BERITA

Maklumat Soal FPI, YLBHI: Rusak Demokrasi

"Ketua Divisi Advokasi YLBHI M Isnur mengatakan, Maklumat Kapolri itu jauh melampaui kewenangannya."

Wahyu Setiawan

Maklumat Soal FPI, YLBHI: Rusak  Demokrasi
Juru Bicara Polri, Argo Yuwono menunjukkan Maklumat Kapolri tentang Larangan Simbol FPI di kantor Bareskrim, Jakarta, Jumat (1/1/21). Antara Foto/ Reno Esnir.

KBR, Jakarta - Maklumat Kapolri yang mengatur mengenai larangan Front Pembela Islam (FPI) dinilai telah merusak sistem demokrasi.

Ketentuan dalam maklumat yang disoroti yakni poin 2d yang melarang masyarakat tidak mengakses dan menyebarluaskan konten terkait FPI.

Ketua Divisi Advokasi YLBHI M Isnur mengatakan, Maklumat Kapolri itu jauh melampaui kewenangannya. Jika itu diterapkan, menurut Isnur, Kapolri sama saja membangkang terhadap aturan di konstitusi.

"Yang pertama gini, konstitusi itu jelas menjamin hak asasi manusia, termasuk hak atas dapat informasi atau share informasi. Kepolisian di sini nyata membatasi warga negara untuk dapat informasi atau share informasi. Yang kedua, kalaupun mau pembatasan, Undang-Undang Dasar itu (Pasal) 28J jelas harus oleh undang-undang, bukan oleh Maklumat Kapolri," kata Isnur kepada KBR melalui sambungan telepon, Minggu (3/1/2021).

Isnur melanjutkan, pembatasan seperti itu juga tidak boleh semena-mena diatur dalam undang-undang.

Menurutnya, pembatasan terhadap akses informasi harus didasari syarat dan kondisi yang jelas. Yakni diatur oleh hukum melalui putusan pengadilan, untuk mencapai tujuan yang sah seperti keamanan nasional, dan benar-benar diperlukan.

Oleh sebab itu, maklumat ini tidak bisa menjadi dasar hukum bagi kepolisian untuk menindak masyarakat. Maklumat semacam itu hanya bisa ditujukan untuk internal Polri saja.

Karena dinilai cacat, isi Maklumat Kapolri ini bisa digugat ke Pengadilan Tinggi Tata usaha Negara (PTUN).

"Seharusnya bisa (digugat). Karena dia bagian dari tindakan pemerintahan," ujarnya.

Kapolri Idham Azis mengeluarkan maklumat terhadap larangan kegiatan, penggunaan simbol, dan atribut, serta kegiatan FPI. Maklumat itu mulai berlaku 1 Januari 2021.

Maklumat itu dikeluarkan berdasarkan keputusan bersama menteri dan pimpinan tinggi negara terkait pelarangan kegiatan FPI.

Belum Ada Penindakan

Mabes Polri menyatakan belum ada penindakan terhadap pelanggaran atas Maklumat Kapolri yang memuat larangan Front Pembela Islam (FPI). Maklumat yang diteken Kapolri Idham Azis itu mulai berlaku 1 Januari 2021.

Juru bicara Mabes Polri Ahmad Ramadhan mengatakan, polisi akan menindak jika ditemukan pelanggaran di lapangan.

"Terkait dengan penindakan, tentunya adanya pelanggaran ya. Sampai sejauh ini, kita belum menemukan atau melihat ada pelanggaran yang dilakukan terkait maklumat tersebut. Jadi terkait penindakan, tentunya ada pelanggaran dulu. Belum ada ditemukan pelanggaran yang dilakukan ya terkait dengan Maklumat Kapolri Nomor 1 Tahun 2021 ya," kata Ramadhan di Mabes Polri, Senin (4/1/2021).

Sementara itu, Mabes Polri memberikan penjelasan mengenai isi Maklumat Kapolri yang disorot sejumlah pihak.

Yakni pada poin 2d mengenai larangan masyarakat mengakses dan menyebarluaskan konten terkait FPI.

Juru bicara Mabes Polri Argo Yuwono berdalih, maksud dari poin itu adalah masyarakat dilarang mengakses, mengunggah, dan menyebarkan kembali sesuatu yang dilarang ataupun yang mengandung unsur pidana.

Konten-konten yang dilarang di antaranya yang mengandung unsur berita bohong atau hoaks, SARA, mengadu domba, bernada perpecahan, provokatif, hingga mengakibatkan gangguan keamanan. Pelanggaran atas tindakan itu akan dikenakan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Namun Argo mengklaim, isi maklumat itu tidak ditujukan untuk produk-produk jurnalistik di media massa. Kata dia, Polri tetap menjamin kebebasan berpendapat untuk insan pers selama memenuhi kode etik jurnalistik.


Editor: Ardhi Rosyadi

  • Maklumat Polri
  • FPI
  • YLBHI
  • UU ITE

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!