatur lebih berkeprimanusiaan, lebih berkeadaban, dan lebih memanusiakan manusia. Tidak sampai kemudian menjual harga diri dengan seperti itu," ujar Bukhori Yusuf, dikutip dalam kanal YouTube DPR RI, 19 Januari 2023.

Kenapa konten seperti ini masih saja eksis?

Direktur Eksekutif Komunikonten, Hariqo Wibawa Satria mengatakan, eksistensi konten-konten pengemis di Indonesia didorong masih besarnya minat masyarakat terhadap konten tersebut. Lantaran edukasi konsumsi konten dan pembuatannya masih kurang di negara ini.

"PRnya kan lebih kepada meningkatkan literasi si pembuat kontennya ini. Jadi mindset yang salah selama ini adalah kita selalu sering, terlalu sering ngomong mendidik-mendidik pengguna media sosial, mendidik masyarakat dan lain sebagainya. Tapi dalam konteks mendidik konten kreator ini, siapa sih sebetulnya yang layak disebut sebagai konten kreator itu? Itu yang agak abai selama ini gitu. Padahal semua orang sudah menjadi konten kreator gitu," ujar Hariqo.

Hariqo menilai selama ini media sosial memberikan ruang kepada siapapun untuk membuat konten. Tanpa melihat kelayakan konten yang disiarkan dan disebarkan di media sosial. Bahkan konten-konten seperti ini kerap dibiarkan.

"Sebuah lembaga penyiaran ya kalau kita kategorikan itu broadcasting. Pertama itu biasanya dia namanya siaran percobaan, habis percobaan setelah dia bagus baru dia jangkauannya diperluas. Nah fase-fase itu tidak berlaku di media sosial. Jadi siapapun yang bikin akun media sosial langsung dia punya fitur-fitur untuk itu. Dan persyaratannya relatif lebih mudah. Misalnya kalau untuk live itu kan jumlah followernya 1000 atau 10.000 sekarang gitu kan. Lebih kepada syarat-syarat yang mudah sekali untuk mendapatkan follower gitu," pungkas Hariqo

Mau tau lebih lanjut soal konten pengemis dan bagaimana konten yang beretika? Yuk dengarkan podcast What's Trending di link berikut ini:

  • pengemis online
  • mandi lumpur
  • orang tua disiram
  • gift live

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!