NASIONAL

Bebaskan Bea Masuk Bus Rapid Transit (BRT)

"KBR68H, Jakarta - Partai Golkar mendesak pemerintah pusat untuk menghapuskan bea masuk bagi impor Bus Rapid Transit (BRT) atau busway ke sejumlah daerah di Indonesia."

Doddy Rosadi

Bebaskan Bea Masuk Bus Rapid Transit (BRT)
bea masuk, bus rapid transit, transportasi massal

KBR68H, Jakarta - Partai Golkar mendesak pemerintah pusat untuk menghapuskan bea masuk bagi impor Bus Rapid Transit (BRT) atau busway ke sejumlah daerah di Indonesia. Pasalnya, meski pemerintah sudah membebaskan tarif PPnBM menjadi nol persen, namun tarif bea masuk masih sebesar 40%. Padahal, penggunaan busway dinilai menjadi salah satu pemecahan masalah kemacetan di sejumlah daerah di Indonesia.

“Karena pengadaan busway belum bisa dipenuhi oleh industri bus dalam negeri, jadi pemerintah kami desak untuk merealisasikan pembebasan bea masuk atau 0% bagi pengadaan busway di seluruh Indonesia,” ujar Wakil Ketua Komisi XI DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Harry Azhar Azis, dalam keterangan pers yang diterima KBR68H, Kamis (16/1).

Harry mengatakan, pemerintah harus memberikan keringanan pajak untuk transportasi publik daripada memberikan subsidi pada sekelompok orang-orang kaya. Saat ini, kata dia, tercatat enam kota besar yang rencananya akan membangun proyek busway sebagai transportasi massal, yaitu Jakarta, Bandung, Surabaya, Denpasar, Medan dan Makassar. Karena itu, penggunaan busway yang dikelola oleh TransJakarta dapat menjadi pilot project bagi sejumlah daerah di Indonesia, sebagai transportasi massal bagi masyarakat. Apalagi, pemerintah pun telah mengalokasikan dana sebesar Rp 384 miliar untuk pembangunan busway dan sejumlah sarana penunjang lainnya.

“Bayangkan jika pemerintah ngotot mengenakan tarif bea masuk 40%, maka betapa beratnya bagi daerah untuk membangun dan mengembangkan busway sebagai moda transportasi massal,” kata dia.

Menurut Harry, pembebasan bea masuk bagi impor busway juga akan mendorong masuknya investor dari berbagai daerah di Indonesia untuk bersaing mewujudkan pengadaan busway yang berkualitas. Dengan demikian, busway sebagai moda transportasi massal yang memadai pun akan terwujud.

Jadi meskipun operator pelaksananya swasta, ucap Harry, yang penting adalah tersedianya transportasi massal bagi masyarakat umum yang berbiaya murah. Pemerintah bisa memberi subsidi bagi masyarakat dengan membebaskan bea masuk busway tersebut, sambil mempersiapkan industri bus dalam negeri yang mampu membangun busway di Indonesia.

Harry menilai, paling tidak terdapat dua alasan utama yang harus dilakukan pemerintah dalam mengurai tingkat kemacetan di setiap daerah sembari menjaga momentum pertumbuhan.

Pertama, kota-kota besar di Indonesia cepat atau lambat akan tumbuh dan berhadapan dengan kemacetan. Sementara itu, pembangunan infrastruktur selalu kalah dengan pertumbuhan kendaraan bermotor. Sehingga setiap daerah harus menggenjot kehadiran moda transportasi massal yang baik untuk mempersiapkan kenyamanan bagi masyarakat di seluruh Indonesia.

“Kehadiran transportasi massal seperti busway, menjadi salah satu kebijakan penting yang harus diwujudkan,” ungkap Harry.

Kedua, lanjut Harry, sudah menjadi tugas negara untuk membangun transportasi massal. Masalahnya, hingga saat ini negara belum mempunyai blue print untuk transportasi massal bagi daerah-daerah di seluruh Indonesia. Sehingga kebijakannya juga belum terdefinisikan dengan baik. Selain itu, transportasi massal juga tidak hanya terkait dengan bus, tetapi harus terintegrasi dengan kereta api dan sebagainya.

Karena itu, kata Harry, pengadaan busway di setiap daerah harus terintegrasi dengan moda transportasi lainnya. Seperti kereta api atau commuter line yang menghubungkan satu daerah dengan daerah lainnya. Namun, harus diakui untuk melakukan integrasi itu membutuhkan waktu dan dana yang sangat besar.

  • bea masuk
  • bus rapid transit
  • transportasi massal

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!