INDONESIA

Perjalanan Panjang Memerangi HIV di Burma

"Dalam beberapa dekade terakhir, jumlah kasus HIV di Myanmar turun sebanyak 15%. Tapi negara ini masih punya angka infeksi HIV terburuk di Asia."

Ko Swe DVB

Perjalanan Panjang Memerangi HIV di Burma
Burma, HIV/AIDS, klinik HIV/AIDS, DVB

Dalam beberapa dekade terakhir, jumlah kasus HIV di Myanmar turun sebanyak 15%.

Tapi negara ini masih punya angka infeksi HIV terburuk di Asia.

Dua tahun lalu, pemerintah mencanangkan rencana yang memastikan setiap warga punya akses terhadap obat antiretroviral pada 2015 supaya generasi selanjutnya bisa bebas HIV.

Dan akan ada generasi bebas HIV mulai saat ini.

Poe Lay baru saja berulang tahun ke-3.

Dia berasal dari sebuah kota kecil di Negara Bagian Mon, 120 kilometer sebelah utara kota Yangon.

Tapi sekarang dia ada di klinik HIV di Yangon Selatan, Dagon.

Poe Lay lahir dengan HIV positif, ditularkan ibunya sejak dalam kandungan.

Dia sudah ada di klinik ini selama 2 bulan untuk mendapat perawatan.

“Dia masih sangat muda, dia tidak bisa menjelaskan apa yang dia hadapi. Dia harus mendapatkan obat ARV untuk mencegah kondisinya memburuk, juga serangan penyakit lain.”

Ibu Poe adalah penjual ikan di pasar setempat.

Dia tertular HIV dari suaminya. Dia baru tahu begitu ia sakit saat tengah mengandung.

“Dokter memeriksa darah dan urin saya dan mengatakan kalau darah saya bersih. Saya tidak mengerti sama sekali. Setelah itu sakit saya tambah parah dan berat badan saya turun drastis.”

Lantas ia diperiksa untuk HIV dan hasilnya, ia positif HIV.

Aye Mar mengatakan, dia sempat sangat marah pada suaminya, tapi sekarang tidak lagi.

“Saya sudah tidak marah lagi, saya menerimanya sebagai karma saya.”

Myat Min kini berusia 13 tahun.

Ibunya meninggal saat dia berusia 4 tahun. Setahun setengah kemudian, ayahnya meninggal.

Dia baru tahu kalau ia positif HIV ketika berusia 11 tahun.

“Saya minum obat dua kali sehari, jam 8 pagi dan jam 8 malam.”

Dua tahun lalu pemerintah mencanangkan program generasi bebas HIV pada tahun 2015.

Namun para pekerja yang turun di lapangan mengatakan, target itu tidak mungkin tercapai

Thein Htay, penanggung jawab pusat pencegahan dan perawatan HIV/AIDS yang dijalankan partai oposisi Burma, Liga Nasional untuk Demokrasi.

“Saya pikir kemungkinannya sangat kecil. Karena jumlah pasien di negara ini tidak seperti yang dilaporkan.”

Thein Htay bekerja pada di klinik tempat Poe Lay dan ibunya dirawat.

Sekarang ada lebih banyak jumlah klinik, tapi jumlah pasien juga lebih banyak dan kekurangan obat ARV.

Tapi ada sedikit perkembangan…

Hampir dua kali jumlah ODHA sudah mendapatkan perawatan dibandingkan 3 tahun lalu.

“Program ini akan berhasil jika kepentingan mereka murni dan aktif  berpartisipasi.”

Namun Thein Htay mengatakan, pemerintah harus melakukan upaya lain untuk mencegah para ibu menularkan HIV kepada anak mereka.

“Banyak yang tidak sadar sama sekali. Pasangan tidak tahu kalau mereka membutuhkan pemeriksaan kesehatan sebelum mereka memiliki anak. Ibu atau ayah juga tak tahu soal ini. Alhasil, sang bayi lahir dengan HIV positif. Ada juga orangtua yang tahu, tapi mereka terlalu takut untuk memeriksakan kesehatan.”

Bulan lalu, Aung San Suu Kyi mengumumkan komitmennya untuk menurunkan jumlah kasus HIV dan bertekad mengakhiri diskriminasi bagi ODHA.

Dengan rutin meminum obat, Myat Min bisa meneruskan masa depannya.

“Hidup saya bergantung pada obat. Jadi saya sangat khawatir bila klinik ditutup.”

Dengan rutin meminum obat, Myat Min bisa meneruskan masa depannya.

“Hobi saya adalah memperbaiki pendingin ruangan, jadi saya berharap bisa menjadi tukang reparasi saat dewasa nanti.”


  • Burma
  • HIV/AIDS
  • klinik HIV/AIDS
  • DVB

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!