INDONESIA

Melestarikan Budaya Karapan Kerbau di Burma

"Lomba balap gerobak alias karapan kerbau adalah permainan olahraga tradisional yang sudah berlangsung selama berabad-abad."

DVB

Melestarikan Budaya Karapan Kerbau di Burma
Burma, Myanmar, lomba balap gerobak, olahraga tradisional, DVB

Lomba balap gerobak alias karapan kerbau adalah permainan olahraga tradisional yang sudah berlangsung selama berabad-abad.

Seiring waktu, popularitas olahraga ini semakin menurun dan jarang ditemui.

Tapi kereta kerbau masih berperan besar dalam kehidupan masyarakat desa – mereka menggunakannya untuk pertanian dan transportasi.

Dan balapan gerobak ini jadi sajian utama dalam festival pagoda di seluruh penjuru Myanmar.

Di sebuah bidang tanah kota Thar-ze di pedesaan Mandalay, terlihat gerobak-gerobak ditarik kerbau jantan menuju ke desa Ywa Gyi.

Setiap tahun, setiap keluarga di daerah tersebut mengendarai kerbau mereka dan berkumpul untuk merayakan festival pagoda.

Festival Shwe Yin May diselenggarakan sepekan penuh setiap musim panas.

Festival ini dirayakan setiap bulan purnama Da Bound – yang jatuh pada bulan ke-12 penanggalan lunar Myanmar.

Mulai dari warga hingga tetangga desa berpergian dengan gerobak kerbau mereka. Selama festival berlagsung, banyak dari mereka mendirikan tenda dekat dengan pagoda.

Biasanya lokasi-lokasi strategis sudah ditempati karena banyak peminatnya.

“Keluarga saya sengaja datang beberapa hari lalu untuk mendapakan lokasi yang bagus untuk kami dan kerbau kami. Seluruh keluarga besar kami akan datang dan mereka akan tinggal disini selama 6 hari.”

Festival ini merupakan ajang terbaik untuk bertemu kembali dengan teman lama dan kekasih, menikmati kuliner, berdagang dan bersenang-senang,

Tapi acara utamanya adalah balap gerobak kerbau.

“Saya berasal dari desa Nyaung Bin Thar. Kami akan pulang pada malam hari bulan purnama”

Peserta lain datang dari daerah yang lebih jauh.

“Kami membeli gerobak kami dari Kyauksee di Mandalay”

Kerumunan orang dengan antusias berbaris menunggu balapan.

Di desa ini, balapan gerobak kerbau jadi tradisi yang melekat pada festival tahunan ini.

Ada bermacam-macam lomba yang diselenggarakan, tapi lomba balap gerobak kerbau dan kontes kecantikan adalah acara utama festival ini.

U Kyi Hlaing adalah juri kompetisi ini.

“Lomba balap gerobak digelar selama tiga atau empat hari. Kami membaginya menjadi 3 kelompok berdasarkan usia kerbau tersebut – muda, menengah dan dewasa. Untuk kontes kecantikannya sendiri adalah berdasarkan perilaku hewan tersebut – bagaimana sang kerbau menarik gerobak, bagaimana ke empat kaki kerbau tersebut saat berlari."

Kontes kecantikan juga menilai bagaimana sang kusir mengendarai kerbaunya dan berhasil melewati bendera merah.

Para juri menilai bagaimana sang kerbau lari.

“Kami memiliki empat juri pada empat titik sepanjang jalur balapan. Mereka semua menilai kelakuan sang kerbau – kecantikan, keseimbangan, keharmonian. Yang tercepat belum tentu menjadi pemenang. Untuk memenangkan pertandingan, diperlukan hikmah/kearifan dari sang kusir. Sang kusir harus benar-benar mengetahui  prilaku dan karakter kerbaunya dan bagaimana memperlakukan mereka selama bertanding.

Berikutnya adalah pertandingan yang telah ditunggu-tunggu banyak orang.

“Dalam balapan – kecepatanlah yang terpenting, yang tercepat itulah yang menang”

Sangat cepat dan menarik…dan para peserta memerlukan persiapan selama sebulan penuh sebelum pertandingan untuk melatih kerbau mereka.

Para pemilik bangga akan kerbaunya... mereka menghias gerobak dengan pita-pita berwarna.

“Ini adalah tradisi kamu, budaya kami dan kami berusaha melestarikan keindahan budaya kami selama mungkin.”

Meskipun kegiatan ini sudah mulai menghilang di beberapa bagian negara lain, balap gerobak kerbau masih terus berlangsung di desa Ywa Gyi.

  • Burma
  • Myanmar
  • lomba balap gerobak
  • olahraga tradisional
  • DVB

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!