INDONESIA

Upah Minimum Thailand untuk Pekerja Migran Burma

"Tiga dari empat pekerja migran berkemampuan rendah di Thailand datang dari Burma. Tugas mereka adalah melakukan pekerjaan-pekerjaan kotor, berbahaya dan penuh tuntutan. Mereka pun kerap dieksploitasi majikan."

Helen Regan DVB

Upah Minimum Thailand untuk Pekerja Migran Burma
Burma Migrant Wage, Helen Regan DVB

Tiga dari empat pekerja migran berkemampuan rendah di Thailand datang dari Burma.

Tugas mereka adalah melakukan pekerjaan-pekerjaan kotor, berbahaya dan penuh tuntutan. Mereka pun kerap dieksploitasi majikan.

Untuk meningkatkan kondisi mereka, Pemerintah Thailand baru-baru ini memberlakukan upah minimum 300 Baht per hari - sekitar Rp 100 ribu. Tapi akibatnya, banyak perusahaan yang mengaku tak mampu membayar upah mereka. Banyak pekerja dari Burma yang di-PHK, terutama mereka yang bekerja secara ilegal.

Sekarang Pemerintah Thailand telah menaikkan upah minimum lebih dari dua kali lipat.

Bagi sebagian pekerja, ini artinya mereka bisa mendapatkan upah yang cukup layak dan status pekerjaan yang legal. Tapi bagi kebanyakan pekerja, ini artinya mereka bakal kehilangan pekerjaan, kata pekerja migran di kota perbatasan Thailand, Mae Sot.

“Mereka bilang mereka sudah membangun pabrik di perbatasan, karena di sana upah pekerjanya murah. Tapi sekarang mereka harus membayar 300 Baht di sini. Mereka mulai mem-PHK pekerja, berencana menutup pabrik karena mereka tak mau membayar ganti rugi.”

Banyak usaha yang mempekerjakan pekerja asing dengan upah murah. Kini pengusaha tak mampu membayar upah mereka. Belasan pabrik terpaksa tutup. Sebagian lainnya mengirim para ekerja mereka ke kota besar, jauh dari keluarga.

“Ini bermula pada 7 Januari lalu. Kami menerima surat perintah kalau 10 orang dari kami akan dipindah ke Bangkok. Tanggal keberangkatan sudah ditentukan yaitu 12 Januari, tanpa bertanya pendapat kami. Tapi pada tanggal itu kami tak ikut transportasi yang disediakan dan malah tetap bekerja di sini.”

Dia bekerja di pabrik Jaguar di Mae Sot – 8 pekerja di sana sudah dipindah ke Bangkok. Mereka yang menolak pindah lantas dipecat.

“Ketika saya datang untuk bekerja pagi tadi, mereka mengusir kami. Mereka menolak mengeluarkan lembar pengunduran diri atau pemecatan. Mereka bilang nama kami sudah dikirim ke Bangkok dan tidak terdaftar di sini lagi. Mereka menendang kami begitu saja. Ada 8 orang yang mengalami ini.”

Para pekerja marah dan frustrasi.

“Apa kami tak punya hak apa pun? Kami sudah bekerja di pabrik ini sejak kami tiba di Thailand, dengan upah 50 Baht per hari dan diantara kami ada yang kehilangan tangan dan kaki. Sekarang ketika mereka harus membayar kami 300 Bath, mereka lantas memaksa kami pindah ke Bangkok. Kami lama-lama harus berhenti kerja secara otomatis tanpa kompensasi.”

Ada banyak laporan kalau aturan baru ini membuat banyak perusahaan lebih mudah untuk mengeksploitasi tenaga kerja ilegal dari Burma.

Ada banyak cerita soal kelebihan jam kerja, fasilitas yang tak diberikan termasuk pembatalan izin untuk ke kamar mandi.Dan sejumlah majikan menolak membayar upah minimum yang sudah dinaikkan. Mereka malah menyogok polisi untuk pura-pura tidak tahu akan situasi ini.

“Dari 200 pabrik, hanya 3-4 yang legal. Dan mereka tidak mau membayar 300 Baht.”

Sekarang Pemerintah Thailand telah mengancam akan mendeportasi semua pekerja ilegal yang jumlahnya mencapai dua juta orang. Proses verifikasi nasional telah dimulai Desember lalu.

Semua pekerja yang tak berdokumen harus mendaftar sebelum tenggat waktu yang ditentukan.

Mereka  bisa menjadi pekerja legal – dengan akses terhadap fasilitas kesehatan dan pendidikan.

Mereka yang tak mendaftar bakal ditangkap dan dideportasi.

1,5 juta migran yang gagal mendaftar kini berada dalam kondisi lebih rentan terhadap eksploitasi, calo pekerjaan ilegal serta perdagangan manusia.

“Para pekerja migran diperlakukan buruk oleh preman Thailand setiap hari. Atau polisi Thailand secara acak menangkap mereka untuk minta uang. Dan ada juga kasus eksploitasi di tempat kerja.”

Sebuah perjanjian pekerja antara Pemerintah Thailand dan Burma disepakati bulan lalu. Kelompok bisnis dan masyarakat sipil meminta perpanjangan waktu pendaftaran.

Tapi belum ada keputusan soal itu.

Sampai sekarang, para pekerja migran masih harus menghadapi deportasi dan korupsi sehari-hari.





  • Burma Migrant Wage
  • Helen Regan DVB

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!