KBR, Jakarta — Pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) meminta kepada pemerintah untuk menahan sementara kebijakan penaikan tarif dasar listrik (TDL) pada tahun ini.
Ketua Umum Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) Ikhsan Ingratubun menyebut, saat ini pelaku usaha baru bangkit dan pulih dari pukulan akibat pandemi Covid-19. Oleh karena itu, pemerintah perlu menimbang ketetapan tersebut pada paruh kedua tahun ini.
Jika dipaksakan, Ikhsan khawatir kebijakan tersebut akan berdampak terhadap bengkaknya biaya operasional para pelaku usaha mikro.
"UMKM ini belum pulih dari luka akibat Covid-19. Prediksi Akumindo baru pulih seperti saat 2019 itu nanti di saat kuartal II/2022. Jadi respons kami terhadap kenaikan harga itu, jangan dulu sekarang. Nanti lihat, pada saat pulihnya UMKM saat kuartal II/2022. Apakah bisa dinaikkan atau tidak? Harus cukup bijak melihatnya," kata Ikhsan saat dihubungi KBR, Rabu (05/01/2021).
Baca Juga:
- Pemerintah Bakal Naikkan Porsi KUR Rp350 Triliun di 2022
- Tahun Depan, Investasi di Daerah Wajib Gandeng Pengusaha Lokal
Kebijakan pemerintah untuk meraup untung atas kenaikan TDL itu menurut dia seharusnya tidak mengorbankan nasib pelaku usaha, terutama usaha mikro.
Apalagi, kenaikan ini dipastikan akan berimbas ke semua segmen UMKM, seperti kuliner, kriya, fesyen, dan sebagainya yang menggunakan listrik dalam kegiatan operasional sehari-hari.
Selain masalah kenaikan TDL, pelaku usaha tengah mengeluh mengenai harga minyak goreng kemasan dan curah yang tak kunjung turun.
Ikhsan mengatakan kenaikan harga tersebut berdampak terhadap pelaku UMKM yang bergerak di bidang kuliner. Saat ini, lanjutnya, sebesar 35 persen dari jumlah UMKM yang mencapai 65 juta pelaku usaha, merupakan pedagang kuliner.
Mengutip data dari Pusat Informasi Harga Pangan Strategis, harga minyak goreng kemasan saat ini dibanderol senilai Rp20.750/kg, disusul minyak goreng tanpa kemasan Rp18.550/kg.
Kenaikan harga kedua jenis minyak goreng itu memaksa pelaku UMKM melakukan penyesuaian harga dan ukuran produk/jajanan yang disajikan.
"Sangat banyak. Bahkan teman-teman pedagang pasar itu mengeluh kepada asosiasi. Pertanyaannya, apakah kalau sudah naik bisa turun. Kan jarang itu. Malah nggak pernah kan. Saya bilang udah, kita lakukan penyesuaian. Saya katakan, apa pun itu, karena kebijakan pemerintah, apalagi ini terkait harga minyak sawit dunia maka kita harus lakukan siasat-siasat lah untuk menyesuaikan kebijakan itu. Harapan kita bahwa pemerintah mampu menurunkan kembali," katanya.
Ikhsan menyebut, kenaikan harga yang terus menerus itu tidak memberikan pilihan banyak kepada pedagang.
Jika sebelumnya pedagang lebih memilih menggunakan minyak curah untuk menekan ongkos produksi, saat ini kebanyakan pedagang beralih menggunakan minyak goreng kemasan. Ini disebabkan disparitas harganya antara kedua jenis minyak goreng tersebut tidak terlalu jauh.
Editor: Agus Luqman